Lihat ke Halaman Asli

Inilah Penyebab Fauzi Bowo Kalah Dalam Pilgub Putaran 1

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jujur saja, saya miris melihat postingan-postingan yang beredar di dunia maya. Isinya apalagi kalau bukan tentang pemilukada DKI Jakarta yang sebentar lagi akan memasuki putaran kedua. Banyak pihak yang menyerang kubu Fauzi Bowo karena kekalahannya pada putaran pertama yang lalu. Di sisi lain, banyak juga pendukung Jokowi-Ahok yang berjingrak-jingkrak kegirangan karena idolanya memenangkan perolehan suara.

Hei, idola? Aha! Saya tahu. Dari tulisan-tulisan yang diposting, mereka menganggap Jokowi-Ahok sebagai pasangan yang diidolakan. Pasangan baru yang dielu-elukan dan disanjung-sanjung bak idola baru yang memasuki pentas. Dipuja-puja dengan penuh euphoria. Kalau diperhatikan lebih saksama, kok, para pendukung itu bukan menyanjung Jokowi-Ahok sebagai calon pemimpin yang harus mengerjakan PR berat untuk membenahi Jakarta, ya? Bukan pasangan yang dipercaya dapat membawa Jakarta ke arah perubahan yang lebih baik. Aneh juga.

Euphoria itu sebenarnya merugikan masyarakat, lho. Masyarakat awam yang tadinya ingin berpikir jernih dan memilih pemimpin yang kinerjanya sudah kelihatan, menjadi terkejut dan kemudian ikut-ikutan bergembira dalam euphoria tersebut tanpa tahu apa yang sebenarnya di-euphoria-kan.

Kalau dipikir-pikir, lucu juga ya fenomena yang dilakukan oleh pendukung Jokowi. Beberapa waktu lalu muncul games Jokowi-Ahok yang mengadaptasi Angry Birds. Beritanya bisa dilihat di sini. Lalu, belum lama ini muncul video parodi yang mendukung Jokowi-Ahok. Bedanya, Jokowi mengaku tidak tahu menahu tentang video parodi itu dan bukan tim suksesnya yang merancang.

Saya kok ingin tertawa ya melihat fenomena tersebut. Jujur saya, semua itu terkesan lucu. Lucu dalam arti sebenarnya. Lucu yang sama dengan dagelan alias lawak yang biasa ditayangkan di TV. Lama-lama saya melihat Jokowi seperti pelawak yang tampil di atas pentas, membawakan lakon yang sangat lucu untuk mengundang daya tarik masyarakat. Nah, masyarakat yang tidak mengerti inilah yang kemudian berbondong-bondong ikut menyaksikan pertunjukan, lalu bergembira bersama.

Aduuuhh, sayang sekali. Pilkada kan bukan ajang pertunjukan. Bukan arena pentas lelucon seperti yang dilakukan  oleh Jokowi dan timnya. Jakarta harus ditangani secara serius. Kandidat-kandidat gubernurnya juga harus bekerja jauh lebih serius dan meyakinkan. Bukan dengan cara hura-hura. Memangnya permasalahan Jakarta bisa diselesaikan dengan hanya tertawa bersama? Memangnya kota sebesar ini bisa dipimpin oleh orang yang hanya mau bersantai-santai? Jakarta butuh pemimpin yang serius dan jauh dari “cengengesan”.

Selama ini, saya perhatikan, Fauzi Bowo tidak pernah macam-macam dalam berkampanye. Dia menunjukkan dirinya dalam suasana yang lebih serius. Tidak ada video parodi, juga tidak ada games yang mengambil dirinya sebagai tokoh. Fauzi Bowo tampak jauh lebih cerdas dalam mempresentasikan program-programnya untuk membawa Jakarta ke arah yang lebih baik.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Fauzi Bowo juga jauh lebih jarang terekspos oleh media dibandingkan Jokowi. Bahkan banyak pihak yang mempertanyakan mengapa kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Fauzi Bowo baru “tertangkap kamera” akhir-akhir ini? Jawabannya hanya satu: Fauzi Bowo bukan pesolek media.

Jika melihat tayangan di sini , di sini, dan di sini, mata kita akan terbuka, betapa kompleksnya permasalahan Jakarta yang harus ditangani. Betapa rincinya hal-hal yang telah dilakukan oleh Fauzi Bowo sebagai gubernur DKI dalam menata kota Jakarta yang serbaruwet ini.

Apakah semua orang sudah tahu apa yang telah dilakukan oleh Fauzi Bowo? Apakah sudah semua orang menyadari bahwa apa yang telah dilakukan gubernur tersebut membawa dampak baik yang telah dinikmati setiap hari? Sayangnya tidak.

Tidak semua orang bisa menyadari bahwa berbagai macam fasilitas yang telah dinikmati di Jakarta adalah hasil kerja keras gubernur Fauzi Bowo. Sebab, Fauzi Bowo bukan tipe pesolek media. Dia tidak narsis, tidak pernah cengar-cengir degan tujuan agar dianggap akrab dengan masyarakat, jarang mengekspos diri, tidak pernah menggembar-gemborkan siapa dirinya, apa saja keberhasilannya dalam menangani Jakarta, bagaimana hati dan pikirannya terkuras untuk memikirkan kenyamanan dan kesejahteraan masyarakat, dan berjuta kelebihan lainnya. Ujungnya, semua prestasi nyata Fauzi Bowo seakan lenyap ditelan pesolek media dengan gembar-gembor hayalannya yang belum tentu terwujud.

Padahal, kalau mau jujur pada diri sendiri, banyak keunggulan Fauzi Bowo dibandingkan Jokowi, yang bisa dibaca di sini .

Masih ingin melihat keberhasilan Fauzi Bowo dalam menangani Jakarta? Silakan lihat di sinidan di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline