Lihat ke Halaman Asli

Ardalena Romantika

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Mengapa Korban Pemerkosaan Dipaksa Menikah dengan Pemerkosanya?

Diperbarui: 3 Februari 2021   11:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi korban pemerkosaan. (sumber: Shutterstock via kompas.com)

Pemerkosaan sejatinya adalah suatu tindakan yang keji dan sangat melecehkan kaum perempuan. Tindakan ini menyebabkan kaum perempuan merasa was-was dan khawatir akan keamanannya dalam kehidupan sosial. 

Apalagi, di masa sekarang, semakin banyak modus operandi yang dilancarkan oleh pelaku pemerkosaan, mulai dari ancaman, paksaan, kekerasan, pembunuhan, bahkan yang menghebohkan akhir-akhir ini adalah pemberian obat perangsang di minuman atau makanan.

Mirisnya lagi, masyarakat kita masih sering menormalisasi pelecehan-pelecehan yang dilakukan terhadap perempuan. Contohnya adalah tindakan catcalling di jalanan. 

Bahkan meskipun perempuan memakai baju tertutup, ada saja oknum-oknum yang melontarkan godaan-godaan dengan dalih bercanda. Dan ketika korbannya marah, tak jarang ia akan dicap sebagai perempuan 'lebay' dan tidak bisa diajak bercanda. 

Padahal, normalisasi terhadap tindakan pelecehan, sekecil apapun, akan membuka gerbang menuju pelecehan yang lebih serius dan merugikan. Muara dari semua pelecehan yang dinormalisasi tersebut adalah pemerkosaan. Dan lagi-lagi perempuan yang dirugikan.

Sulitnya pembuktian, penyidikan, penuntutan, bahkan hingga penjatuhan putusan membuat tindak pidana perkosaan menjadi salah satu tindak pidana yang menimbulkan banyak kendala dalam penyelesaiannya.

Menurut Leden Marpaung, dalam bukunya yang berjudul Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya, pembuktian terhadap tindak pidana perkosaan sulit karena perkosaan atau perbuatan cabul umumnya dilakukan tanpa kehadiran orang lain.

Tindak pidana perkosaan merupakan refleksi dari rapuhnya perlindungan terhadap perempuan. Mereka berada pada posisi yang rentan dan seringkali ditempatkan dalam objek kepentingan seksual laki-laki. Perempuan yang menjadi korban pemerkosaan seringkali menanggung rasa sakit secara fisik, trauma psikis, dan sanksi sosial seorang diri.

Apalagi jika pemerkosaan tersebut berujung pada kehamilan. Kehamilan yang tak diinginkan, menimbulkan tekanan yang luar biasa pada korban. Bayangkan, di tengah pergulatan trauma akibat pemerkosaan, korban masih harus menanggung kebimbangan untuk mempertahankan janinnya atau tidak. 

Orang-orang akan mencerca habis-habis tindakan aborsi yang dilakukan dalam kasus kehamilan tidak diinginkan, namun mereka juga tetap mencerca korban yang mempertahankan kandungannya tanpa ikatan pernikahan. 

Akhirnya, seringkali terjadi kawin paksa terhadap korban. Yang paling sering terjadi adalah korban dipaksa untuk menikah dengan pemerkosanya. Ada beberapa hal yang mendasari terjadinya pemaksaan ini, diantaranya:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline