Pada saat umat manusia dalam kegelapan dan kehilangan pegangan hidupnya, lahirlah ke dunia dari keluarga yang sederhana di kota Mekah. Seorang bayi yang kelak membawa perubahan besar bagi sejarah perabadan dunia. Bayi itu yatim, Ayahnya yang bernama Abdullah meninggal 7 bulan sebelum dia lahir. Kehadiran bayi itu disambut oleh kakeknya Abdul Muthalib dengan penuh kasih sayang dan kemudian bayi itu dibawanya ke kaki Ka'bah. Di tempat suci inilah bayi itu diberi nama Muhammad, suatu nama yang belum pernah ada sebelum-nya. Menurut penanggalan para ahli, kelahiran Muhammad itu pada tanggal 12 Rabiulawal tahun Gajah.atau tanggal 20 April tahun 572 M.
Nabi Muhammad saw. adalah keturunan dari Qushai pahlawan suku Quraisy yang telah berhasil menggulingkan kekuasaan Khuza'ah atas kota Mekah. Ayahnya bernama Abdullah Bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdulmanaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah dari golongan Arab Bani Ismail. Ibunya bernama Aminah binti Wahab bin Abdulmanaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah.
Nabi Muhammad saw. Beliau diserahkan oleh ibunya kepada seorang perempuan yang baik Halimah Sa'diyah dari Bani Sa'ad kabilah Hawazin, tempatnya tidak jauh dari kota Mekah. Di perkampungan Bani Sa'ad inilah Nabi Muhammad saw. diasuh dan dibesarkan sampai berusia lima tahun.
Sesudah berusia lima tahun, Muhammad saw. diantarkannya ke Mekah kembali kepada ibunya. Siti Aminah. Setahun kemudian yaitu sesudah ia berusia kira-kira enam tahun, beliau dibawa oleh ibunya ke Madinah, bersama-sama dengan Ummu Aiman, sahaya peninggalan ayahnya. Maksud membawa Nabi ke Madinah, pertama untuk memperkenalkan ia kepada keluarga neneknya Bani Najjar dan kedua untuk menziarahi makam ayahnya. Mereka tinggal di sana kira-kira satu bulan, kemudian pulang kembali ke Mekah. Dalam perjalanan mereka pulang, pada suatu tempat, Abwa' namanya, tiba-tiba Aminah jatuh sakit sehingga meninggal dan dimakamkan di sana juga. Betapa sedih hati Muhammad, dari kecil beliau tidak mengenal ayahnya dan kini harus berpisah pula dengan ibunya.
Sesuai dengan wasiat Abdul Muthalib, maka Nabi Muhammad saw. diasuh oleh pamannya Abu Thalib. Kesungguhan dia mengasuh Nabi serta kasih sayang yang dicurahkan kepada keponakannya ini tidaklah kurang dari apa yang diberikannya kepada anaknya sendiri. Selama dalam asuhan kakek dan pamannya, Nabi Muhammad saw. menunjukan sikap yang terpuji dan selalu membantu meringankan kehidupan mereka.
Ketika berumur 12 tahun, Nabi Muhammad saw. mengikuti pamannya, Abu Thalib membawa barang dagangan ke Syam. Sebelum mencapai kota Syam, baru sampai ke Bushra, bertemulah kafilah Abu Thalib dengan seorang pendeta Nasrani yang alim, Buhaira namanya. Pendeta itu melihat ada tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad saw. Maka dinasehatilah Abu Thalib agar segera membawa keponakannya itu pulang ke Mekah, sebab dia khawatir Kalau-kalau Muhammad saw. ditemukan oleh orang Yahudi yang pasti akan dianiayanya (dalam riwayat lain kaum Yahudi akan membunuhnya). Abu Thalib segera menyelesaikan dagangannya dan kembali ke Mekah.
Dalam masa menuju kedewasaan, Nabi Muhammad saw. mulai berusaha sendiri dalam menghidupi kehidupannya. Karena beliau terkenal orang yang jujur, maka seorang janda kaya bernama Siti Khadijah mempercayai beliau untuk membawa barang dagangan ke Syam. Dalam perjalanan ke Syam ini, beliau ditemani oleh seorang pembantu Siti Khadijah yang bernama Maisarah. Setelah selesai menjualbelikan barang dagangan di Syam, dengan memperoleh laba yang tidak sedikit, mereka pun kembali ke Mekah.
Sesudah Nabi Muhammad saw. pulang dari perjalanan ke Syam itu, datanglah lamaran dari pihak Siti Khadijah kepada beliau, lalu beliau menyampaikan hal itu kepada pamannya. Setelah tercapai kata sepakat pernikahan pun dilangsungkan, pada waktu itu umur Nabi 25 tahun sedang Siti Khadijah 40 tahun.
Dalam perjalanan hidup beliau sejak masih kanak-kanak hingga dewasa dan sampai diangkat menjadi Rasul, beliau terkenal sebagai seorang yang jujur, berbudi luhur dan mempunyai kepribadian yang tinggi. Tak ada sesuatu perbuatan dan tingkah lakunya yang tercela yang dapat dituduhkan kepadanya, berbeda sekali dengan tingkah laku dan perbuatan kebanyakan pemuda-pemuda dan penduduk kota Mekah pada umumnya yang gemar berfoya-foya dan ber mabuk-mabukan. Karena kejujurannya dalam perkataan dan perbuatan, maka beliau diberi julukan "Al-Amin" artinya orang yang dapat dipercaya.
Ketika menginjak usia empat puluh tahun, Muhammad saw. lebih banyak mengerjakan tahannuts daripada waktu-waktu sebelumnya. Pada bulan Ramadhan dibawanya perbekalan lebih banyak dari biasanya, karena akan bertahannuts lebih lama daripada waktu-waktu sebelumnya.
Pada malam 17 Ramadhan, bertepatan dengan 6 Agustus tahun 620 Masehi, di waktu Nabi Muhammad saw. sedang bertahannuts di gua Hira, datanglah Malaikat Jibril membawa tulisan dan menyuruh Muhammad saw. untuk membacanya, katanya: "Bacalah": Dengan tubuh gemetar Nabi Muhammad saw. menjawab: "Aku tidak dapat membaca". Beliau lalu dirangkul beberapa kali oleh Malaikat Jibril sehingga nafasnya sesak, lalu dilepaskan olehnya seraya disuruhnya membaca sekali lagi: "Bacalah": Tetapi Muhammad saw. masih tetap menjawab: "Aku tidak dapat membaca": Begitulah keadaan berulang sampai tiga kali, dan akhirnya Muhammad saw. berkata: "Apa yang ku baca?". Kata Jibril Artinya: "Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menjadikan. Yang menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu teramat Mulia. Yang mengajarkan dengan pena (tulisan baca). Mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Surat (96) Al 'Alaq ayat 1-5).