Takhta Sang Raja
Di sudut ruangan yang remang-remang,
Berdiri dua kipas angin, bagaikan penari berdansa.
Satu besar dan gagah, bagaikan raja di atas singgasana,
Satu kecil dan mungil, bagaikan pelayan setia di sisinya.
Baling-baling mereka berputar tanpa henti,
Menyanyikan lagu angin yang menenangkan jiwa.
Yang besar berputar dengan kencang,
Meniupkan angin kencang bagaikan badai yang menerjang.
Yang kecil berputar dengan tenang,
Menyentuh kulit dengan angin sepoi-sepoi bagaikan belaian.
Ironisnya, sang raja yang besar,
Membuat ruangan terasa bagaikan gurun pasir yang panas.
Sementara sang pelayan yang kecil,
Mampu menghadirkan surga di tengah ruangan yang gerah.
Dua kipas angin, dua tarian berbeda,
Menyajikan dua rasa yang kontras, panas dan sejuk yang nyata.
Meskipun begitu, mereka tetap bersatu dalam tujuan,
Memberikan kenyamanan di tengah teriknya mentari yang membakar.
Dua kipas angin, dua sahabat sejati,
Mengajarkan arti ketulusan dalam sebuah perbedaan yang abadi.
***
Bisikan di Sudut Ruangan
Di sudut ruangan yang remang-remang,
Terjalin kisah dua kipas angin, bagai dua insan berbeda.
Yang tua, renta dan usang, dimakan usia yang tak tertahankan.
Yang muda, gagah dan perkasa, memancarkan pesona anggunnya.
Baling-baling mereka berputar tanpa henti,
Menyanyikan lagu angin dengan melodi yang berbeda.
Yang tua berputar tersendat, tersengal dalam setiap putarannya,
Seakan menghela nafas panjang, mengenang masa mudanya yang gemilang.
Yang muda berputar lincah, penuh semangat dan riang gembira,
Meniupkan angin segar, bagai nyanyian riang yang penuh makna.
Ironisnya, hembusan angin yang tua,
Meskipun lemah dan tersendat, terasa lebih sejuk dan menenangkan jiwa.
Dua kipas angin, dua tarian yang berbeda,
Menyajikan dua rasa yang kontras, panas dan sejuk yang nyata.
Namun, di balik perbedaan mereka,
Terjalin rasa persahabatan dan saling pengertian yang tak terkira.