Lihat ke Halaman Asli

Dia yang dalam Paradoks

Diperbarui: 26 Februari 2018   15:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pictame.com

Ramayana... Kisah klasik yang begitu terkenal diseantero jagad raya ini, hampir bisa dibilang semua orang tahu akan kisah ini. Jika memang tak tahu mungkin dia baru saja lahir atau ia adalah makhluk yang baru datang dari Mars (Bisa jadi iIa kawannya si PK.. hehe). Selalu saja ada dua sisi yang ditampilkan para penyaji ceritera, HITAM dan PUTIH. 

Disisi Hitam Rahwana selalu saja di anggap sebagai biang rusuh pembuat masalah dalam kisah ini. Ia digambarkan sebagai Raksasa dengan dasamuka, yang dipersalahkan karena menculik sang Dewi Shinta. Ia dikatakan sebagai kejahatan yang berlawanan dengan Ramawijaya sang kebaikan. Kejam, Bengis, segala keburukan ditimpakan pada dirinya.

Di sisi berlawanan, sang Ramawijaya ditampilkan seolah sempurna tanpa cela, Wajahnya ganteng menawan (bayangkan sja afgan dimasa kini masih lewat oleh sang Rama). Punya kebaikan luar biasa, lembut, bijaksana dan sebagainyalah.. karena susah sekali untuk digambarkan kesempurnaannya.

Hanya saja, kadang tergelitik rasanya pikiran kita tentang perilaku kedua pentolan Ramayana ini. Perlu rasanya menatap dan melihat lebih dalam mengenai keduanya, siapa yang sebenarnya kebaikan dan siapa yang menjadi keburukan/kejahatan.

SISI RAHWANA

Prabu Rahwana sang Raja Alengka dengan gelar dasamukaini memang memiliki wajah yang bisa dibilang sangat tidak menarik, teramat jauh jika harus kita bandingkan dengan Ramawijaya (tak bisa dibayangkanlah 1:9 ..hehe). Namun dibalik sisi seram yang tertampil dari wajahnya ternyata ia merupakan raja yang luarbiasa. Digambarkan bahwa kerajaan Alengka begitu sejahtera serta aman dari gangguan.

Ini berarti, berlawanan dengan penggambaran sebelumnya yang mengatakan bahwa ia kejam, sumber kekacauan. Maka perhatikanlah oleh kita, Seluruh rakyatnya rela memberikan jiwa raga saat pasukan kera yang dipimpin Ramawijaya menyerang alengka. Sekali lagi kita disajikan hal yang aneh, penggambaran awal tentang raja yang kejam ini   menjadi tersapu. Kok bisa, Raja yang kejam dibela mati-matian oleh rakyatnya??

Kedua, Rahwana ini memiliki pengetahuan dan kesaktian yang luarbiasa tinggi. Tak mungkin anugerah ini bisa didapat dari guru yang hebat oleh raja yang bodoh dan kejam, bahkan dewa pun mengakui kehebatannya. Dia melalui tapa yang begitu panjang demi mendapatkan banyak kesaktian dan pengetahuan. Sehingga melewatkan sayembara mendapatkan cinta Shinta sang dewi saat dia masih bertapa. Kalu tidak bukan tidak mungkin Ramawijaya dikalahkannya.

Ketiga, selama di Alengka sang dewi yang jadi rebutan Shinta,Tak pernah satu kali pun disakiti dan atau dipaksa sang Rahwana untuk menjadi milikntya. Padahal jikalau mau bisa saja sang raja memenuhi keinginannya. Namun apa yang ia ucapkan, "Aku tak akan menyentuhmu wahai dewiku, sebelum mampu menyentuh hatimu..". Sebuah komitmen yang dibuktikannya sampai akhir nafas terhenti. 

Pada saat ada dewi Shinta, sisi romantis Raja Alengka ini keluar. Setiap saat ada kesempatan disambangi olehnya sang dewi, disampaikan bermacam rayuan padanya. "Ohh adindaku, sang dewi yang mengiasi pikiranku selalu Bagaimana dirimu hari ini? Jangan bersedih, tersenyumlah. Karna tak boleh ada air mata yang keluar saat kau disini"

Diberi rayuan semacam ini terus menerus selama bertahun-tahun sebenarnya sang dewi hampir goyah. Namun ia tetap berusaha menepis rasa yang mulai tumbuh dihati untuk Rahwana. Meski demikian Ramawijaya tetap dihatinya, sehingga Ia tetap meminta Sang Rahwana Untuk tidak membunuh belahan jiwanya. Begitu cintanya Rahwana Hingga Ia pun mengiyakannya.Kalau lah tidak demi melihat senyum Shinta Tentu ia akan Menghabisi sang Rama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline