Lihat ke Halaman Asli

Ardi Bagus Prasetyo

TERVERIFIKASI

Praktisi Pendidikan

Jejak Luka Masyarakat Adat Akibat Aktivitas Galian Tambang di Kaltim

Diperbarui: 18 November 2024   21:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(https://www.kompas.id/baca/nusantara/2024/11/05/44000-lebih-lubang-hingga-45-nyawa-melayang-di-kaltim-terkait-tambang-ilegal)

Kalimantan Timur (Kaltim), sebagai salah satu daerah penghasil tambang terbesar di Indonesia, menjadi saksi bisu dari kisah pilu yang dialami oleh masyarakat adat setempat. Keberadaan tambang yang tersebar luas di daerah ini membawa dampak signifikan terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat adat, terutama di wilayah pedalaman. Meskipun kontribusi sektor pertambangan terhadap perekonomian nasional tidak dapat dipungkiri, harga yang harus dibayar oleh masyarakat adat begitu besar. Artikel ini membahas bagaimana aktivitas galian tambang di Kaltim meninggalkan jejak luka yang mendalam bagi masyarakat adat, baik dari segi lingkungan maupun kehidupan sosial mereka.

 Masyarakat Adat dan Kearifan Lokal

Kalimantan Timur merupakan rumah bagi berbagai kelompok masyarakat adat seperti Dayak, Kutai, dan Banjar, yang telah mendiami wilayah tersebut selama berabad-abad. Masyarakat adat ini sangat bergantung pada hutan dan sungai sebagai sumber kehidupan. Hutan bukan hanya sekadar sumber penghidupan, tetapi juga menjadi bagian integral dari identitas budaya mereka. Kehidupan mereka begitu erat dengan alam, di mana kearifan lokal menjadi panduan dalam menjaga keseimbangan ekosistem.

Namun, masuknya aktivitas tambang, terutama batu bara, telah mengancam eksistensi masyarakat adat ini. Wilayah adat yang sebelumnya dijaga dan dilestarikan kini berubah menjadi lubang-lubang tambang raksasa.

 Dampak Lingkungan yang Merusak

Salah satu dampak paling nyata dari aktivitas galian tambang di Kaltim adalah kerusakan lingkungan. Data dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mencatat bahwa terdapat lebih dari 1.735 lubang bekas tambang yang terbengkalai di Kalimantan Timur. Lubang-lubang ini tidak hanya merusak lanskap alam tetapi juga mengancam keselamatan penduduk sekitar. Dalam kurun waktu 2011-2021, setidaknya 40 anak meninggal dunia akibat tenggelam di lubang tambang yang tidak direklamasi.

Kondisi air sungai yang menjadi sumber utama air bersih masyarakat adat juga semakin memburuk. Aktivitas tambang batu bara menghasilkan limbah beracun seperti merkuri dan arsenik yang mencemari sungai-sungai di sekitar area pertambangan. Hal ini berdampak langsung pada kesehatan masyarakat adat yang mengandalkan sungai untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mencuci, dan memasak. Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur menunjukkan peningkatan kasus penyakit kulit dan gangguan pernapasan di wilayah yang dekat dengan lokasi tambang.

 Kehilangan Lahan dan Mata Pencaharian

Lebih dari sekadar kerusakan lingkungan, masyarakat adat juga harus kehilangan lahan yang menjadi sumber penghidupan mereka. Proses perizinan tambang seringkali mengabaikan hak-hak masyarakat adat atas tanah ulayat mereka. Dalam banyak kasus, tanah adat diklaim sebagai tanah negara sehingga izin tambang dapat dikeluarkan tanpa persetujuan masyarakat lokal.

Menurut data AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara), sekitar 200.000 hektar lahan adat di Kaltim telah diambil alih oleh perusahaan tambang. Lahan yang dulunya digunakan untuk bertani dan berburu kini berubah menjadi lahan tambang yang gersang dan tidak bisa lagi ditanami. Kehilangan lahan ini menyebabkan masyarakat adat kehilangan sumber pendapatan utama mereka, sehingga memicu peningkatan kemiskinan di daerah tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline