Lihat ke Halaman Asli

www.ArdaDinata.com

Peneliti, Penulis dan Blogger

Bekal Terbaik Haji

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh ARDA DINATA


HAJI merupakan ibadah yang punya kedudukan tinggi dalam Islam, seperti halnya ibadah shalat dan puasa. Walau kewajiban haji ini hanya bagi yang mampu, namun hukum haji adalah fardu ain. Dikerjakan berpahala dan ditinggalkan berdosa. Bagi umat Islam yang mampu tapi dia dengan sengaja meninggalkan kewajiban haji, kemudian ia meninggal dunia, maka orang ini akan dianggap sama dengan orang yang mati dalam keadaan memeluk agama Yahudi atau Nasrani.

Ibadah haji ini memiliki kekhasan yang tidak terdapat ibadah lainnya. Salah satunya adalah tidak bisa dilakukan di sembarang tempat. Ibadah haji hanya bisa dilakukan di Tanah Suci Makkah yang terletak di Jazirah Arab, yang terkenal dengan negeri gurun pasir, langka tanam-tanaman, hewan dan air. Jazirah Arab juga tak punya sungai, danau, hutan, bahkan padang rumput sekalipun.

Oleh karenanya, setiap Jamaah haji harus mempunyai bekal yang cukup. Mengapa? Salah satunya karena ibadah haji itu banyak mengandalkan kekuatan fisik dan mental manusia. Faktanya, para tamu Allah itu diminta mengelilingi rumah-Nya, mondar-mandir antara dua bukit, melontar dengan batu-batu kecil, mencium batu hitam, pakaian yang dikenakan tidak boleh berjahit, alas kaki jangan menutup mata kaki, dan bila pakaian telah dikenakan tidak boleh berhias lagi. Bersisir, menggunting kuku, dan mencabut bulu pun bila dilakukan akan terkena denda, lebih-lebih bercumbu, membunuh binatang, dan mencabut tumbuhan.

Dalam hal ini, M. Quraish Shihab mengungkapkan bahwa di sekeliling rumah-Nya banyak sekali pengunjung, sehingga banyak kepentingan yang dapat berbenturan. Di samping itu, ada juga penggoda, bahkan iblis dan setan pun cukup banyak berkeliaran menanti mangsa atau mencari pengikut. Di sini, kalau bekal tak cukup, bukan Rumah Tuhan yang dijumpai, tetapi sarang iblis yang akan kita huni.

Allah SWT telah memberi petunjuk dalam QS Al-Baqarah: 197, ”(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats (mengeluarkan perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau bersetubuh), berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang berakal.

Ya, bekal terbaik haji adalah takwa. Bertakwa maknanya berarti menjaga diri dan meninggalkan segala hal yang dilarang Allah SWT tentangnya. Pokoknya, takwa itu pesan Tuhan yang diamanatkan kepada para pendahulu dan generasi mendatang (QS Al-Nisa: 131). Alquran sendiri menggunakan takwa itu dalam arti himpunan segala kebajikan dan pesan agama, karena itu merupakan sarana yang melindungi manusia dari segala bencana.

Dalam literatur agama Islam disebutkan bahwa makrifat adalah modal orang bertakwa, pengendalian diri sumber aktivitasnya, kasih asas pergaulannya, kerinduan kepada Ilahi tunggangannya, zikir pelipur hatinya, kepercayaan diri kekuatannya, keprihatinan adalah temannya, ilmu senjatanya, sabar busananya, kesadaran akan kelemahan di hadapan Allah kebanggaannya, zuhud profesinya, kebenaran andalannya, ketaatan kepada Allah buah hatinya, perjuangan adalah kesehariannya, sedangkan buah mata kesayangannya ditemuinya saat dia menghadap Allah di dalam shalat.

Dalam konteks ibadah haji sendiri, takwa sesungguhnya adalah nama bagi kumpulan simbol-simbol keagamaan yang mencakup antara lain pengetahuan, ketabahan, keikhlasan, kesadaran akan jati diri, persamaan manusia, dan pengakuan kelemahannya di hadapan Allah SWT.

Melalui bekal ilmu pengetahuan (agama Islam) ini, maka Jamaah haji akan sadar terhadap apa pun yang dilihat dan dilakukannya itu merupakan simbol-simbol dengan aneka makna yang agung. Artinya, apabila dihayati akan mengantarkannya masuk dalam lingkungan Ilahi. Faktanya, sepanjang perjalanan haji banyak hikmah dan nilai religius yang patut dipetik dan sangat bermanfaat untuk setiap Muslim yang ingin menangkap makna dari aktivitas berhaji.

Pesan moral yang didapat, misalnya: di miqat kita meninggalkan baju kebesaran ”aku” berganti dengan pakaian ”ihram”; tersentuhnya suasana spiritual dengan gema kalimat talbiyah; sikap tauhidullah (Kakbah); meneladani sikap Ibrahim a.s.; peran sebagai Siti Hajar; semangat mengusir musuh (setan); Al-hajju Arafah; nilai dari sebuah kurban; dan lainnya. Di sini, dapat dikatakan dengan bekal kesadaran akan persamaan manusia dan kelemahannya di hadapan Allah, Jamaah haji akan menanggalkan pakaian sehari-harinya diganti dengan pakaian ihram. Mulai saat itulah, ia harus tidak cepat tersinggung, apalagi marah. Sebab, rasa kebesarannya telah pupus sejak ia memiliki bekal tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline