Saya memulai perjalanan keliling Asia Tenggara dari negara paling dekat dengan Indonesia yaitu Singapura. Siang-siang yang panas terik di Singapura paling cocok makan yang segar. Saya pilih rujak Singapura sebagai pilihan mengawali menikmati Singapura dalam rasa.
Rujak Singapura ini hampir mirip dengan rujak-rujak di Indonesia, perbedaan paling mencolok hanya pada bumbu. Rujak Singapura mengganti bumbu kacang yang lazim digunakan pada rujak dengan bumbu petis agar rasa lebih kuat.
Rujak Singapura sebenarnya juga terlihat lebih "meriah" dari rujak Indonesia. Selain buah-buahan yang wajib ada, tambahan gorengan bakwan dan tahu yang dicacah memberi sensasi berbeda dalam menikmati rujak.
Masih di Singapura, kurang puas jika saya hanya menikmati satu sajian saja. Wonton Noodles menjadi pilihan saya. Wonton Noodles sebenarnya berasal jauh dari negeri Cina. Kultur Singapura dan sekitarnya yang terbuka dengan ras dan suku bangsa lain membuat mie kenyal ini masuk Singapura dan langsung menjadi favorit. Dan sebetulnya wonton noodles ini bukan hanya favorit di Singapura saja, wonton noodles ada di Malaysia, Thailand, Hong Kong dan tentu saja Ghuangzhou sebagai asal muasal wonton noodles.
Saat menyantap wonton noodles, saya sedikit teringat dengan mie paling favorit di Indonesia. Silakan tebak mie apa itu. Wonton noodles yang kebetulan saya santap bertopingkan sawi hijau segar dengan pangsit basah ukuran besar. Kuahnya sangat terasa rempahnya. Saya sampai tak ingin menambahkan sekedar saus ataupun kecap agar rasa asli wonton noodles tidak berubah.
Beranjak malam di Singapura harus dinikmati dengan santap kuliner pinggiran di pelabuhan. Disana ada menu seafood seperti Singaporean Chili Crab yang menggoda selera. Kepiting Singapura yang dimasak dengan bumbu pedas adalah makanan otentik dari Singapura. Makanan ini telah ada sejak tahun 1950an dan menjadi ciri khas dari kuliner Singapura.
Selain Singaporean Chili Crab ada juga Singaporean Noodle, mie ala Singapura. Mie goreng yang dimasak dengan jamur dan potongan-potongan sawi serta udang akan menambah pengalaman rasa di Singapura. Kuliner khas Singapura tadi juga dapat ditambah dengan Hainan Chicken yang lezat sebagai penambah santap makan. Ayam ala Hainan tentu saja tidak terkalahkan soal rasa karena cara memasak dengan teknik merebus kaldu adalah teknik memasak ayam paling sempurna.
Kurang puas di Singapura saya melanjutkan perjalanan ke negara sebelahnya, Malaysia. Indonesia dan Malaysia seperti kembar yang terpisahkan. Ragam kulinernya hampir sama namun dengan nama yang berbeda.
Saya mengawali Malaysia dalam rasa dalam kudapan yang manis. Dadar Gulung Pandan dan Sago Gula Malaka menjadi pilihan pertama saya. Dadar gulung pandan ini tampilannya mirip lumpia. Kulit luarnya adalah dadar gulung yang entah kenapa bisa berwarna hijau, kemungkinan memang terpadu dengan pandan yang menjadi bahan baku. Isi didalamnya adalah parutan kelapa yang tercampur manis dengan gula aren, mirip-mirip dengan apa yang ada di Indonesia? Iya kalau menurut saya.
Satu lagi makanan yang mirip-mirip adalah Sago Gula Malaka, kalau kalian pernah mencoba Jenang Mutiara khas tanah Jawa, nah selamat! Sago Gula Malaka adalah kembarannya. Namun saya justru lebih memilih cara penyajian Sago Gula Malaka yang lebih ringan di mulut, tidak sekenyal jenang mutiara dan tentu saja rasanya lebih manis.
Satu kuliner khas Malaysia yang walaupun mirip-mirip yang ada di Indonesia namun rasanya tiada dua adalah Nasi Lemak. Boleh kalian sebut ini adalah nasi gurih, nasi uduk, nasi liwet atau semacamnya namun jika sudah disajikan langsung oleh dan di Malaysia sana. Saat kalian menyantapnya, boleh saya bilang kalian akan merasakan foodgasm. Nasi Lemak ini enaknya luar biasa, kita sebagai warga Indonesia wajib berdamai dengan Malaysia atas dasar Nasi Lemak.