Lihat ke Halaman Asli

I Putu Ardika Yana

seorang psikolog klinis dan penyuluh narkoba ahli pertama

Kehamilan yang Tidak Diinginkan dan Penyalahgunaan Narkotika

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Udin, remaja 17 tahun, sedang menjalani program rehabilitasi bagi pecandu narkotika. Sejak kecil, ia sudah menjadi perokok, pengguna alkohol dan benzodiazepam. Dia juga sering terlibat tindakan kriminalitas dan seks bebas. Hingga kini sudah belasan wanita dikencaninya tanpa sebuah komitmen dan tanggung jawab. Orangtua Udin sudah angkat tangan terhadap perilaku anaknya hingga dia diantar ke panti rehab dengan harapan adanya perubahan atas perilaku Udin”

Kisah Udin adalah cerita nyata yang kami berdua temukan di panti sosial rehabilitasi narkoba. Kisah nyata itu merupakan salah satu gambaran tentang bagaimana kehidupan remaja saat ini. Pergaulan bebas, kenakalan remaja, seks bebas, tawuran, dan konsumsi narkotika saat ini kerap menjadi headline surat kabar harian dan berbagai media sosial. Apa yang terjadi dengan remaja masa kini? Apakah kehidupan mereka masa kini selalu di dominasi oleh permasalahan-permasalahan yang semakin serius hingga ke arah kriminalitas?

Banyak analisis terkait perilaku yang dipaparkan oleh para komentator berita di media cetak maupun elektronik. Intinya, kalau boleh menyimpulkan, banyak yang mengatakan bahwa perilaku tersebut terkait dengan semakin bebasnya arus informasi dan globalisasi yang menurunkan nilai-nilai moral dalam kehidupan mereka sehingga terjebak dalam perilaku kriminal dan penggunaan narkotika. Masyarakat juga memberikan label sangat negatif terhadap remaja yang berperilaku negatif seperti Udin. Bahkan, banyak orang kemudian menganggap mereka adalah sampah masyarakat yang tidak berguna dan mengganggu stabilitas kehidupan bermasyarakat.

Analisis itu dapat tepat adanya, namun, adakah yang melihat lebih jauh mengapa kira-kira remaja tersebut berperilaku demikian? Apakah faktor genetis (keturunan), faktor pola asuh orangtua, atau faktor lingkungan pertemanan?

Kembali pada kasus Udin di atas. Melalui proses asesmen dalam program rehabilitasi di tempat dia menjalani program, Udin menyampaikan bahwa dirinya adalah anak yang tidak diinginkan kelahirannya di muka bumi sejak dalam kandungan. Ibu Udin menolak janinnya dengan berbagai upaya pengguguran namun si janin bersikukuh kuat tumbuh di rahim sang ibu. Sikap penolakan berlanjut terus hingga Udin lahir dan tumbuh menjadi remaja yang “nakal” dan menyalahgunakan narkoba.

Bagaimana keterkaitan antara kehamilan yang tidak diinginkan dengan perilaku Udin tersebut? sebelum membahas lebih lanjut, kami perlu memaparkan lebih dulu tentang Kehamilan Tidak Diinginkan. Menurut kamus program keluarga berencana, kehamilan tidak diinginkan (KTD) adalah kehamilan yang dialami oleh seorang perempuan yang sebenarnya belum menginginkan atau sudah tidak menginginkan hamil (BKKBN, 2007). Sedangkan menurut PKBI, kehamilan tidak diinginkan merupakan suatu kondisi dimana pasangan tidak menghendaki proses kelahiran akibat dari kehamilan. Kehamilan juga akibat dari suatu perilaku seksual yang bisa disengaja maupun tidak disengaja. Banyak kasus yang menunjukkan bahwa tidak sedikit orang yang tidak bertanggung jawab atas kondisi ini. Kehamilan tidak diinginkan ini dapat dialami oleh pasangan yang sudah menikah maupun yang belum menikah (PKBI, 1998).

Respon yang muncul pada seorang ibu dengan kehamilan tidak diinginkan biasanya kaget, takut, bingung, dan cemas. Hal ini terjadi akibat adanya ketidaksinkronan antara apa yang terjadi (kehamilan) dengan harapan diri atau orang lain dalam bentuk norma yang dianut di masyarakat terkait kehamilan itu sendiri. Akibatnya, jika kehamilan ini terus mengalami penolakan, baik oleh diri sendiri maupun lingkungan sekitar maka ibu hamil dengan KTD akan mengalami stres yang dapat berakibat pada ketidakseimbangan fisiologis dalam tubuhnya selama mengandung anaknya.

Sementara ibunya mengalami stres dan ketidakstabilan emosional akibat kehamilan yang tidak di inginkan, Embrio di dalam kandungannya terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan baik fisiologis maupun psikologis. Terbentuknya kepribadian seseorang sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalunya. Berbagai konflik dalam tahap perkembangan dapat menyebabkan hambatan yang mengganggu terbentuknya pribadi yang sehat mental. Freud memandang pentingnya pemenuhan kebutuhan pada tahap perkembangan lima tahun pertama untuk membentuk perasaan aman dan berharga dalam diri individu tersebut.

Jika dikaitkan dengan kasus Udin, Sejak sebelum dilahirkan, Udin telah ditolak oleh orangtua yaitu ibunya. Akibatnya, ibu mengalami keadaan emosional tak stabil seperti stres berat selama mengandung Udin. Hal itu menjadi kerentanan psikologis dan biologis bagi Udin dalam pertumbuhan dan perkembangan kehidupan selanjutnya. Chopra (dalam Verny, 2009) menyatakan bahwa ibu yang stres akan mengaktifkan sistem kelenjar endokrin dari dalam tubuhnya sehingga mengkompensasi kondisi stres. Hormon-hormon dari kelenjar endokrin membuat tubuh dalam posisi tegang yang secara terus-menerus dan meningkatkan tekanan darah ibu. Hal tersebut menyumbang kerentanan biologis terhadap janinnya yaitu pertumbuhan dan perkembangan otak yang tidak maksimal yang dapat menyebabkan kelainan tumbuh kembang janin.

Tinjauan tersebut sudah menjelaskan kerentanan biologis yang akan diberikan oleh ibu kepada anaknya selama di dalam kandungan. Ada juga kerentanan secara psikologis yang diberikan kepada janinnya yaitu perasaan penolakan, kebencian, dan kemarahan. Kerentanan tersebut dapat muncul karena menurut Verny (2009) semua yang dirasakan dan dipikirkan oleh ibu selama mengandung akan tersalurkan melalui hormon dan syaraf-syaraf kepada bayinya sama seperti kerentanan yang diturunkan pada pengguna alkohol dan nikotin

Selain itu, kehidupan yang sangat tidak dipenuhi cinta (lack of love) akan membuat seseorang tidak pernah tahu bagaimana menerima cinta, selama ia tidak menyadari bahwa dirinya kekurangan cinta, maka selama itu ia akan sulit memberi cinta kepada orang lain. Hal ini menjelaskan bagaimana Udin tumbuh menjadi pribadi yang tidak mengenal kasih sayang. Akibatnya, ia tidak memahami bagaimana kasih sayang dan cinta diungkapkan kepada orang-orang di sekitarnya. Kehidupannya dipenuhi dengan penolakan dan kebencian, sehingga ia juga tumbuh menjadi anak yang juga menolak dan membenci apa yang tidak disukainya. Udin memilih untuk menuruti apa yang menjadi kehendaknya sendiri tanpa peduli perasaan orang lain. Baginya, sikap penolakan dan kebencian yang diterimanya sejak masih kecil adalah sesuatu yang mengajarinya untuk bersikap hal yang sama.

Lack Of Love menghambat terbentuknya Empathic Love dalam diri individu. Emphatic Love adalah kemampuan untuk mencintai tanpa pamrih pada seluruh aspek kepribadiannya sehingga ia dapat menyadari segala potensi diri dan hidup dengan penuh kekuatan karena cinta yang ia miliki. Tanpa Empathic Love, individu akan menjadi objek kebutuhan dan tuntutan lingkungan, kehilangan rasa untuk dapat mengendalikan hidupnya sendiri, merasa terpisah dan terasing dari orang lain dan dunianya. Merasakan kekosongan dan putus asa dalam menjalankan kehidupannya sehingga menyerah terhadap kondisi lingkungan yang dianggapnya mampu menolongnya. Kondisi kepribadian itu menjadi kerentanan yang sangat besar dalam penyalahgunaan narkotika sebab menurut Grof dan Grof (1990) pecandu memasuki jiwa malam yang gelap dan bergulat dengan ketakutan, kesepian, kegilaan dan kematian yang sangat umum dalam krisis spiritual. Jadi, mereka mulai melakukan pencarian, kerinduan, kehausan dan kelaparan akan kebutuhan cinta dan kasih sayang. Masalahnya adalah para pecandu mencari pemenuhan kebutuhan tersebut di mana saja yang mereka anggap mampu memenuhi perasaan keksongannya akan cinta.

Dalam kondisi ini, individu tersebut akan sangat mudah jatuh dalam perilaku negatif hingga penggunaan narkotika. Hal itu karena mereka akan dekat dengan siapa saja yang dianggap menerima dan memahami mereka. Jika yang mampu mendekati dan memahami mereka adalah lingkungan negatif maka mereka akan memiliki perilaku negatif seperti tuntutan lingkungannya. Hal ini disebutkan sebagai kebutuhan untuk diterima dengan cara menjadi sama dalam lingkungannya.

Selain itu, jika mereka jatuh ke dalam lingkungan penyalahgunaan narkotika, maka penggunaan obat-obat itu juga akan menjadi cara mengatasi kegelisahan dan kehampaan hidup. Akhirnya mereka menjadi percaya bahwa obat-obat akan membuat mereka lebih percaya diri,bersukacita dan menenangkan diri

Dengan demikian, dapat kita lihat bahwa kehamilan yang tidak diinginkan sangat berpengaruh terhadap terbentuknya kepribadian seorang anak. Berbagai kondisi selama kehamilan akan menyebabkan kerentanan-kerentanan secara biologis dan psikologis. Selanjutnya, pengasuhan sesudah melahirkan akan turut menentukan bagaimana individu tersebut tumbuh dan berkembang menjalani kehidupannya.

Oleh karena itu, jika kita menengok pada kasus Udin, berbagai sikap dan perilakunya termasuk penyalahgunaan narkotika tidak saja terjadi semata-mata karena kondisi “remaja” itu sendiri atau karena lingkungan yang negatif. Peran serta orangtua bahkan sejak di dalam kandungan sesungguhnya telah memberi sumbangsih dalam terbentuknya kepribadian yang “lemah” dan “maladaptif” terhadap lingkungannya. Jika demikian, ketika ia berada dalam lingkungan yang menekan, dengan kerentanan yang ia bawa, ditambah dengan pola pengasuhan keluarga yang tidak tepat akan sangat memungkinkan ia jatuh dalam gangguan perilaku dan penyalahgunaan narkotika.



I Putu Ardika Yana., M.Psi., Psikolog1

Admila Rosada., M.Psi., Psikolog2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline