Lihat ke Halaman Asli

Pemimpin dan Kutu Loncat

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pernah melihat kutu loncat? Hewan kecil yang hobi melompat dari satu tempat ke tempat lain itu sering dikaitkan dengan manusia yang hobi berpindah-pindah. Misalnya, pindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain atau dari satu jabatan ke jabatan lain.

Istilah kutu loncat ini mengingatkan saya pada teman-teman yang hobi gonta-ganti pekerjaan. Masuk di perusahaan A, sekitar 3-4 bulan kemudian pindah ke perusahaan B. Lalu, dalam kurun waktu yang hampir sama, pindah ke perusahaan C. Di perusahan C pun dia tak betah lama-lama. Baru sebulan bekerja, si teman langsung browsing untuk mencari info pekerjaan baru dan akhirnya pindah ke perusahaan lain. Begitu seterusnya.

Melihat orang yang seperti ini, jujur saja, saya lelah. Pikiran saya langsung mengatakan bahwa orang ini pasti tidak pernah kerja. Bagaimana bisa kerja kalau waktu yang ada digunakan untuk browsing pekerjaan baru terus? Kapan selesainya pekerjaan yang dibebankan kepadanya? Kapan bisa memetik hasil dari pekerjaan itu?

Saking geregetannya, saya sampai berpikir, kalau saya yang punya perusahaan, nggak akan mau menerima karyawan yang CVnya sangat panjang tapi setiap bekerja di suatu perusahaan tidak pernah lebih dari setahun.

Kalau itu sampai terjadi, jelas saja akan buang-buang waktu dan tenaga. Merekrut orang itu tidak mudah, lho. Pemilik perusahaan akan menumpahkan konsentrasinya dalam memerhatikan kualitas, loyalitas, kesetiaan, dan tentu saja kejujuran calon pekerja pada perusahaan. Pemilik perusahaan sudah pasti menginginkan karyawan yang bisa bekerja dengan tulus dan tekun sampai saat “memanen” tiba. Kalau ganti-ganti karyawan terus, kapan panennya?

Kehati-hatian juga harus diterapkan dalam memilih calon pemimpin. Selain jujur dan tekun, seorang pemimpin juga wajib setia membimbing rakyatnya. Bahkan mengantarkan rakyat hingga ke tempat tujuan.

Omong-omong soal pemimpin, agaknya sesuai dengan kondisi Jakarta saat ini yang sedang mengadakan pemilihan gubernur. Apakah kita akan memilih pemimpin yang seperti “kutu loncat”?

Kali ini perhatian saya tertuju pada Basuki Tahaja Purnama alias Ahok. Seperti yang telah kita ketahui, Ahok adalah calon wakil gubernur dari Jokowi. Pada berita yang dimuat di sini saya agak terkejut dengan kiprah calon wakil gubernur ini.

Mari kita simak bersama.

·Menjadi anggota DPRD, 7 bulan kemudian mundur dan memilih untuk menjadi Bupati Belitung Timur.

·Menjadi Bupati Belitung Timur, 16 bulan kemudian mundur dan mencalonkan diri menjadi gubernur Bangka. Sayangnya, Ahok kalah.

·Menjadi DPR-RI, baru 2,5 tahun mundur (sekaligus mundur dari Golkar dan bergabung di Gerindra) lalu menjadi calon wakil gubernur DKI.

Dari rekam jejak di atas, timbul keraguan saya. Apakah jika terpilih sebagai wakil gubernur nanti, Ahok akan mengayomi masyarakat Jakarta? Bukan tidak mungkin Ahok meninggalkan sebuah jabatan demi jabatan baru yang lebih baik, meskipun tugas-tugas yang diembannya belum selesai.

Pada sumber situs yang sama, menurut pengamat politik UI, Budiyatna, dengan seringnya pindah jabatan membuat Ahok terlihat tidak amanah dan tentu saja tidak bertanggung jawab terhadap masyarakat yang telah memilihnya.

Jika dianalogikan sebagai petani, Ahok ibarat petani yang menanam padi, belum panen sudah menggantinya dengan tanaman jagung. Sayangnya, sebelum panen jagung tanaman itu sudah diganti lagi dengan tanaman yang lain. Begitu seterusnya. Lalu, kapan akan merasakan manfaatnya?

Apakah masyarakat Jakarta akan membiarkan hal ini terjadi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline