Lihat ke Halaman Asli

Ardelia Padmarini

Universitas Padjadjaran

Tren Memelihara Kucing Besar Ilegal di Kuwait: Dampak Global dan Peran CITES dalam Konteks Hubungan Internasional

Diperbarui: 10 Desember 2023   02:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tren Memelihara Kucing Besar Ilegal di Kuwait: Dampak Global dan Peran CITES dalam Konteks Hubungan Internasional

Melihat kembali pada tahun 2017, media sosial digemparkan dengan tren memelihara binatang liar di Kuwait. Aneh, tetapi nyata, bahwa hal yang tidak wajar tersebut sangat digemari oleh masyarakat setempat. Dilansir dari artikel milik Vice, ternyata membeli hewan ilegal sudah dianggap seperti membeli kue di pasar karena aksesnya sangat mudah. Faktanya, hewan peliharaan milik warga Timur Tengah, seringkali menjadi tolak ukur status sosial mereka. Kebanyakan dari mereka memelihara kucing besar, seperti singa, macan, panther, bahkan macan tutul. Dengan memelihara hewan-hewan ilegal tersebut, mereka akan dianggap semakin tinggi derajatnya dan akan dengan mudah mendapatkan perhatian di sosial media. Untuk memelihara hewan tersebut, perlu merogoh kocek ratusan juta rupiah sebagai biaya untuk jasa agen pasar gelap yang menjual berbagai hewan ilegal. Hal itulah yang membuat masyarakat Kuwait berlomba-lomba memelihara hewan ilegal sehingga mereka bisa mendapatkan pengakuan dan status sosial dari masyarakat lainnya. Meskipun tren tersebut terjadi pada tahun 2017, tetapi kita tidak bisa mengelak bahwa hingga saat ini masih ada vidio atau foto yang muncul berseliweran di media sosial kita, yaitu berupa potret seseorang dengan peliharan buasnya. Bahkan, pada tahun 2022 silam, kembali viral mengenai seorang perempuan yang dikabarkan secara terang-terangan menggendong peliharaanya yang berupa singa karena telah kabur dari kandangnya. Masyarakat sekitar sempat dibuat panik karena singa itu kabur ke daerah permukiman warga. Contoh nyata seperti ini sangat mengkhawatirkan keselamatan masyarakat setempat.
Terdapat beberapa alasan yang kuat mengapa hal seperti ini perlu menjadi perhatian bagi pemerintah, tidak hanya pemerintah di Kuwait, tetapi juga pemerintah di seluruh dunia. Pertama, memelihara hewan buas dan liar akan menghilangkan insting aslinya. Jika mereka telah memelihara maka hewan tersebut, mereka tidak bisa melepas begitu saja karena hewan-hewan itu tidak akan bisa bertahan hidup di alam aslinya. Kedua, dikarenakan minimnya pengetahuan mengenai cara untuk merawat hewan liar, para satwa akan terancam punah,  terutama populasi kucing liar di Afrika Tengah dan Selatan akan menurun. Ketiga, munculnya kesenjangan sosial karena semakin maraknya yang memelihara hewan ilegal tersebut, maka akan semakin menjadikan orang kaya atau orang yang memiliki status sosial sebagai sorotan. Keempat, dengan memutuskan untuk memelihara hewan tersebut, maknanya sudah siap menerima resiko terbunuh olehnya. Salah satu contoh kasusnya adalah Lourdes Abejuela yang berasal dari Filipina dan bekerja di Kuwait. Ia dibunuh oleh singa milik majikannya yang menyebabkan lengan kiri dan sebagian perutnya hilang
Dari perspektif hubungan internasional, keterlibatan organisasi internasional menjadi sangat penting dalam menangani kasus seperti ini, dan salah satu entitas kunci dalam konteks ini adalah CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). Organisasi internasional ini didirikan untuk melindungi spesies liar dan tumbuhan yang terancam punah dari dampak buruk perdagangan internasional, dan CITES memiliki peran sentral dalam merespons tantangan global seperti fenomena memelihara hewan ilegal yang muncul di berbagai negara. Pertama-tama, CITES dapat berperan sebagai wadah koordinasi antarnegara untuk memfasilitasi pertukaran informasi dan pengalaman terkait kebijakan dan praktik perlindungan satwa liar dan ilegal. Dalam konteks tren memelihara hewan buas, kerja sama ini dapat melibatkan pertukaran metode terbaik dalam penegakan hukum dan regulasi untuk mengatasi perdagangan ilegal hewan. Selain itu, CITES memiliki kapasitas untuk memfasilitasi bantuan teknis dan sumber daya bagi negara-negara yang mungkin membutuhkan dukungan dalam menangani dan menegakkan hukum terhadap kasus memelihara hewan ilegal. Dukungan ini dapat mencakup pelatihan bagi aparat penegak hukum dan alokasi sumber daya untuk memperkuat sistem penegakan hukum. Dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem global, CITES juga dapat berperan sebagai mediator untuk mendorong negara-negara mengadopsi kebijakan konservasi yang lebih ketat dan efektif. Ini mencakup dorongan terhadap implementasi regulasi yang lebih kuat terkait perdagangan hewan ilegal serta pelaksanaan program edukasi global untuk meningkatkan kesadaran akan risiko yang terkait dengan pemeliharaan hewan buas. Peran CITES juga memiliki dampak positif dalam mengatasi kesenjangan sosial yang muncul akibat tren memelihara hewan buas. Dengan menyatukan negara-negara di bawah regulasi seragam, CITES dapat membantu mencegah adanya perlombaan sosial dalam memelihara hewan ilegal sebagai simbol status sosial.
Namun, untuk meningkatkan efektivitas CITES dalam menghadapi tantangan ini, keterlibatan dan komitmen aktif dari negara-negara anggota sangat diperlukan. Kerja sama antara pemerintah, organisasi internasional, dan masyarakat diharapkan dapat menghilangkan tren yang merugikan ini melalui upaya bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline