Lihat ke Halaman Asli

Pendakwah, Jangan Berprespektif Sempit

Diperbarui: 12 September 2020   06:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

stikdi ar rahmah

Mungkin kita pernah membaca dalam al-Quran bahwa ada perintah Allah untuk saling berwasiat /menyeru dalam kebaikan. Sehingga itu menjadi alasan untuk bersyiar tentang kebaikan Islam. Syiar tersebut sejatinya tidak hanya berwujud verbal saja tetapi juga dalam keilmuan (kognitif), perasaan (afektif ) dan perilaku  (konatif).

Bagi umat muslim yang sisi keilmuannya biasa saja mungkin paling gampang menyiarkan Islam yang mulia itu melalui perilaku. Berbuat kebaikan pada orang atau pihak lain (termasuk yang berbeda keyakinan), memberi contoh atau teladan  bagi lingkup terkecilnya seperti keluarga atau teman kelompok dalam kelas. Itu akan lebih berarti untuk memendarkan sekaligus menyiarkan Islam dalam kehidupan sehari-hari  dan lingkup terkecilnya.

Namun ada juga beberapa orang yang hanya punya secuil pengetahuan tetapi bersikeras untuk menyiarkan agama secara verbal kepada orang lain , semisal di kelompok rohani di sekolah atau di masjid. Mereka percaya diri untuk menyebarkan islam karena ungkapan Ballighu 'anni wa lau ayatan yang artinya sampaikanlah dariKu, meski satu ayat. Hadis tersebut sering jadi landasan orang-orang yang merasa bisa berdakwah terutama pendakwah pemula dan pendakwah abal-abal. Ini seringkali terjadi terutama jika akses untuk mencapai jejering pendakwah yang mumpuni terbatas, sehingga tak jarang 'tak ada rotan, akarpun jadi'.

Seakan dari hadis tersebut, pendakwah abal-abal, menjadi merasa dirinya layak berceramah di depan banyak orang, meski keilmuwanannya sedikit. Menjadi sangat riskan jika ditambah dengan aksi sok tahu yang menyebabkan dirinya lebih melambung jiwa lagi.Akibatnya tak terelakkan yaitu  prespektif dakwahnya sempit dan sering hanya sekadar menvonis; hal ini halal, hal ini haram atau sampai mengatakan bahwa kami bidah dlsb.

Kecenderungan tersebut makin banyak kita  temukan melalui media sosial; baik facebook, instagram, youtube maupun whattsapp atau telegram. Mereka membentuk kelompok kecil lalu tak jarang menjadi kelompok besar. Hanya saja, karena prespektifnya terlalu sempit sehingga ada keterbatasan pemaknaan  dan penafsiran terhadap sesuatu. Karena itu tak jarang beberapa kelompok pengajian yang salah atau keliru dalam menafsirkan sesuatu.

Atau kadang mereka cenderung bersikap takviri, alias sering menjudge ini halal ini haram atau ini kafir ini kelompok kita. Ini tentu saja bersumber dari pendakwah yang punya prespektif sempit yang tidak punya pengayaan ilmu agama sama sekali.

Tentu tak ada yang keliru dari hadis di atas dan perintah untuk menyiarkan agama. Sayangnya saja, hadis tersebut sekadar dijadikan alibi oleh oknum pendakwah masa kini.Kita tentu bisa melihat seorang Quraish Shihab yang begitu mumpuni soal agama, tidak serta merta menjudge orang atau menilai sesuatu secara sempit. Beliau sering memberikan penuturan santun dan dengan wawasan kebangsan yang sangat baik, sehingga orang bisa paham makna sesungguhnya dari satu ayat atau perintah Allah. Islam di tangan para pendakwah berprespektif luas akan memberikan dimensi Islam rahmatan lil alamin yang sangat kuat.

Karena itu saya pikir rencana Kemenag untuk memberikan materi agama untuk para penceramah agama adalah hal yang positif yaitu untuk meningkatkan kapasitas penceramah itu sendiri, antara lain untuk mengubah dari prespetif sempit ke prespektif lebih luas dan lebih paham agama itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline