Lihat ke Halaman Asli

Lagu Cinta

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ini hari pertama Kimi masuk sekolah. Jarak antara rumahnya dan sekolah tidak begitu jauh, jadi Kimi berjalan kaki saja menuju sekolahnya. Sebenarnya Kimi bisa lewat jalan utama, tapi ia lebih memilih lewat jalan pintas. Selain karena jaraknya lebih dekat ia juga bisa mendengar kicau burung dari pohon mahoni di tepian jalan.

Pohon mahoninya banyak, besar-besar dan rindang. Sampai-sampai ia tak harus mencari tempat berlindung dari cuaca terik saat pulang sekolah nanti. Karena dedaunan dari pohon-pohon dapat menghalangi sinar matahari di jalan itu.

Kimi menemukan jalan pintas itu waktu kelas 9. Saat itu ia sedang mencari kodok untuk bahan penelitian tugas Biologi. Ia terus mengikuti kodok yang berloncatan dekat rumahnya, akhirnya sampailah ia di jalan ini.

Dan sekarang Kimi senang, karena setiap pagi ia akan selalu melewati jalan ini. Menghirup udara pagi yang bersih. Menikmati kicau burung setiap pagi. Melihat daun-daun yang berguguran ditiup angin. Dan berjalan tenang diiringi suara jangkrik. Kimi senang sekali.

Hari baru harapan baru. Kimi akan menjalani hari ini dengan riang. Sampai Kimi merasa, seperti ada seseorang di belakangnya. Ia menengokkan kepala.

“Eh?” Kimi terkejut karena sudah ada seorang anak laki-laki berseragam SMA di belakangnya.

Laki-laki itu tersenyum kikuk pada Kimi. Ia menggaruk bagian belakang kepalanya serampangan.

“Kamu lewat jalan ini juga? Kupikir tak banyak orang yang tahu jalan pintas ini.” Kata laki-laki itu.

Kimi diam saja. Ia hanya tersenyum lalu berbalik dan berjalan lagi. Sebenarnya hatinya bertanya-tanya, apakah laki-laki itu akan menuju sekolah yang sama dengan sekolahnya atau tidak. Kalau ya, berarti ia akan satu sekolah dengannya.

Apakah dia anak baru juga sama seperti dirinya? Apakah dia akan terus melewati jalan ini setiap hari? Kalau ya, berarti ia akan punya satu teman seperjalanan mulai hari ini. Pasti akan mengasyikkan. Tapi Kimi tidak berani bertanya. Ia terus berjalan dan laki-laki itu tetap menjaga jarak dengannya di belakang.

--o0o--

Sudah beberapa hari Raka menjalani hari-harinya sebagai murid SMA. Masa orientasi sekolah sudah selesai. Raka orangnya pendiam, jadi ia tak banyak teman. Kalau waktu istirahat tiba ia sering memperhatikan orang-orang yang bermain di lapangan atau duduk-duduk di dahan pohon di belakang kelasnya.

Saat sedang melihat ke lapangan, Raka seperti melihat seseorang yang tak asing. Ternyata perempuan itu! Ia satu sekolah dengan Raka? Ia melihat perempuan itu sedang bermain basket di lapangan. Tiba-tiba perempuan itu terjatuh karena tidak sengaja terdorong temannya yang lain. Raka segera berlari ke arahnya.

“Kamu tidak apa-apa kan?” tanya Raka sambil berjongkok di depan Kimi.

Kimi yang sedang memegangi siku kanannya lalu menatap Raka.

“Eh?” tanya Kimi heran.

Raka melihat siku Kimi berdarah. Ia lalu menyarankan Kimi untuk pergi ke UKS saja agar lukanya bisa diobati. Kimi mengucap terimakasih dan mengatakan kalau ia akan baik-baik saja.

Teman-teman Kimi melihat ke arah Raka. Menyadari diperhatikan seperti itu Raka jadi kikuk.

“Kalau begitu aku pergi dulu,” kata Raka cepat.

Sepeninggal Raka, teman-teman Kimi langusung mendekat. Mereka bertanya macam-macam tentang siapa laki-laki yang datang barusan, apakah ia teman Kimi atau bukan, kenal di mana dan banyak pertanyaan lain. Kimi tidak bisa menjawab pertanyaan mereka semua. Kimi segera menghindar dengan cara pamit pergi ke UKS untuk mengobati lukanya.

Pulang sekolah, Kimi bertemu Raka lagi di jalan pintas itu. Padahal sejak pertama bertemu dengan Raka, Kimi tak pernah melihatnya lagi.

“Hei, ternyata kita satu sekolah ya? Oh iya, bagaimana lukamu?” tanya Raka setelah berhasil mengejar Kimi yang telah berjalan lebih dulu.

“Eh, iya. Baik-baik saja kok.” jawab Kimi begitu tahu yang bertanya adalah Raka.

Sejak saat itu mereka mulai berteman. Berjalan bersama menuju sekolah di bawah pohon-pohon yang berjajar, sambil mengobrol tentang hobi masing-masing. Berlomba lari siapa yang bisa sampai ke sekolah duluan. Atau balap mobil di salah satu rental game di akhir pekan.

Mereka juga pergi ke festival kuliner yang rutin diadakan di kota. Mencicipi berbagai jajanan di pasar malam. Menaiki komedi putar. Mencoba melempar gelang logam ke botol-botol. Atau tertawa setelah menghitung peruntungan nasib lewat peramal pinggir jalan.

Hingga suatu hari saat mereka melewati jalan pintas itu sepulang sekolah. Kimi menyatakan cintanya pada Raka. Kimi gugup sekali sebenarnya. Sampai-sampai ia harus membelakangi Raka dan menghadap pohon saat mengatakannya.

Raka memegang bahu Kimi dari belakang. Ia lalu memutar tubuh Kimi hingga mereka berdiri berhadapan. Kimi masih tidak berani menatap Raka. Lalu Raka mencium pelan kening Kimi setelah kemudian memeluknya.

Tubuh Kimi tidak siap dengan pelukan Raka. Ia hanya bisa berdiri mematung saat Raka memeluknya.

“Dasar bodoh! Masa kamu bilang cinta sama pohon? Memangnya kamu mau pohon itu jadi pacarmu?” tanya Raka sambil mempererat pelukannya.

Kimi meneteskan air mata saat mendengarnya. Lalu ia balas memeluk Raka.

“Terimakasih,” bisik Kimi.

Saat itu Kimi bahagia sekali. Mengetahui kalau cinta tidak bertepuk sebelah tangan itu rasanya seperti dedaunan yang jatuh bebas saat melayang di udara. Mereka lalu berjanji untuk terus bersama melewati jalan pintas itu setiap pergi ke sekolah.

--o0o--

Tak terasa sudah setahun mereka lewati jalan pintas itu bersama. Tak terasa pula banyak tangis dan tawa yang menghampiri hubungan mereka. Pernah suatu kali ada seorang lelaki lain yang berusaha mendekati Kimi. Tapi Raka tidak bisa semena-mena menghalangi Kimi untuk berteman.

Raka paham Kimi itu orangnya baik ke semua orang. Ia tidak ingin membuat Kimi jadi merasa terkekang. Itu hanya akan membuat Kimi sedih saja. Raka percaya Kimi hanya mencintai Raka. Meski Kimi jarang menunjukkan kemesraan padanya.

Hubungan mereka baik-baik saja. Meski Kimi sering sulit menghubungi Raka karena Raka malas mengisi daya telepon genggamnya kalau sudah habis.

“Lebih enak ketemu langsung kan daripada lewat telepon? Lagian kita juga masih satu sekolah.” Ujarnya saat ditanya Kimi perihal kebiasaannya itu.

Kimi langsung manyun setelah mendengarnya. Walau begitu ia senang. Asal ia tetap bisa bersama Raka, ia akan merasa tenang.

Namun sepulang Kimi dari luar kota untuk ikut lomba ia tak menemukan Raka di kelasnya. Ternyata sudah beberapa hari Raka tidak masuk. Kimi lalu mendatangi kosannya. Kata teman kosan Raka, ia tidak pulang sejak tiga hari yang lalu. Teleponnya juga tidak aktif. Kimi tidak tahu siapa lagi yang bisa ia tanyai tentang keberadaan Raka. Kimi benar-benar khawatir. Dan rindu…

Ia lalu teringat kunci yang biasa ditempatkan Raka di atas pintu kosannya. Dirabanya sela itu. Ketemu! Ternyata Raka masih melakukan kebiasaan lamanya. Dulu, Raka pernah bilang kalau ia akan sengaja menempatkan kunci kamarnya di atas pintu. Kalau-kalau Kimi rindu padanya dan ingin datang ke kamarnya seandainya Raka sedang tidak ada di kosan.

Sejak Raka berkata seperti itu Kimi gengsi sekali hingga ia tak pernah datang ke kosan Raka. Ia malu mengakui pada Raka kalau ia rindu. Jika Raka tahu, tentu ia akan senang mengolok-olok Kimi betapa Kimi mencintai dirinya. Lalu dengan tanpa rasa malu Raka akan menyodorkan bibirnya untuk dicium.

Kalau sudah begitu Kimi akan menolaknya mentah-mentah. Menempelkan telunjuknya di kening Raka lalu menekannya pelan, menjauhkan wajah Raka dari wajahnya. Lalu Kimi akan pergi. Setelah itu Raka akan tertawa terbahak-bahak.

Kini ejekan tawa itu tidak ada. Kimi rindu Raka. Kalaupun seandainya Raka ada di kamar ini dan menertawakannya ia akan dengan senang hati ditertawakan dan tidak akan pergi meninggalkan Raka. Kimi ingin bertemu Raka.

Saat Kimi berjalan memasuki kamar Raka yang berantakan, matanya melihat secarik kertas di atas meja. Diambilnya kertas itu lalu dibacanya. Sebuah alamat. Tanpa pikir panjang Kimi segera pergi menuju alamat yang tertulis di kertas itu.

--o0o--

Butuh waktu dua jam untuk sampai ke alamat tersebut. Kimi lalu bertanya tentang Raka kepada pemilik rumah itu. Katanya Raka memang datang untuk berbela sungkawa kemarin. Teman SD Raka meninggal karena tumor otak. Setelah mendengar hal itu Kimi kemudian pamit. Mungkin sekarang Raka sudah kembali ke kosannya pikir Kimi. Ia tidak mau menghubungi Raka dulu, takut diolok-olok lagi kalau ia rindu pada Raka.

Saat beberapa puluh meter berjalan dari rumah tadi, Kimi melihat seorang lelaki sedang berdiri menghadap gedung usang. Sepertinya itu gedung sekolah. Kimi lalu memicingkan mata dan berjalan lebih mendekati laki-laki itu.

“Raka!” panggilnya.

Seketika laki-laki itu menoleh. Wajahnya tampak sendu. Beberapa detik kemudian ia tersenyum kepada Kimi. Lalu kembali memandang gedung lama itu. Kimi berjalan mendekati Raka hingga ia telah berdiri di sampingnya.

“Dia pasti sahabat terbaikmu.” Ujar Kimi pelan.

Raka tidak menjawab. Lama mereka terdiam. Mungkin Raka ingin mengenang saat-saat bersama sahabatnya dulu di gedung ini. Kimi yakin ini adalah gedung sekolah mereka dulu. Kimi tak ingin mengganggu Raka menikmati kenangannya. Ia lalu pergi berjalan-jalan ke halaman sekitar gedung. Baru sebentar berjalan ia melihat ada pohon tumbang dekat sisi kanan gedung itu. Kimi lalu duduk di sana. Ia akan menunggu Raka.

Tak lama kemudian Raka menghampiri Kimi. Ia duduk di samping Kimi sambil menatap lurus ke depan. Jemari Kimi lalu digenggamnya erat. Raka menangis dalam diam. Begitu menyadari Raka menangis Kimi segera menghapus air mata Raka. Pasti sedih sekali kehilangan orang yang sangat berarti bagi kita. Kimi pernah merasakan itu saat ayahnya meninggal beberapa tahun yang lalu.

Raka menyandarkan kepalanya di bahu Kimi.

“Maaf, sudah membuatmu khawatir,” ujar Raka pelan.

Kimi mengangguk. Senja hari itu mereka lalui dalam diam.

--o0o--

Waktu berjalan sangat cepat. Sekarang mereka akan menemui ujian kelulusan. Kimi sudah mendaftar di salah satu perguruan tinggi negeri di kota. Sedang Raka hanya bisa tersenyum dan terus mendukung Kimi untuk kuliah. Raka terus meyakinkan Kimi kalau ia bisa jadi orang hebat nanti saat di kampus. Mengingat Kimi termasuk anak yang pintar di sekolah, Raka tidak ragu kalau masa depan Kimi akan cerah.

“Aku akan bantu ayah menjaga toko.” Katanya saat Kimi bertanya apa yang akan dilakukannya setelah lulus nanti.

Kimi terdiam. Ia hanya memandangi daun-daun kuning yang rontok di jalan pintas itu.

“Raka, pulanglah duluan. Sepertinya aku ketinggalan sesuatu di kelas.” Kata Kimi sambil berbalik arah.

Raka ingin mengatakan ‘ok’ tapi Kimi keburu pergi. Kalaupun Raka sempat mengucapkannya, ia tak akan sempat mendengar jawaban Raka karena ia berlari cepat ke arah sekolah.

Nyatanya Kimi tidak kembali ke sekolah. Ia menangis menghadap pohon. Tempat di mana ia menyatakan cinta kepada Raka dulu. Ia hanya tak ingin Raka melihatnya menangis. Padahal Kimi ingin sekali pergi ke kampus yang sama dengan Raka. Tapi Kimi tidak bisa berbuat apa-apa jika keinginan Raka sudah seperti itu. Ia tak ingin memaksakan kehendaknya terhadap Raka. Ia tak boleh egois. Namun Kimi tidak ingin berpisah dengan Raka. Ia sungguh sedih.

Tiba-tiba Raka sudah memeluknya dari belakang.

“Sejak kapan kamu berbohong padaku? Katanya ketinggalan sesuatu di kelas?” tanyanya lembut.

Kimi memegang erat tangan Raka yang memeluknya. Ia benar-benar tidak ingin kehilangan Raka. Waktu tiga tahun sudah cukup lama untuk memupuk cinta Kimi. Ia tidak sanggup jika harus berjauhan dengan Raka.

“Aku tidak akan meninggalkanmu dan kita akan tetap bersama.” Lanjut Raka.

--o0o--

Mereka menatap layar monitor itu dengan tegang.

“Kamu pasti masuk kok, kan kamu pintar,” ujar Raka.

Ia berusaha menenangkan Kimi. Tangannya pelan mengacak rambut Kimi. Kimi lalu berteriak agar Raka menghentikan perbuatannya. Kimi jadi merasa seperti anak kecil jika rambutnya diacak seperti itu. Ia tidak suka.

Raka cengengesan saja tapi ia minta maaf. Ia lalu beralih ke belakang Kimi. Mendekatkan kepalanya ke samping kepala Kimi. Ia juga penasaran ingin melihat pengumuman di laman perguruan tinggi itu.

Kimi memandangi layar itu sejak tadi. Tinggal klik satu tombol saja sebenarnya untuk dapat melihat hasilnya tapi itu tak kunjung dilakukannya. Raka lalu menyuruh Kimi untuk menutup mata saja, biar Raka yang melihat pengumuman itu untuknya, tapi tetap saja ia tidak mau.

Akhirnya Raka menutup mata Kimi dengan tangan kirinya, sedang tangan kanannya menekan jari telunjuk Kimi untuk meng-klik tombol itu.

“Aaaa…” teriak Kimi saat menyadari tangannya telah meng-klik tombol itu.

“Kalau kamu siap, aku akan melepaskan tanganku dari matamu.” Kata Raka.

Kimi mengangguk mengiyakan. Lalu Raka melepaskan tangannya pelan-pelan. Tapi mata Kimi masih terpejam. Ia takut kalau hasil pengumumannya tidak sesuai harapan. Raka yang sudah melihat hasilnya tidak mau memberitahukan sampai Kimi mau melihatnya sendiri.

Pelan-pelan Kimi membuka sebelah matanya. Saat melihat hasilnya ia langsung berteriak kegirangan. Kimi langsung berbalik memeluk Raka sampai Raka terjatuh karena tidak siap menahan berat badan Kimi. Dan teriakan Kimi tak berhenti sampai mereka terbaring berdua. Hal itu membuat Raka harus menutup kedua telinganya.

--o0o--

Kimi cantik sekali sore itu. Ia memakai terusan panjang berwarna putih. Rambutnya yang sepundak ia ikat ke atas menyerupai ekor kuda. Beberapa anak rambut dekat telinganya ditiup angin sore. Mereka berjanji bertemu di bukit dekat jalan pintas. Besok Kimi sudah harus berangkat ke kota.

“Baik-baik ya di sana dan jangan lupakan aku.” Kata Raka.

“Bagaimana bisa? Kan aku yang suka kamu duluan, yang menyatakan cinta duluan kan aku,” jawab Kimi enteng.

“Kata siapa? Sebenarnya.. aku sudah jatuh hati padamu sejak pertama kali kita bertemu.” Ucap Raka.

Ia lalu tertawa hambar. Menyadari betapa bodoh dan pengecutnya ia dulu. Kimi menatap Raka penuh arti.

“Kamu… cantik sih.” Puji Raka malu-malu.

Tiba-tiba sebuah kecupan hangat hadir di bibir Raka. Raka tersenyum dan wajahnya langsung bersemu. Ia menunduk malu, salah tingkah. Kimi tertawa melihatnya. Ia tak pernah melihat wajah Raka semerah itu. Raka hanya bisa menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya.

Tak lama kemudian Raka mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Sebuah bungkusan kecil untuk Kimi. Saat Kimi membuka bungkusan itu ternyata isinya cincin dan sekeping CD. Kata Raka cincin itu memang cincin murah, tapi Raka akan merasa lebih malu kalau tidak pernah memberikan hadiah kepada kekasihnya. Ia juga meminta maaf karena tidak bisa memberikan cincin yang lebih mahal.

Air mata Kimi menetes di cincin yang telah dipakainya itu.

“Oya, di dalam CD ini isinya rekaman lagu yang kubuat sendiri. Khusus untukmu. Aku memang tidak membiarkanmu tahu kalau aku punya gitar di kamar. Maaf ya! Tapi kamu hanya boleh mendengarnya saat sudah sampai di kota.” lanjut Raka.

“Terimakasiiiiihhhhh,” teriak Kimi tulus.

Ia lalu memeluk Raka sampai Raka terjatuh karena tidak siap menahan berat badan Kimi. Kimi lalu menangis kencang meski ia masih berada di pelukan Raka. Kali ini Raka tidak menutup telinganya. Ia hanya balas memeluk Kimi sambil tersenyum.

--o0o--

NB: Kalau mau cari tau lagu apa yang dikasih Raka buat Kimi ini udulnya Ai Uta by Greeeen. Aku liatnya di Youtube sih, this story inspired by the picture. so, this is the video

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline