Lihat ke Halaman Asli

Mohammad Nur Ardiansyah

Mahasiswa S1 Universitas Negeri Malang

Ayo Cegah Perilaku Bunuh Diri Dengan Berpikir Secara Positif, Mahasiswa!

Diperbarui: 4 Januari 2024   05:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

1. PENDAHULUAN

  • Para mahasiswa yang umumnya berusia 18-24 tahun merupakan masa dimana individu masuk ke tahap dewasa awal, pada tahap dewasa awal ini individu menyesuaikan dirinya mengenai pola kehidupan yang baru dan berbeda dari kehidupan remaja serta harapan sosial tinggi yang berasal dari keluarga untuk di bebankan kepada mahasiswa. Pada tahap dewasa awal ini juga para mahasiswa cenderung mencari hal-hal mengenai jati dirinya dengan dipenuhi berbagai perasaan, seperti kebahagiaan dan kesedihan yang dicampur aduk menjadi satu selama proses pencarian jati diri berlangsung serta perasaan kebingungan menghadapi berbagai masalah yang akan dihadapi oleh individu tersebut sehingga akan muncul rasa depresi yang akan memunculkan juga pikiran negatif untuk melakukan perilaku bunuh diri. Ide bunuh diri merupakan gambaran, pikiran, dan keyakinan yang dimiliki oleh individu yang memiliki keinginan untuk mengakhiri hidupnya. Bunuh diri merupakan wujud nyata dari perasaan yang tersakiti atau luka yang sangat dalam dan memiliki harapan pertolongan yang sangat rendah terhadap individu. Berdasarkan data dari Pusat Informasi Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (PUSIKNAS POLRI), tercatat terdapat 971 kasus bunuh diri yang terjadi di Indonesia dari bulan Januari sampai Oktober 2023.
  • Akhir-akhir ini sering kita mendengar terdapat berita mengenai kasus percobaan bunuh diri dan bunuh diri yang dilakukan oleh para mahasiswa, Seperti kasus bunuh diri Mahasiswa baru UMY yang melompat dari lantai 4 gedung asrama, Mahasiswa UNNES yang melompat dari Mall Paragon Semarang, Mahasiswa Unair yang ditemukan meninggal didalam mobil karena menghirup gas beracun, dan yang terbaru oleh Mahasiswa UB melompat dari lantai 11 FILKOM UB yang terdampar di lantai 4 FILKOM UB. Hal ini menjadi kekhawatiran bagi kita semua dan memikirkan banyak penyebab mengapa para mahasiswa se-berani dan se-nekat itu melakukan hal tersebut, yaitu salah satunya mengenai tekanan mental yang berasal dari lingkungan keluarga, lingkungan pertemanan, dan ditambah lingkungan perkuliahan yang menyebabkan para mahasiswa depresi dan memiliki pikiran negatif untuk melakukan perilaku negatif bunuh diri. Perguruan tinggi yang awalnya menjadi tempat menyenangkan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan bagi para mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan atau nilai yang ada didalam dirinya, berubah menjadi tempat yang penuh persaingan, tekanan, dan hinaan sehingga menjadi tempat yang sangat menyeramkan bagi sebagian mahasiswa. Oleh karena itu, diperlukan salah satu cara untuk menekan dan mencegah perilaku buruk dari bunuh diri, yakni mengubah pikiran negatif untuk bunuh diri menjadi pikiran positif untuk dapat yakin menyelesaikan berbagai permasalahan yang akan dihadapi oleh para mahasiswa.

2. ISI

  • Sebagian besar perilaku percobaan bunuh diri para mahasiswa muncul disebabkan karena keinginan untuk melarikan diri dari perasaan yang tidak bisa ditahan, seperti dendam, isolasi sosial, dan kebencian. Perasaan kehilangan memainkan peranan yang penting untuk mendorong individu melakukan perilaku bunuh diri. Sebelum individu memikirkan percobaan bunuh diri, biasanya mereka akan menyakiti dirinya terlebih dahulu, seperti menyayat tangan mereka dengan pisau. Individu yang melakukan hal tersebut merasa tidak sakit dengan apa yang dilakukannya, melainkan individu akan mendapatkan perasaan tenang dan senang serta cenderung menyalahkan dirinya sendiri setelah melakukan hal tersebut sehingga akan muncul perasaan depresi yang membuat pikiran individu menjadi semakin negatif. Oleh karena itu, dibutuhkan salah satu alternatif untuk mencegah maraknya bunuh diri yang dilakukan oleh mahasiswa, yaitu Cognitive restructuring atau merekontruksi ulang pikiran dari mahasiswa yang negatif menjadi pikiran yang lebih positif. Merekontruksi ulang pikiran negatif dari mahasiswa menjadi pikiran positif menjadi salah satu alternatif permasalahan yang dapat dilakukan. Merekontruksi ulang pikiran dari mahasiswa lahir dari terapi kognitif (Pikiran) dalam konseling yang menekankan aspek kekuatan pikiran yang positif dan logis yang dapat digunakan kepada mahasiswa yang pikirannya terpolarisasi, menunjukkan ketakutan dan kecemasan pada saat situasi-situasi tertentu atau dapat juga bereaksi secara berlebihan mengenai masalah-masalah yang dihadapinya.
  • Rekontruksi kognitif merupakan salah satu teknik dari pendekatan terapi kognitif, Rekontrusi kognitif dapat disebut juga sebagai teknik mengoreksi memutarbalikkan pikiran yang menekankan pada perubahan pola pikir negatif mahasiswa mengenai masalah yang dihadapinya. Tujuan dari rekontruksi kognitif yang terbagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari rekontruksi kognitif yaitu, (1) mengubah pola pikir negatif mengenai permasalahan yang dihadapi menjadi pola pikir yang lebih positif, (2) membantu mencapai respon emosional supaya individu dapat membentuk kebiasaan yang lebih baik, (3) membantu mengubah kebiasaan-kebiasaan pola pikir yang negatif menjadi pola pikir yang membangun. Sedangkan tujuan khusus dari rekontruksi kognitif, yakni (1) mengevaluasi tingkah lakunya yang menekankan pada hal pribadi yang bersifat negatif, (2) Mengenali pola pikir dan perasaan yang dimiliki pada saat itu, individu dapat memperluas masalahnya sehingga permasalahan tersebut semakin terlihat, (3) Mengubah pola pikir yang salah, (4) Membantu inidvidu untuk dapat belajar bertanggung jawab mengenai permasaahannya, (5) Membantu individu untuk menghentikan pernyatan-pernyataan yang diungkapkan oleh individu secara negatif dengan menggantinya menjadi pernyataan-pernyataan yang positif agar individu dapat lebih bersemangat. Terdapat tanda-tanda ketika individu sudah memiliki ide untuk bunuh diri, yaitu (1) Sering membicarakan atau memikirkan mengenai kematian, (2) Suasana hati yang sering berubah, contohnya 15 menit yang lalu tertawa, 15 menit kemudian merasa bahwa dia sedang sedih, (3) Mencoba untuk menyakiti dirinya sendiri, (4) Pernah menyampaikan atau mengancam ingin melakukan bunuh diri, (5) Sering menyendiri atau menarik diri dari lingkungan tempat tinggalnya, (6) Sering merasa cemas atau gelisah dalam memikirkan sesuatu, (7) Individu yang sering ceria berubah menjadi sering murung, (8) Kehilangan minat melakukan hal yang sebelumnya dia minati, (9) Merasa tidak memiliki masa depan, (10) Mulai mencari informasi mengenai cara melakukan bunuh diri.
  • Salah satu penerapan teknik rekontruksi kognitif yang dapat digunakan oleh individu adalah membuat catatan harian berisi pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan sebelum, selama, sesudah mengalami suatu peristiwa yang penuh dengan tekanan. Hal ini bertujuan untuk menyadarkan pola pikir perasaan yang dimiliki oleh individu yang negatif untuk segera diganti menjadi pola pikir dan perasaan yang positif yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi yang dimiliki sehingga permasalahan yang dihadapi akan dapat diselesaikan secara baik. Contohnya, Individu yang merasa memiliki beban yang ditanggung dari keluarga berharap anaknya menjadi anak yang luar biasa, tetapi kenyataannya hanya menjadi anak biasa saja. Individu dalam mengerjakan tugas atau ujian selalu berpikir untuk mendapatkan nilai sempurna dengan melalukan segala cara baik secara positif dan negatif daripada fokus untuk mengerjakan tugas atau ujiannya dengan baik sehingga hasil yang diperoleh dengan sangat baik. Individu yang memiliki permasalahan tersebut alangkah baiknya membuat catatan harian mengenai peristiwa tersebut yang sangat menekan pada dirinya sehingga pada saat membaca kembali catatan harian tersebut, individu dapat memiliki pandangan baru secara positif menghadapi peristiwa atau permasalahannya tersebut.

3. PENUTUP

  • Maraknya kasus bunuh diri yang dilakukan mahasiswa akhir-akhir ini sangat meresahkan bagi kita semuanya, terdapat berbagai faktor yang dapat memengaruhi bunuh diri yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut sehingga kita sebagai individu yang berada di sekitarnya harus menghapus stigma bunuh diri dan selalu memotivasi agar individu yang memiliki ide untuk melakukan bunuh diri dapat kita cegah bersama-sama. Selain itu, terdapat teknik rekontruksi kognitif dengan tujuan untuk membantu individu yang memiliki pola pikir dan perasaan yang negatif berusaha untuk mengubahnya menjadi pola pikir dan perasaan yang positif dengan melakukan berbagai catatan harian pada peristiwa yang sangat menekankan pada dirinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline