Indonesia telah memasuki babak baru dalam rekam jejak kasus kejahatan korupsi. Belum tuntas kasus yang menjerat Kementerian Pertanian yang dipimpin oleh mantan Menteri Pertanian Sahrul Yasin Limpo, kini justru giliran si pimpinan KPK Firli Bahuri yang justru harus menelan pil pahit akibat kasus kejahatan pemerasan yang ia lakukan terhadap tersangka kasus berinisial SYL terungkap. Hal tersebut disampaikan oleh Direskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak setelah melakukan gelar perkara pada Rabu 22 November 2023 malam lalu.
Penetapan tersangka ketua KPK tersebut menjadi sebuah sinyal kuat yang dianggap sebagai banyak pihak bahwa itu adalah salah satu upaya baru dalam menghancurkan dan meruntuhkan citra serta muruah dari Komisi Pemberantasan Korupsi itu sendiri. Seperti sama-sama kita ketahui, prahara yang terjadi di tubuh KPK memang telah lama terjadi.
Dimulai dari tahun 2021 saat Novel Baswedan dan 56 pegawai KPK yang lain resmi dipecat sekitar 30 September 2021 lalu. Dari situlah banyak prahara dan kontroversi yang muncul di tubuh KPK. Termasuk penyerangan yang dialami oleh Novel Baswedan sehingga ia mengalami cacat permanen yakni kebutaan pada salah satu matanya. Tak cukup sampai di situ, ragam kejanggalan juga terjadi dan mencuat saat KPK diketuai oleh pimpinannya yang baru yakni Firli Bahuri yang juga pernahmenjabat Deputi Penindakan KPK sebelum diangkat menjadi Ketua KPK.
Memburuknya citra dan integritas KPK memang banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Mulai dari kepentingan yang ada di beberapa oknum, transparansi yang terus menurun dari tahun ke tahun, kurangnya sinergi dengan media dalam hal pempublikasikan hasil dari kinerja KPK kepada masyarakat umum dalam meningkatkan kepercayaan, hingga kepentingan lainnya.
Menurunnya kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia merupakan suatu perhatian serius dalam upaya memberantas korupsi di negara ini. Sejumlah faktor dapat menjadi penyebab turunnya kinerja KPK, salah satunya adalah perubahan regulasi yang mengurangi independensi dan kewenangan lembaga ini. Beberapa perubahan undang-undang yang mengurangi kekuatan KPK dalam melakukan penyelidikan, penggeledahan, dan penangkapan telah memicu kritik dari berbagai pihak. Selain itu, pergantian pimpinan KPK dan masalah internal di dalamnya juga dapat menjadi penyebab menurunnya kinerja lembaga tersebut.
Kondisi ini dapat merugikan upaya pemberantasan korupsi, karena KPK memiliki peran strategis dalam memberantas tindak pidana korupsi yang meresahkan masyarakat. Penurunan kinerja KPK menciptakan ketidakpercayaan dalam masyarakat terhadap kemampuan negara dalam memberantas korupsi yang telah lama menjadi masalah serius di Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan pihak terkait untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja KPK dan mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki situasi ini. Dukungan terhadap independensi dan kewenangan KPK, bersama dengan peningkatan transparansi dan akuntabilitas, diperlukan agar lembaga ini dapat kembali efektif dalam melaksanakan tugasnya dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Lantas, apa sebeneranya yang mempengaruhi menurunnya kinerja KPK dalam kurun 3 tahun terakhir? Benarkah ada oknum yang bermain di dalamnya?
- Perubahan Regulasi:
Perubahan regulasi terkait kebijakan dan kewenangan KPK dapat mempengaruhi kemampuannya dalam melakukan penyelidikan dan penindakan terhadap kasus korupsi. Beberapa amandemen undang-undang yang mengurangi kewenangan KPK telah menimbulkan kekhawatiran terkait independensinya. - Ketidakstabilan Kepemimpinan:
Pergantian kepemimpinan di KPK, baik secara internal maupun karena pergantian komisioner, dapat memengaruhi konsistensi dan fokus lembaga dalam menangani kasus korupsi. Ketidakstabilan kepemimpinan juga dapat memengaruhi koordinasi internal dan eksternal lembaga. - Keterbatasan Sumber Daya:
Keterbatasan sumber daya, baik itu personel maupun anggaran, dapat menghambat operasional KPK. Dengan adanya kendala ini, lembaga mungkin mengalami kesulitan dalam menangani banyaknya kasus korupsi yang kompleks dan melibatkan pihak-pihak yang kuat. - Tekanan Politik:
Tekanan politik dan campur tangan dari pihak-pihak politis tertentu dapat mempengaruhi independensi KPK. Hal ini dapat menghambat proses penanganan kasus korupsi, terutama jika terdapat keterlibatan pihak-pihak yang memiliki kepentingan politis. - Kurangnya Dukungan Publik:
Kurangnya dukungan dari masyarakat atau opini publik terhadap KPK dapat membuat lembaga ini kehilangan legitimasi. Dukungan masyarakat sangat penting untuk memberikan kekuatan moral dan mendesak pihak-pihak yang terlibat untuk bertanggung jawab. - Masalah Internal:
Masalah internal seperti kurangnya koordinasi antarpegawai, perbedaan pendapat di internal lembaga, atau adanya tindakan tidak etis dari pegawai sendiri dapat merusak integritas dan kinerja KPK. - Pertentangan dengan Lembaga Lain:
Konflik dengan lembaga-lembaga lain, terutama aparat penegak hukum lainnya, dapat menghambat proses kerja KPK dan menyebabkan ketidakefisienan dalam menangani kasus.
Penanganan menurunnya kinerja KPK memerlukan evaluasi menyeluruh terhadap berbagai faktor ini dan langkah-langkah konkret untuk mengatasi setiap tantangan yang dihadapi lembaga tersebut. Dalam menjalankan tugasnya, KPK perlu mempertahankan independensinya, mendapatkan dukungan yang kuat dari masyarakat, dan memastikan adanya sumber daya yang memadai.
#SalamLiterasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H