Lihat ke Halaman Asli

Jangan Abai terhadap Pengaruh Radikal Tersamar

Diperbarui: 10 Juni 2022   05:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

solopos

 

Beberapa minggu lalu kita dikejutkan dengan konvoi dari kelompok yang menamakan diri Khilafatul Muslimin. Konvoi yang menyasar daerah Pantura dan kemudian Jakarta ini memang akhirnya menarik perhatian publik sekaligus juga memancing tindakan dari aparat keamanan.

Tak lama setelah itu, aparat memang melakukan berbagai tindakan. Mereka menangkap ketua sekaligus pendirinya yaitu Abdul Qadir Hasan Baraja yang lahir di Taliwang Sumbawa. Aparat juga mencabut papan nama KM di kantor pusat dan beberapa kantor cabang setingkat provinsi dan kabupaten. Aparat juga menangkap beberapa pengurus organisasi itu di beberapa kota.

Pemimpin KM mengklaim bahwa dia mendirikan KM untuk melanjutkan kekhilafahan Islam yang terhenti karena keruntuhan Turki Utsmani. Dia dan pengurusnya menyatakan bahwa mereka bukan tidak setuju dengan Pancasila, namun KM sejatinya menurut mereka sejalan dengan Pancasila. 

Mereka juga menegaskan bahwa tujuan dan prinsip mereka berbeda dengan HTI  karena mereka hanya berambisi mempersatukan umat Islam dalam satu komando -- seperti halnya umat Katolik yang disatukan dan dipimpin oleh Paus di Roma Italia, tanpa bermaksud mengintervensi pemerintah yang sah dan mengubah negara. Alasan itu juga dipakai untuk merekrut simpatisan.

Karena alasan itu, para pengikutnya yang melakukan konvoi menyatakan seharusnya aparat tidak menghentikan itu karena tujuan kelompoknya adalah tidak bertentangan dengan Negara, justru sejalan. Karena itulah mereka berani melakukan konvoi secara terbuka dan menurut mereka sudah dilakukan dalam empat tahun ini.

Namun pengamat terorisme tidak setuju dengan pandangan itu karena itu hanya perubahan strategi alias tersamar. Pengamat Stanislaus Riyanta misalnya mengatakan bahwa prubahan strategi kelompok radikal yang sebelumnya menggunakan cara kekerasan, beralih ke cara yang lebih damai alias non kekerasan justru akan berbahaya. 

Cara itu cenderung akan membangkitkan dan menyuburkan lone wolf (pelaku tunggal) yang lebih membahayakan masyarakat dan Negara.

Kita bisa lihat beberapa pengeboman atau penyerangan tunggal yang dilakukan oleh beberapa orang. Katakanlah bom Surabaya, upaya pengeboman di Kartasura, penyerangan di Mabes TNI dan beberapa bom bunuh diri, umumnya tidak terkait dengan jaringan manapun. 

Mereka bergerak sporadis karena terinspirasi oleh sesuatu. Dan sesuatu itu bisa saja dari mendengar ceramah radikal di youtgube atau mengikuti kelompok seperti Khilafatul Muslimin ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline