Lihat ke Halaman Asli

Mari Bersikap Dewasa dalam Menyikapi Pemblokiran Situs Islam Radikal

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14283877391388751949

[caption id="attachment_377221" align="aligncenter" width="300" caption="syncronet.net"][/caption]

Menjelang makan siang tadi saya berpikir kembali mengenai polemik pemblokiran situs Islam bermuatan radikal, di mana saya mencoba untuk melihatnya dari sudut pandang yang berbeda. Saya melihat bahwa sikap reaktif masyarakat terhadap kasus ini cenderung bersifat instan. Protes banyak disampaikan melalui omelan dan hujatan di dunia maya, namun bentuk sikap reaktif secara verbal hamper sulit ditemui.

Situs-situs berbasis Islam semakin berkembang dalam satu dekade terakhir seiring dengan kian meleknya masyarakat terhadap teknologi informasi. Semakin hari masyarakat semakin bergantung pada teknologi informasi yang dinamakan internet. Di sana, segala hal dapat terjadi, termasuk kemungkinan penyusupan paham radikal seperti yang sedang dipermasalahkan oleh Kemenkominfo dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Paham radikal memanfaatkan internet dalam mencari massa yang berjumlah besar karena mlihat fakta bahwa semakin hari semakin meningkat jumlah akses di dunia maya. Selain itu, paham radikal juga memanfaatkan internet sebagai media aksi utamanya karena minim biaya dan minim otoritas.

Kebijakan pemblokiran yang dilakukan oleh Kemenkominfo dan BNPT memiliki tujuan untuk mederadikalisasi sejak dini paham-paham sesat yang banyak menyasar pengguna dunia maya. Adapun penggunaan media-media Islam sebagai tempat untuk menyusupkan paham-paham radikal membuat pemerintah merasa perlu untuk segera menindak lanjutinya melalui pemblokiran. Diharapkan pemblokiran dapat menjadi efek jera bagi media-media Islam terkait untuk berbenah agar lebih baik ke depannya. Pemblokiran juga menjadi cambuk pengingat bagi situs-situs yang memuat konten radikal untuk mematuhi peraturan yang ada guna mendukung keamanan dan ketertiban nasional.

Memang harus diakui bahwa di dalam Islam terdapat ajaran teologis yang menyingggung masalah sosial politik dan ekonomi. Namun, situs-situs yang diblokir  tersebut umumnya telah terlalu jauh berbicara keluar dari aspek keislaman, yang justru dapat menimbulkan kebencian dan benih-benih berkembangnya paham radikal. Ajaran Islam yang lebih pada multikulturalisme lah yang seharusnya dikeluarkan mengingat kondisi kebangsaan kita yang berada di bawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Jika takfir (makna suci) kita tarik terlalu jauh dalam konteks bernegara, kita akan jatuh pada sikap untuk berbuat kekerasan dan menyebar kebencian di tengah masyarakat. Secara umum komunitas muslim yang tidak terakomodasi dalam ruang yang lebih terlembaga, mudah sekali menarik garis permusuhan. Jika ada hal yang bertentangan dengan hal yang diyakininya, maka akan dimusuhi secara langsung. Bahkan dalam tingkatan yang lebih radikal, hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan kelompok terkait dapat dianggap sebagai pengkafiran. Benar-benar paham yang harus segera ditanggulangi agar tidak berkembang lebih jauh di tanah air.

Menurut saya, pemblokiran tersebut telah tepat, namun pemerintah perlu menyediakan ruang dialog dengan pengelola situs-situs terkait guna menyampaikan visi kebijakan memerangi radikalisme. Jika memang nantinya tidak ada titik terang, maka sebaiknya pemerintah tegas menutup situs yang bermasalah guna mematikan rantai penyebaran paham radikal di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline