Kita terlambat sadar bahwa sejak tahun 2009, Indonesia punya masalah serius soal informasi. Hal ini terutama karena media sosial mulai booming di negara kita.
Sejarah mencatat bahwa pada tahun itu ada 65 juta pengguna Facebook dan melonjak menjadi sekitar 88 juta pada tahun 2016. Platform medsos lain seperti twitter dan instagram juga menunjukkan peningkatan yang sama meski tak sedahsyat facebook kala itu. Kini seiring berjalannya waktu , masyarakat Indonesia kini lebih menyukai platform instagram.
Lonjakan minat masyarakat terhadap media sosial ini membuat informasi menjadi berlimpah dengan arah yang kurang terarah. Kita mungkin ingat saat Pilpres 2014 dimana media sosial mulai digunakan sebagai alat kampanye.
Saat masyarakat menunjukkan minatnya kepada media sosial, media sosial yang merupakan media prosumer (diproduksi dan disebarkan oleh pemilik akun medsos sendiri) memberikan aneka informasi yang diingini termasuk politik praktis kepada masyarakat tapi dengan arah yang kurang tepat.
Informasi yang ada di medsos seringkali bukan informasi yang benar dan dibutuhkan oleh masyarakat tetapi cenderung adalah informasi yang diingini alias untuk memuaskan dahaganya terhadap informasi. Lalu informasi yang bertebaran di medsos (yang tidak semuanya akurat) mengisi relung-relung pikiran masyarakat. Akibatnya bisa disduga bahwa informasi yang salah arah dan salah logika seringkali lebih dipercaya masyakat.
Di sisi lain, ada media mainstream (baca: pers) yang berusaha untuk membangun informasi berdasar kaidah ketat jurnalistik, seringkali kalah dengan iinformasi yang beredar di medsos. Mungkin kita ingat informasi soal tujuh container surat suara tercoblos yang dibuat oleh seseorang dan kemudian menyebar dengan cepat dan menjadi viral. Bahkan beberapa tokoh politik ikut mempercayainya danikut menyebarkannya, padahal informasi itu samasekali tak benar. Akhirnya berita itu menimbulkan kegaduhan.
Contoh itu adalah hal yang seharusnya layak diingat oleh masyakarakat bahwa mempercayai informasi begitu saja melalui medsos harusnya ditinjau lagi. Mungkin pers saat ini belum pada performa terbaiknya tetapi mungkin lebih baik jika kita mengecek berita-berita melalui berita-berita media mainstream.
Sebaliknya pers terutama media online mungkin perlu memperbaiki mekanisme perolehan dan penyajiannya. Mekanisme perolehan berita media online yang bersumber dari media sosial dalam hal-hal tertentu punya akurasi rendah sehingga layak untuk melakukan ricek kembali atas berita itu. Dengan demikian pers dapat menolong masyarakat untuk mendapatkan informasi secara benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H