Ia tengah memikirkan kondisi ekonomi rumah tangganya. Anak sulungnya kini sudah saatnya masuk sekolah TK. Sebagai kepala rumah tangga, ia bukan hanya memikirkan bagaimana bisa mencukupi kebutuhan makan keluarga saja, tapi juga pendidikan anak-anak.
Sementara hasil dagangannya tak selalu membuahkan hasil yang baik. Kadang habis, tapi lebih seringnya dikembalikan warung.
'Aku ini mantan guru. Kenapa aku harus merisaukannya? Aku juga tahu alur administrasi pendidikan' batinnya menepis kekawatiran.
Ia pun browsing mencari silabus dan RPPM (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mingguan) untuk jenjang pendidikan Taman Kanak-kanak lalu mengajarkan pada anaknya.
***
Langit tak lagi cerah seperti saat memulai aktifitas barunya. Membawa beberapa jajanan yang siap untuk di titipkan ke warung-warung. Ini sudah setengah perjalanan. Satu dua rintik gerimis mulai mengena ke kulit tangannya.
Dan kini kian rapat. Ia menepikan motornya di teras toko yang tutup, mungkin yang punya toko sedang libur. Sedikit melongok jajanannya yang masih tinggi tersusun rapi di atas jok motornya. Kekawatiran itu muncul jika gerimis yang semakin rapat ini berubah menjadi hujan deras. Alamat mogok kerja.
Ia kembali beristighfar, berharap hanya kepada Allah akan kemudahan. Allahumma la sahla illa ma ja'altahu sahla, wa anta taj'alul hazna idza syi'ta sahla. Ya Allah tidak ada kemudahan kecuali yang Engkau buat mudah. Dan Engkau menjadikan kesedihan (kesulitan), jika Engkau kehendaki pasti akan menjadi mudah.
Ia menyemangati dirinya dengan membayangkan wajah kedua putrinya. Ralin dan Rasha. Bulan ini putri pertamanya memasuki usia genap empat tahun. Sedangkan putri keduanya berusia tiga tahun setengah. Hujan masih belum berhenti. Ia sambil menyaksikan gemericiknya air yang jatuh menyentuh aspal. Memori itu hadir kembali...
Ia dipermalukan di depan para siswanya. Oleh salah satu orangtua siswa yang tak terima anaknya didisiplinkan. Sebelumnya peraturan sekolah sudah jelas, bahwa rambut siswa laki-laki tidak boleh lebih panjang dari tujuh centimeter.