Lihat ke Halaman Asli

Ardi Bagus Prasetyo

TERVERIFIKASI

Praktisi Pendidikan

Sejarah Kelam di Indonesia dari Mereka yang Pernah Dianggap Sebagai Musuh Negara

Diperbarui: 26 November 2024   18:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-63085238)

Sejarah Indonesia, yang kaya akan keberagaman budaya dan perjuangan panjang menuju kemerdekaan, juga memiliki bab kelam yang sering kali melibatkan label "musuh negara." Istilah ini digunakan pemerintah untuk menyebut individu atau kelompok yang dianggap mengancam stabilitas nasional atau ideologi negara. Namun, di balik label tersebut, sering tersembunyi narasi kompleks tentang pelanggaran hak asasi manusia, represi politik, dan trauma kolektif yang bertahan hingga kini.

Awal Penggunaan Istilah "Musuh Negara"
Konsep musuh negara pertama kali menjadi signifikan selama masa kolonial Belanda, terutama dalam upaya mengendalikan perlawanan dari kelompok-kelompok lokal. Pejuang seperti Diponegoro dan Sultan Hasanuddin dianggap sebagai ancaman bagi stabilitas kolonial, meskipun bagi rakyat mereka adalah pahlawan. Setelah kemerdekaan, istilah ini terus digunakan, kali ini oleh pemerintah Indonesia, dalam konteks politik dan ideologi.

Pada masa Orde Lama, musuh negara sering kali dikaitkan dengan ancaman terhadap ideologi Pancasila. Ketegangan antara kaum nasionalis, Islamis, dan komunis memperkeruh dinamika politik di era 1950-an hingga 1960-an. Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno mencoba menyeimbangkan kekuatan, tetapi gagal mencegah konflik besar yang terjadi kemudian.

Peristiwa 1965 dan Stigma terhadap Komunisme
Salah satu tragedi paling kelam dalam sejarah Indonesia adalah peristiwa 30 September 1965. Kudeta yang gagal, yang disebut-sebut melibatkan Partai Komunis Indonesia (PKI), menjadi alasan bagi militer untuk melancarkan kampanye pembantaian besar-besaran terhadap orang-orang yang dianggap terkait dengan komunisme.

Sejarawan Robert Cribb memperkirakan antara 500.000 hingga 1 juta orang tewas selama kampanye ini, termasuk anggota PKI, simpatisan, hingga individu yang tak memiliki hubungan nyata dengan komunisme. Kampanye ini juga meninggalkan trauma besar, termasuk pengasingan, pemenjaraan tanpa proses hukum, dan stigma yang diwariskan kepada keluarga korban.

"Stigma terhadap komunisme begitu mengakar di Indonesia hingga saat ini. Bahkan diskusi tentang PKI dan sejarahnya sering kali dilarang, karena takut dianggap melanggar hukum atau mendukung ideologi yang dilarang," ujar John Roosa, seorang sejarawan dari University of British Columbia.

Orde Baru dan Kontrol terhadap Kebebasan Berpendapat
Selama pemerintahan Orde Baru di bawah Soeharto, istilah musuh negara digunakan untuk membungkam oposisi politik dan mengontrol masyarakat. Aktivis pro-demokrasi, intelektual, dan jurnalis yang kritis terhadap pemerintah sering kali dicap sebagai ancaman negara.

Kasus penculikan aktivis pada 1997--1998 adalah contoh nyata. Beberapa aktivis hilang tanpa jejak, sementara yang lain ditemukan tewas. Kelompok seperti Komando Pasukan Khusus (Kopassus) diduga terlibat dalam operasi-operasi ini. Upaya untuk mengungkap kebenaran di balik kasus tersebut masih menemui jalan buntu hingga saat ini, meskipun ada tekanan dari keluarga korban dan organisasi hak asasi manusia.

"Militerisme yang dominan selama Orde Baru menciptakan atmosfer ketakutan di mana siapa pun bisa menjadi target. Rezim tidak hanya menghancurkan oposisi, tetapi juga menciptakan budaya impunitas yang masih terasa hingga hari ini," kata Andreas Harsono, peneliti Human Rights Watch.

Musuh Negara di Era Reformasi
Era Reformasi membawa harapan akan kebebasan dan demokrasi, tetapi penggunaan istilah musuh negara belum sepenuhnya hilang. Kelompok separatis seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM) sering kali diberi label ini, yang mengarah pada operasi militer yang kontroversial.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline