Hari ketiga Ramadan mereka diberangkatkan. Samsul ditempatkan dekat dengan kota Medan, yaitu Berastagi. Ia dikenalkan dengan kepala desa setempat, Pak Bangun namanya.
"Jangan kam[1] paksakan membantunya!" ujar salah satu penduduk setempat, yang sedang beristirahat di pondok kecil di tengah ladang. Samsul mengisi harinya dengan membantu masyarakat setempat di ladang. Kota Berastagi berada di kaki gunung sehingga mayoritas penduduknya bercocok tanam.
"Anakku yang paling besar gak mau belajar agama. Sekarang barulah, ada acara PKR -Pesantren Kilat Ramadhan- di sekolah. Baru tadi pagi pas subuh menelepon, katanya malu dia sama kawan-kawannya, karena bacaan Al-Qur'an-nya banyak yang salah."
"Bah, sekarangpun kalau mau belajar sama ayahnya, malu dia. Makanya ku bilang tadi, disini sudah datang mahasiswa dari Kota Binjai selama bulan puasa. Kalau mau dia, bisa nanti belajar sama kam, kan?" Ujar ibu Bangun.
Samsul terkejut. Tetiba seperti ada tantangan dia harus mengajar mengaji anaknya yang sudah kelas 3 SMA.
"Samsul!" Sapa ibu itu membuyarkan lamunannya.