Wacana penerapan kebijakan makan siang gratis yang digaungkan oleh capres dan cawapres pada saat kampanye beberapa waktu lalu agaknya sedikit lagi terealisasi. Itu bisa terjadi apabila kedua paslon tersebut mampu menang pada pemilu pilpres tahun ini. Bahkan kebijakan tersebut sudah dibahas dalam rapat kabinet sesuai dengan keterangan yang diucapkan oleh Menko Perekonomian yakni Airlangga Hartanto.
Menurut Airlangga seperti dikutip dari laman databoks, "Untuk program makan siang gratis sudah menjadi quick win dari presiden terpilih dan pemerintah yang akan bekerja mendatang, pos-posnya sudah masuk pada rancangan anggaran (APBN) 2025" (26/2/2024). Bahkan pernyataan tersebut juga dipertegas oleh Airlangga yang menyampaikan bahwa program makan siang gratis nantinya akan dilaksanakan secara bertahap dan memprioritaskan kategori tertentu.
Secara rinci Airlangga juga menyatakan bahwa program makan siang gratis nantinya akan dimulai dari kategori balita dan ibu hamil, kemudian akan dilaksanakan pada satuan pendidikan dimulai dari TK, SD, SMP, dan beberapa daerah yang memiliki angka stunting tinggi.
Dari pernyataan Airlangga tersebut, dapat dikatakan bahwa sebenarnya program makan siang gratis ini merupakan langkah awal dari pemerintah baik yang sekarang maupun yang nantinya akan terpilih untuk dapat mengurangi dampak stunting dan gizi buruk serta memberikan akses yang baik terhadap kesehatan dan pendidikan sehingga mampu mendorong terciptanya kualitas masyarakat Indonesia yang sejahtera dan sehat dimulai dari anak-anak.
Lantas, apakah kebijakan tersebut nantinya efektif? Jika bertanya efektif atau tidak sebuah kebijakan tentu itu dapat dibuktikan dari bagaimana eksekusi di lapangan. Dibutuhkan kerjasama yang baik dan koordinasi yang baik pula dari segala pemangku kepentingan agar kebijakan ini dapat terlaksana dengan baik. Mengapa demikian? Menerapkan kebijakan makan siang gratis, ini kurang lebih sama dengan menerapkan kebijakan pembagian bansos berupa bahan pokok. Dengan jumlah masyarakat yang banyak, serta anggaran yang tidak sedikit. Dibutuhkan quality control dari pemerintah agar distribusi program ini dapat tepat sasaran dan terlaksana dengan baik.
Di sisi lain, wacana kebijakan ini juga mendapat sorotan dari perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste yakni Satu Kohinen. Ia mengatakan pemerintah terpilih nantinya perlu mewanti-wanti adanya defisit anggaran apabila program makan siang gratis diterapkan. Bahkan lebih lanjut, ia juga mengingatkan bahwa pemerintah perlu melakukan perencanaan yang cermat serta kalkulasi yang tepat dalam perhitungan anggaran agar nantinya program tersebut dapat terlaksana dengan baik (Kompas, 27 Februari 2024)
Program makan siang gratis sendiri resmi diuji cobakan pada 29 Februari 2024 lalu di beberapa sekolah yang ada di Kota Tangerang. Salah satunya di SMP Negeri 2 Curug, Tangerang. Dalam uji coba itu, pemerintah memberikan makan siang gratis dengan harga Rp 15.000 /porsi. Dengan rangkuman menu yang berbeda-beda, yakni nasi ayam, nasi semur telur, gado-gado, dan somay. Pemilihan menu tersebut juga sudah terstandardisasi melalui perhitungan gizi yang dibutuhkan serta porsi yang dipilih sesuai dengan kebutuhan siswa/siswi di sana.
Lantas, benarkah kebijakan makan siang gratis sudah efektif? Apa hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah agar kebijakan ini tepat sasaran dan terlaksana dengan baik?
1) Target Kebijakan
Perlu digaris bawahi, bahwasannya penerapan kebijakan makan siang gratis harus diperhatikan dan diawasi dengan seksama. Salah satu aspek utama yakni target kebijakan itu sendiri. Perlu pemerintah ketahui bahwa di Indonesia sendiri sekolah-sekolah yang ada tentunya berbeda statusnya. Ada yang berstatus negeri dan ada pula yang berstatus swasta. Jika kita berbicara secara umum, tentu sekolah swasta jauh lebih maju dari segi kualitas, sarana, dan program di banding dengan sekolah negeri.