Lihat ke Halaman Asli

Ardi Bagus Prasetyo

TERVERIFIKASI

Praktisi Pendidikan

Mengajarkan Anak Untuk Berpikir Kritis Sejak Dini, Bagaimana Caranya?

Diperbarui: 18 Oktober 2024   08:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(bbpmpjatim.kemdikbud.go.id)

Seperti sama-sama kita ketahui, berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan yang diperlukan anak-anak saat ini dan di masa depan. Melatih anak berpikir kritis juga dapat dilakukan sejak dini. Mengapa demikian? Karena berpikir kritis itu jika diajarkan kepada anak sejak usia dini, akan membuat sang anak tumbuh menjadi pribadi yang mampu menyaring segala informasi dan mengolahnya dengan baik sebelum dipublikasikan atau disampaikan kepada orang lain. 

Hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek berpikir kritis antara lain, memecahkanmasalah, membuat keputusan, dan memahami konsekuensi dari tindakan. Selain itu, melatih berpikir kritis terhadap anak sejak dini juga dapat membuat anak-anak memahami diri mereka sendiri, serta membantu mereka untuk memotivasi diri serta mendalami tujuan hidup mereka di masa depan.

Definisi Berpikir Kritis

Berpikir kritis adalah keterampilan yang penting bagi perkembangan anak, dan banyak ahli pendidikan telah memberikan pandangan tentang pentingnya dan cara mengembangkannya. Berikut adalah beberapa pandangan ahli mengenai pengertian berpikir kritis pada anak:

1. Jean Piaget (psikolog perkembangan): Piaget percaya bahwa anak-anak mengembangkan kemampuan berpikir mereka secara bertahap melalui tahapan perkembangan kognitif. Berpikir kritis menurutnya adalah bagian dari tahap pemikiran formal operasional, yang dimulai sekitar usia 11 tahun. Di sini, anak-anak mulai dapat berpikir secara abstrak dan logis, melakukan hipotesis, dan menyusun argumen yang kompleks.

2. Lev Vygotsky (teori pembelajaran sosial): Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dalam pengembangan keterampilan berpikir kritis. Dia berpendapat bahwa anak-anak belajar berpikir secara kritis melalui percakapan, kolaborasi, dan bimbingan dari orang dewasa atau teman sebaya yang lebih kompeten, dalam apa yang ia sebut sebagai "zona perkembangan proksimal."

3. Robert Ennis (ahli berpikir kritis): Ennis mendefinisikan berpikir kritis sebagai "pemikiran yang reflektif dan rasional yang berfokus pada memutuskan apa yang harus dipercayai atau dilakukan." Menurutnya, berpikir kritis melibatkan kemampuan untuk mengevaluasi argumen, mengenali asumsi, dan mempertimbangkan sudut pandang yang berbeda. Untuk anak-anak, ini berarti mengembangkan kemampuan untuk mengevaluasi informasi secara objektif dan membuat keputusan yang berdasarkan bukti, bukan emosi atau pengaruh luar.

4. Richard Paul dan Linda Elder (pendidik berpikir kritis): Mereka mengembangkan model berpikir kritis yang menekankan kesadaran diri dan penilaian diri dalam berpikir. Mereka mengatakan bahwa berpikir kritis pada anak melibatkan kemampuan untuk menyadari bias, prasangka, serta berpikir secara mandiri dan kreatif. Mereka juga menekankan pentingnya mengajarkan anak untuk tidak sekadar menghafal informasi, tetapi juga memahami logika di baliknya.

5. Howard Gardner (psikolog, teori kecerdasan majemuk): Gardner menyatakan bahwa berpikir kritis terkait erat dengan pengembangan kecerdasan logis-matematis. Namun, dia juga berpendapat bahwa berpikir kritis bisa diterapkan pada berbagai jenis kecerdasan, seperti linguistik, visual-spasial, dan interpersonal. Artinya, setiap anak dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis sesuai dengan gaya belajar mereka masing-masing.

Dalam konteks pendidikan anak, berpikir kritis penting untuk melatih kemampuan mereka dalam menganalisis, mengevaluasi informasi, dan memecahkan masalah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline