Oleh ARDA DINATA
MEMASUKI musim hujan ini, penyakit demam berdarah dengue (DBD) kembali menebarkan ancaman kepada masyarakat. Ancaman tersebut seolah kian menambah rasa khawatir dan takut masyarakat yang pada saat bersamaan juga dibuat tercekam oleh ancaman tak kalah menakutkan dari penyakit flu burung, malaria, filariasis, dan beberapa penyakit lain yang bersumber binatang. Bagaimana sebenarnya proses terjadinya penyakit-penyakit tersebut pada manusia?
Terkait dengan proses terjadinya penyakit pada manusia, John Gordon telah memodelkan terjadinya penyakit itu seperti sebatang pengungkit yang memiliki titik tumpu di tengah-tengahnya. Pada kedua ujungnya terdapat pemberat, yaitu A (agent atau penyebab penyakit) dan H (host atau populasi berisiko tinggi), yang bertumpu pada E (environment atau lingkungan).
Menurut Gordon, idealnya terdapat keseimbangan antara A dan H yang bertumpu pada E, yang digambarkan sebagai kondisi sehat. Masalahnya, kondisi seperti ini tentu tidak selalu terjadi. Ada kalanya yang terjadi adalah empat kondisi dalam kategori sakit. Hal ini diakibatkan oleh adanya berbagai kondisi.
Pertama, beban agent memberatkan keseimbangan sehingga batang pengungkit condong ke arah agent. Hal ini berarti agent memperoleh kemudahan-kemudahan untuk menyebabkan sakit pada host. Kedua, apabila host memberatkan keseimbangan sehingga batang pengungkit condong ke arah host. Kondisi seperti ini tentu dapat terjadi jika host menjadi lebih peka terhadap suatu penyakit.
Ketiga, ketidakseimbangan terjadi akibat bergesernya titik tumpu di environment (lingkungan). Hal ini menggambarkan kalau kondisi lingkungan tersebut telah sedemikian buruknya, sehingga memengaruhi agent, dan menjadikannya lebih ganas atau lebih mudah masuk ke dalam tubuh manusia. Keempat, kondisinya mirip kondisi kedua, yakni kualitas lingkungan terganggu sehingga pengungkit condong ke arah host. Dalam hal ini, host menjadi lebih peka oleh kualitas lingkungan tertentu.
Sistem penularan
Selain pengetahuan tentang proses terjadinya suatu penyakit, kita juga perlu memahami bagaimana suatu penyakit itu dapat menular kepada orang lain. Dalam tulisan ini, penulis mencoba fokuskan pada penularan penyakit bersumber binatang. Menyangkut sistem penularan ini, kita tahu bahwa di alam perputaran penyakit (patogen) terjadi antara manusia penderita, penyakit, dan vektor. Dan kalau ada inang reservoir ikut berperan, selain perputaran tersebut, juga ada perputaran antara inang reservoir dengan vektor.
Dalam hal ini, menyangkut sistem tersebut, menurut Singgih H. Sigit (2006), dari Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan FKH IPB, sebenarnya terdapat lima subsistem. Pertama, hubungan timbal balik antara patogen dan reservoir. Kedua, hubungan timbal balik antara vektor dan reservoir. Ketiga, hubungan timbal balik antara patogen dan vektor. Keempat, hubungan timbal balik antara vektor dan manusia. Kelima, hubungan timbal balik antara patogen dan manusia. Lebih jauh, diungkapkan Sigit, di dalam masing-masing subsistem itu bioekologi memainkan peranan menentukan. Bioekologi sangat instrumental menjawab berbagai pertanyaan menyangkut hubungan timbal balik itu.
Strategi pengendalian
Dalam upaya menanggulangi suatu penyakit bersumber binatang, pola operasional pengendaliannya harus dilandasi startegi yang tepat. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan yang harus betul-betul dipahami tentang prinsip dasar terjadinya penyakit dan bagaimana cara penularannya.
Aplikasi dari model Gordon di atas, sesungguhnya hal itu sangat berguna bukan hanya dapat memberikan gambaran tentang terjadinya suatu penyakit, tetapi juga dapat menjadi acuan untuk mencari solusi bagi kondisi atau permasalahan yang ada. Alasannya, penanggulangan/pengendalian suatu penyakit (penyakit menular), dapat berupa pemberatan pada penyebab (agent), meningkatkan daya tahan serta kekebalan penjamu atau manusia (host), serta memperbaiki kondisi lingkungan (environment).