Lihat ke Halaman Asli

Ardi Bagus Prasetyo

TERVERIFIKASI

Praktisi Pendidikan

5 Ciri yang Menggambarkan Kalau Kamu adalah Guru yang Kolot

Diperbarui: 23 Agustus 2024   09:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(https://id.quora.com/Mengapa-pengajar-ilmu-eksak-terkesan-kolot-galak-dan-suka-mempersulit-hidup-murid)

Sifat kolot adalah kecenderungan seseorang untuk bersikap kaku dan tidak terbuka terhadap perubahan atau hal-hal baru. Individu yang memiliki sifat ini cenderung berpegang teguh pada nilai-nilai, tradisi, atau kebiasaan lama, serta menolak inovasi atau gagasan yang berbeda dari apa yang telah mereka kenal. 

Dalam konteks sosial, sifat kolot sering kali diidentifikasi sebagai sikap yang tidak fleksibel dan cenderung menghambat kemajuan atau adaptasi terhadap perkembangan zaman.

Menurut para ahli, sifat kolot dapat dilihat sebagai manifestasi dari resistensi terhadap perubahan. Rokeach (1960) mengemukakan bahwa sifat kolot terkait erat dengan sistem kepercayaan yang kaku, di mana individu sulit menerima pandangan yang berbeda dari keyakinan mereka. 

Sementara itu, Rokeach dan MacDonald (1970) juga menjelaskan bahwa individu yang kolot sering kali memiliki rasa ketidaknyamanan terhadap ambiguitas, sehingga mereka cenderung mencari kepastian dalam hal-hal yang sudah dikenal dan dipahami. Fromm (1947), seorang psikoanalis, menyatakan bahwa sifat kolot bisa berasal dari rasa ketakutan terhadap ketidakpastian dan perubahan, di mana individu lebih memilih kenyamanan dari yang sudah ada daripada menghadapi risiko dari hal-hal baru yang belum pasti.

Secara psikologis, sifat kolot juga dapat dikaitkan dengan rendahnya tingkat keterbukaan dalam kepribadian seseorang, seperti yang diuraikan dalam teori kepribadian Big Five. Orang yang memiliki sifat kolot biasanya memiliki tingkat keterbukaan (openness) yang rendah, yang membuat mereka lebih tertarik pada rutinitas daripada mencari pengalaman baru.

Lebih lanjut, sifat kolot pada seorang guru dapat mempengaruhi cara mereka mengajar dan berinteraksi dengan peserta didik. Guru yang kolot cenderung mempertahankan metode pengajaran tradisional yang telah mereka gunakan selama bertahun-tahun, tanpa mempertimbangkan perubahan kurikulum, teknologi, atau kebutuhan peserta didik yang berkembang.

Mereka mungkin menolak menggunakan alat bantu pengajaran modern, seperti media digital atau pendekatan pembelajaran berbasis proyek, karena merasa lebih nyaman dengan metode konvensional seperti ceramah atau hafalan.

Contoh perilaku guru yang kolot bisa terlihat ketika mereka menolak untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam kelas, meskipun peserta didik menunjukkan minat yang tinggi terhadap penggunaan perangkat digital dalam belajar.

Misalnya, alih-alih memanfaatkan aplikasi pembelajaran interaktif yang dapat meningkatkan pemahaman siswa, guru ini lebih memilih untuk tetap menggunakan buku teks lama dan metode papan tulis sebagai satu-satunya sumber belajar. 

Selain itu, guru yang kolot mungkin juga enggan menerima atau menerapkan umpan balik dari siswa tentang cara mengajar, karena mereka merasa metode yang mereka gunakan sudah cukup efektif berdasarkan pengalaman sebelumnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline