Lihat ke Halaman Asli

Ketika Dosa Dianggep Biasa

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalo kita terkagum2 lihat atlit bulu tangkis di televisi yang begitu jago memainkan raket, sebenarnya kita memang hanya melihat dan mengagumi keadaannya sekarang. Di balik itu, biasanya si atlit ternyata udah megang raket sejak (misalnya) usia lima tahun. Dan setiap hari di latih ayahnya di lapangan. Begitu terus menjadi rutinitas dan kebiasaannya sehari2. Bahkan ada atlit renang (itu lho keluarga Nasution) yg pagi dan sore selalu berlatih di kolam bersama ayahnya. Pagi dan sore berenang coba. Ckckck. Pantetan aja berprestasi ya. Next. Kalo kita terkagum2 lihat Messi menggiring bola di kakinya seperti lengket, bola kaya ada lem-nya, sebenarnya karena sejak usia lima tahun dia udah terbiasa berlatih bola bersama ayahnya. Setiap hari berlatih selama bertahun2, ga heran deh kalo kemudian gedenya jadi pencetak gol terbanyak Barcelona sepanjang sejarah. Contoh lain, Kalo kita pengen punya badan kotak2, langsing, perut sixpack kaya artis Vino Bastian di film Realita Cinta dan Rock n Roll, itu juga sebenarnya karena si Vino ini punya kebiasaan fitness, kerja keras berlatih dan menjaga banget pola makannya. Kalo kebiasaan kita tiap hari makan junk food dan minum soft drink tanpa olahraga, gimana bisa punya badan sixpack, lha wong kebiasaannya aja udah beda banget. Misalnya nih, satu kali porsi makan kita itu 600 kcal (x3 berarti 1800 tuh, belum lagi nambah cemilan dsb), sementara kerja kantoran 8 jam sehari hanya membakar 900 kcal, maka jangan tanya kenapa perut jadi gendut begini. Jauh banget dari sixpack yg kita harapkan, karena kebiasaan yg dilakukan memang seperti langit dan bumi.

Jadi semuanya emang berawal dari kebiasaan. Dan seperti itu lah kira2 sebagian kecil pembahasan yang ditulis Ustadz Felix Siauw dalam bukunya How To Master Your Habits. Udah baca kan? Itu tuh cover bukunya. Buku ini bagus banget, recommended pokoknya. Sayang kalo ngga dibaca. Dengan bahasa khas nya yang ceplas-ceplos dan ringan, buku ini bakal memotivasi kita dari A sampe Z supaya kita mulai bersemangat utk membuat kebiasaan2 baru yg baik, terutama bagi umat Muslim. Tapi tulisanku ini emang bukan tentang resensi buku kok. Aku cuma mau bilang, terutama untuk diriku sendiri, bahwa baik atau engga nya kita emang tergantung dari kebiasaan. So terserah kita. Kita cuma punya waktu 24 jam sehari. Dari waktu yg cuma sedikit itu mau membiasakan apa? Yang baik atau yang buruk. Misalnya, ketika setiap sholat Subuh kita membiasakan diri untuk sholat di rumah, maka itu sama aja dengan kita membiasakan diri setiap Subuh untuk tidak sholat di masjid. Nah lho, gimana kalo ternyata kebiasaan yg selalu kita lakukan itu kebiasaan buruk. Kalo kata Ustadz Yazid Jawas -hafidhahullah-, orang yang punya kebiasaan berbohong, maka dianggapnya berbohong itu bukan dosa. Abis udah biasa sih, tinggal nyeplos aja. Maka dia akan bohong dan bohong lagi tanpa rasa bersalah. Misalnya orang yg suka ngerumpi, bisik2 seru, sambil lirik2 kanan kiri ngomongin ibu anu, ibu itu, istrinya pak anu, itu tetangganya bu inu. Bisa jadi mereka juga anggep itu bukan dosa, bukan ghibah, bukan bergunjing, karena hampir tiap hari mereka duduk2. Mereka mgkn menganggapnya "berdiskusi" yg mengasyikkan, padahal seperti memakan bangkai saudaranya sendiri. Contoh lain lagi adalah orang yg terbiasa membuka auratnya, maka itu pun dianggapnya bukan dosa, karena setiap hari penampilannya memang begitu. Temen2nya di kampus juga begitu. Artis2 di tv juga begitu. Biasa aja. Bukan dosa katanya. Dan begitu juga bagi kita yg melihat nih. Orang yg terbiasa melihat aurat orang lain (di televisi atau di jalan, misalnya) dianggapnya itu juga hal yg biasa, bukan dosa. Akhirnya dosa pun dianggap hal biasa. Seperti lalat yang menempel di hidung yang bisa disingkirkan dgn mudah. Ternyata kita setiap hari terbiasa berbuat dosa yg kita anggep bukan dosa. Dan kalau dosa udah dianggep biasa, maka makin sulit bagi kita untuk bertaubat. Kalo kata Ustadz Abdullah Taslim -hafidhahullah-, menunda2 taubat itu pun termasuk berbuat maksiyat. Na'udzubillahi mindzalik. Jlebb jlebb. Akibatnya apa? Sholat jamaah ke masjid kan gampang, tinggal jalan aja kok, tapi kita malas melakukan. Shodaqoh gampang, uang ada kok, tapi kita malas melakukan. Itu sebenarnya karena dosa dan maksiyat yang selalu kita lakukan telah menghijab kita dari kebaikan. Allah Ta'ala berfirman, "Raana 'alaa quluubihim maa kaanuu yaksibuun." Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka. (QS. Al Muttaffifiin : 14). Mudah2an tulisan ini kembali menyemangati diriku sendiri utk mengganti kebiasaan2 buruk dgn kebiasaan2 baik. Daripada terbiasa mencela orang lain, lebih baik terbiasa introspeksi, karena ternyata -astaga- kita ini ngga lebih baik daripada orang yg kita cela. Daripada sibuk berdebat, lebih baik sibuk mengamalkan, karena menimba ilmu itu memang untuk diamalkan, bukan untuk dipamer-pamerin supaya orang lain nganggep kita ini orang yg pinter. Semoga bermanfaat. Barakallahu fiikum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline