Lihat ke Halaman Asli

Kuliner Bukan Hanya Soal Rasa

Diperbarui: 25 Februari 2017   20:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Nasi Goreng Thiwul"][/caption]

Seringkali kita jumpai pedagang pinggir jalan di kota besar maupun setingkat kecamatan. Ada yang menyediakan kebutuhan sandang, warung kelontong, atau kuliner dan lain sebagainya. Tentu saja para pedagang mempunyai sasaran konsumen sendiri-sendiri. Disini saya akan sedikit berbagi tentang pengalaman pribadi mengenai Kuliner.

Ya, Kuliner adalah salah satu usaha yang paling mudah dijalankan (tentu saja bagi yang mempunyai bakat maupun tekad dalam bidang ini). Selain menjadi kebutuhan yang paling mendasar, makanan juga menjadi gaya hidup seseorang untuk menunjukkan status sosial. Tentu saja bisa dipamerkan di sosial media, entah Instagram,Facebook,Path dan lain sebagainya, secara otomatis seseorang akan merasa "wah" ketika bisa menyantap makanan yang lagi "In" dikalangan pengguna sosial media.

Nahh,, bagaimana "seharusnya" pemilik usaha menjalankan bisnisnya. Oleh karena banyak yang hanya modal nekat akhirnya gulung tikar, saya sendiri pernah mengalami hal semacam ini. Bukan karena dagangan kurang laku, namun lebih ke rasa bosan saya menjalankan usaha kuliner.

kita harus berpikir jangka panjang untuk menjalankannya, oleh karena modal yang telah dikeluarkan agar tidak sia-sia. Tentu saja kita melihat pasar, atau sasaran konsumen yang kita tuju, dan menguji kualitas maupun rasa masakan sebelum memasarkannya. Tetapi yang paling penting adalah servis atau cara melayani konsumen, ini salah satu kunci yang sering diabaikan oleh pemilik usaha. Over PD dalam menjual produk yang dirasa sudah diatas standar dengan mengabaikan pelayanan sama saja "bunuh diri".

Seringkali saya mampir di warung langganan, dimana saya pergi ke luar kota, oleh karena keramahan pemilik warung,meskipun rasa masakannya ya biasa-biasa saja. Tentu saja budaya Indonesia dengan keramahannya harus diaplikasikan dalam hal apapun. Indonesia berbeda dengan negara lain yang mengabaikan hal ini. Cerita teman saya yang pernah pergi ke Eropa, membeli sesuatu dan membayarnya tanpa banyak basa-basi pedagangpun menyodorkan uang kembalian dengan tangan kiri, mereka juga biasa-biasa saja, lagi-lagi budaya yang menjadi alasan. Jika perilaku serupa diterapkan di Indonesia, saya yakin tidak ada pembeli yang datang lebih dari dua kali, dengan kata lain "Kapok".

Terkadang saya juga pernah menjumpai pedagang yang model begini, acuh terhadap pembeli, pluss "nggepuk rega" biasanya ya pedagang yang di tempat wisata atau tempat dimana Bus AKAP singgah untuk istirahat. Tujuan pedagang yang seperti itu tidak mencari pelanggan, hanya berpikir bagaimana mendapat untung yang banyak. Padahal tempat-tempat tersebut tidak hanya dikunjungi sekali dua kali saja oleh pengunjung yang sama. Itulah pentingnya berpikir jangka panjang dalam menjalankan usaha.

Poin terpentingnya, Kuliner itu bukan hanya menyajikan makanan yang Enak, tetapi pelayanan yang istimewa adalah kunci utama. Karena kenyamanan saat menyantap makanan yang kita pesan akan menambah nikmatnya rasa itu sendiri.

Selain Keramahan dan Rasa, satu hal yang juga penting seiring dengan perkembangan jaman, buatlah dekorasi tempat maupun cara penyajian masakan yang semenarik mungkin, jangan mengabaikan kekuatan dunia maya. Para pelanggan anda dengan senang hati "mengiklankan" jika mendapat kepuasan dari serfis,penyajian & kelezatan masakan anda.

Sedikit Ulasan dari saya, semoga bermanfaat, selamat menjalankan usaha..

 

Ardi Gunawan, Baturaja




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline