Kesenian wayang kulit dulu merupakan kesenian primadona yang digemari setiap orang, dari kalangan masyarakat bawah sampai atas semua menyenangi nya. Oleh karena itu dalam setiap kesempatan kesenian ini digelar untuk memeriahkannya , diantara pesta perkawinan , supitan, melekan bayi dan masih banyak lagi yang lainnya. Namun dengan pesatnya perkembangan jaman kesenian ini mulai tergeser oleh kesenian modern dan juga kesenian asing, sehingga perkembangan kesenian wayang kulit saat ini cukup berat menandingi kesenian baru terutama kalangan generasi muda. Meskipun demikian ada segelintir orang atau komunitas yang tetap getol mempertahankan kesenian wayang kulit ini agar tidak punah ditelan kemajuan jaman. Contohnya yang patut diacungi jempol adalah sanggar kesenian ” Muda Laras ” dari desa Bulungan kecamatan Pakis Aji kabupaten Jepara ini yang tetap eksis nguri-nguri kesenian tradisional khususnya musik gemelan untuk mengiringi pertunjukan wayang kulit dan kethoprak. Adalah pak Darsono sang pimpinan sanggar yang merupakan generasi ketiga yang dengan tekun menjaga warisan leluhur dengan tetap menjaga peralatan kesenian tradisional wayang kulit komplit dengan gamelannya serta mengorganisir pemain atau panjaknya. Sehingga jika ada orang yang ingin mendatangkan kesenian wayang kulit ini sanggar ” Mudha Laras ” ini siap segala sesuatunya dari wayang kulit, gamelan , niyaga atau panjak, sinden sampai dalang tinggal calling aja semuanya siap. ” Mestinya kami hanya menyediakan gamelan , wayang serta crewnya , namun jika semua dipasrahkan kepada kami , kami siap menanganinya karena kami mempunyai waranggana ataupun dalang langganan yang setiap waktu saling bekerjasama dengan sanggar kami . Dan untuk transportasi dan akomodasi semuanya bisa diatur bersama tergantung dari jauh dekat yang mendatangkan ” papar putra pak Darsono ketika ditemui saat manggung di desa Kedungmalang Jepara untuk memeriahkan pesta ” Sedekah Bumi ” belum lama ini. Dikatakan , pak Darsono mewarisi seperangkat alat gamelan dan juga wayang komplit ini dari ayahnyanya yang dahulu memang senang akan kesenian wayang, ayahnyapun dulu mewarisi hal yang sama dari kakeknya. Sehingga jika dirunut sampai saat ini wayang dan gemelan ini sudah generasi ketiga dan sudah melanglang buana ke daerah sekitar Jepara. Seperti Kudus ., Demak , Semarang , Pati dan Purwodadi . Selain untuk mengiringi wayang kulit gamelan dari sanggar mudha laras ini juga sering digunakan untuk mengiringi pementasan Kethoprak ataupun kesenian jawa lainnya seperti Campur sari dan juga joget atau tayub. ” Sanggar kami menerima job mengiringi pementasan kesenian Jawa apa saja , seperti wayang kulit, kethoprak, Tayub , tari-tarian Jawa sampai pementasan Campur sari atau ndangdhut khas Jawa. Namun yang sering adalah mengiringi pementasan wayang kulit untuk memeriahkan berbagai macam acara untuk instansi atau perorangan ” , ujar Suhatta (55) pemain bonang penerus yang setia kemana saja mengikuti rombongannnya. Suhatta yang perangkat desa Jambu Timur ini mengatakan, meskipun pekerjaan utamanya adalah perangkat desa namun karena sudah cinta akan kesenian wayang kulit maka kemana saja grup ini manggung dia ikut memeriahkannya. Toh manggungnya adalah malam hari sehingga tidak mengganggu kegiatan sehari-harinya , selain itu pula dengan bermain gamelan ini merupakan wujud dari nguri-nguri kesenian jawa yang mulai tergerus oleh kesenian asing. Menurutnya meskipun saat ini sudah banyak kesenian modern namun kesenian wayang tetap bertahan hal ini disebabkan pemerintah tetap menjaganya dengan cara mendatangkannya untuk memeriahkan kegiatan sedekah bumi . Meskipun setahun sekali hal tersebut cukup membantu kelangsungan kesenian wayang kulit ini dan juga seniman yang memainkannya. Sebagai contoh untuk bulan Apit yang merupakan bulan ”sedekah bumi” sanggarnya satu bulan tidak pulang kandang terus berpindah-pindah dari desa satu ke desa lainnya , bahkan ada 15 order yang harus dialihkan pada sanggar lainnya. Selain bulan Apit , bulan-bulan orang Jawa menggelar pesta perkawinan atau sunatan yaitu bulan Besar , Mulud, Ruwah dan Syawal masih ada juga orang yang mendatangkan kesenian wayang ini. Oleh karena itu dia dan teman-temannya selalu berharap agar orang jawa khususnya tetap menjaga kelestarian kesenian wayang kulit ini , tanpa dukungan yang lainnya dia dan teman-temannya akan tergerus oleh kemajuan jaman. ” Kami hanyalah seniman yang cinta akan budaya yang adi luhung ini yang setiap waktu terus mengasah kemampuan untuk melestarikan kesenian yang adi luhung ini , namun tanpa peran serta masyarakat kami tidak ada apa-apanya. Oleh karena itu kami mengharapkan pada masyarakat janganlah malu untuk mementaskan kesenian wayang kulit ini untuk memeriahkan setiap acara, sehingga generasi muda akan terbiasa menikmati sekaligus mencintainya ” harap Suhatta mengakhiri sua. Bagi pembaca atau siapa saja yang ingin mendatangkan kesenian wayang kulit ini dapat berhubungan dengan bapak Darsono desa Bulungan kecamatan Pakis Aji kabupaten Jepara Jawa Tengah No HP: 081326174234. (FM) Fatkhul Muin Pengelola Blog : Pusat Informasi Masyarakat Pesisir (http: www.For-Mass.Blogspot.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H