Ada beberapa pendapat yang akan kita perhatikan dalam hal pembuatan dialog pada naskah fiksi. Tulisan mereka sudah saya modifikasi ke dalam pemaknaan Bahasa Indonesia agar ajaran mereka dapat dipahami dan diikuti.
MARY COOK – Yang Penting Bukan Apa yang Dikatakan:
Menurut Mary dialog diperlukan untuk menunjukkan karakter tokoh di karya fiksi kita, dan harus dapat melakukan tugas itu. Bacalah beberapa novel, sebagian tokoh akan bicara pendek-pendek, singkat, dengan kata-kata tajam seperti penyanyi rap dan cepat, beberapa tokoh bahkan sebaliknya. Itu menimbulkan ritme sendiri pada masing-masing tokoh.
Ada tokoh yang suka menggunakan kata “tau gak…” di setiap kalimatnya, ada juga yang sering menggunakan kata “baiklah…” ada yang sering menggunakan bahasa gaul, ada pula yang suka menggunakan kata-kata resmi sehingga saat membaca dialog tokoh itu, anda seperti sedang membaca kamus.
Tanda baca seperti koma biasanya menandakan tokoh itu berhenti untuk bernapas sebelum melanjutkan lagi ke kata berikut. Bila satu tokoh ingin ditampilkan sebagai orang yang bicara cepat dengan banyak kata dalam satu helaan napas, penulis perlu mempertimbangkan mengurangi penggunaan tanda baca.
Penulis juga tidak perlu menggunakan tanda seru terlalu banyak. Penulis yang baik hanya menggunakan satu tanda seru, karena ketegasan si tokoh seharusnya dapat dirasakan pembaca dari kalimat dialognya.
Anda dapat belajar banyak tentang dialog realistis dengan menguping percakapan orang lain. Keseluruhan percakapan dapat diketahui dari dialog dan gestur orang-orang yang bicara untuk lebih menekankan atau memperjelas isi pembicaraan. Di supermarket, di bus, di kereta api, di ruang tunggu, penulis bebas melihat dan mendengar apapun dan itu sumber asli bagi bahan dialog di novel karya anda.
Pengunaan bahasa daerah mengharuskan penulis untuk menjelaskan artinya dan bila terlalu sering akan membuat pembaca jengkel. Belum lagi, sering ada bahasa daerah yang dapat dirasakan maknanya bila mendengar rimanya.
Waspadai dialog antar tokoh. Dalam dunia nyata setiap orang akan menggunakan kosakata, kesantunan yang berbeda dengan teman bicara yang berbeda pula. Seorang tidak akan menggunakan kata “Bro” ke ayah mertuanya. Saat ini juga sudah jarang orangtua yang memanggil “Nak” kepada anaknya, seringkali memanggil dengan namanya langsung, dalam percakapan.
Banyak-banyaklah membaca novel, cerita pendek dan film. Setiap kali mendengar dialog tanyakan diri anda, mengapa si tokoh mengatakan itu. Jika anda menyatakan bahwa si tokoh seharusnya mengatakan dengan kata-kata berbeda setiap kali dia bicara, anda sudah mulai dapat memahami penulisan dialog.
Ada hal yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Mungkin ada orang di sekitar anda melantur dengan kalimat-kalimat panjang, biar saja. Tetapi pembaca akan membuang buku anda bila ada tokoh yang bicara dengan kalimat-kalimat panjang dan melantur.