Televisi, sebagai cerminan masyarakat, telah lama menjadi pelaku dan medan pertempuran bagi bias gender. Selama beberapa dekade, televisi telah mengalami transformasi yang luar biasa, meski tidak tanpa kompleksitas dan tantangan yang berkelanjutan. Transformasi bias gender di televisi telah menjadi subjek perdebatan yang penting dalam beberapa dekade terakhir. Ini merupakan refleksi dari upaya untuk menghadirkan representasi yang lebih inklusif dalam media hiburan yang memiliki dampak besar dalam membentuk persepsi dan norma sosial.
Konteks Sejarah
Pada awal perkembangannya, bias gender dalam televisi sangat jelas dan terpatri. Penggambaran stereotip tentang perempuan sebagai pengurus rumah tangga, pemberi perawatan, atau karakter sekunder sangat umum. Sementara itu, laki-laki sering digambarkan sebagai pencari nafkah, pemimpin, dan pengambil keputusan. Acara-acara televisi memperkuat stereotip ini, mempertegas norma-norma dan harapan-harapan sosial.
Bias gender adalah kecenderungan atau prasangka terhadap jenis kelamin tertentu yang mengakibatkan ketidakadilan gender (Maulana Khusen, 2014:120. Bias gender dapat terjadi kepada perempuan maupun laki-laki, karena bias gender terjadi apabila salah satu pihak dirugikan, sehingga mengalami ketidakadilan. Yang dimaksud ketidakadilan disini adalah apabila salah satu jenis gender lebih baik keadaan, posisi, dan kedudukannya.
Seperti salah satu contoh iklan sabun cuci muka fair n lovely yang menggunakan atribut pink serta menggunakan perempuan yang menandakan bahwa perempuan selalu identik dengan warna pink yang sudah melekat pada budaya kita jadi mencerminkan bias gender streotipikal. lalu contoh yang kedua ada iklan mobil dan yang menyetir selalu laki laki jadi wanita hanya pendamping saja daripada iklan tersebut itu juga termasuk kedalam bias gender stereotipikal.
Tantangan dalam Transformasi Bias Gender di Televisi
Stereotip yang Terus Ada: Meski terdapat perubahan, stereotip gender masih sering muncul dalam karakter dan cerita di televisi. Perempuan sering digambarkan dalam peran-peran tradisional sementara laki-laki dalam peran dominan.
Kurangnya Representasi Diversitas: Kelompok-kelompok tertentu, seperti perempuan berkulit berwarna , masih kurang terwakili dan kadang-kadang muncul dalam ciri khas tertentu yang belum mencerminkan kenyataan yang sebenarnya.
Peran Belakang dalam Cerita: Terkadang, karakter perempuan atau individu dari latar belakang yang berbeda secara sosial masih ditempatkan dalam peran-peran yang mendukung, bukan sebagai tokoh utama yang memiliki kekuatan atau memegang peran kunci dalam cerita.
Dampak dari Transformasi Tersebut
Pengaruh Terhadap Persepsi Masyarakat: Televisi memiliki kekuatan besar dalam membentuk pandangan masyarakat terhadap gender. Representasi yang lebih inklusif dapat membuka wawasan dan mempengaruhi persepsi positif terhadap beragam identitas gender.