Lihat ke Halaman Asli

Dwi Ardian

Statistisi

Dampak Buruk Rokok Jauh Lebih Besar daripada Sumbangan Semu kepada BPJS

Diperbarui: 23 September 2018   16:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

twitter.com/kemenkesri

Rokok beberapa saat terakhir seakan menjadi pahlawan karena cukai rokok menjadi penambal defisit BPJS. Presiden telah menandatangani Perpres yang mengatur tentang itu. Sebenarnya sebuah anggapan keliru kalau menganggap rokok sebagai malaikat penyelamat karena kerusakan yang diakibatkan rokok begitu besar dibandingkan pertolongan semu yang diberikan.

Merokok merupakan aktivitas yang dianggap biasa di masyarakat. Sebagian masyarakat malah menganggap rokok merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi. Merokok sudah menjadi kebiasaan dan gaya hidup di setiap jenjang masyarakat. 

Mulai dari orang tua hingga ke anak kecil, laki-laki maupun perempuan. Kaya maupun miskin, di perkotaan maupun di perdesaan. Tidak heran jika yang paling banyak meraup keuntungan dari kebiasaan ini adalah para perusahaan rokok. Perusahaan dari luar negeri maupun dari dalam negeri.

Dari tahun ke tahun ada suatu "kemajuan" dari penikmatnya. Usia yang semula hanya dimulai oleh kalangan remaja saja perlahan tapi pasti sudah merambah ke anak kecil. Lebih dari sepertiga atau 36,3 persen penduduk Indonesia saat ini menjadi perokok. "Bahkan 20 persen remaja usia 13-15 tahun adalah perokok," kata Menteri Kesehatan Nila Moeloek. 

Hal yang lebih mencengangkan, kata Nila, saat ini, remaja laki-laki yang merokok kian meningkat. Data pada tahun lalu memperlihatkan peningkatan jumlah perokok remaja laki-laki mencapai 58,8 persen. 

"Kebiasaan merokok di Indonesia telah membunuh setidaknya 235 ribu jiwa setiap tahun," ujarnya. Cukup mengherankan dan miris bagi kita karena masih banyak yang menganggap bahwa itu hal yang biasa saja. Ketika ada anak kecil yang mencoba rokok dengan gaya seperti orang dewasa malah dianggap sebuah "prestasi" dengan menjadikannya sebuah yang layak dipertontonkan, bahkan diviralkan di berbagai media sosial.

Potret Kemiskinan di Indonesia

Badan Pusat Statistik (BPS) awal tahun 2018 telah melakukan rilis data mengenai potret kemiskinan di Indonesia. Orang miskin mencapai angka 27,77 juta orang (10,64 persen). Menurut data tersebut menyebutkan bahwa rokok merupakan salah satu penyumbang terbesar kemiskinan dari semua provinsi di Indonesia. 

Berarti bahwa konsumsi rokok di Indonesia merata.  Data kemiskinan berasal dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Susenas akan diperoleh dua jenis konsumsi rumah tangga yakni konsumsi makanan dan konsumsi nonmakanan. 

Nah, garis kemiskinan (GK) yang dihasilkan oleh BPS berdasarkan penjumlahan antara garis kemiskinan makanan (GKM) dan garis kemiskinan nonmakanan (GKNM). Penghitungan GKM dan GKNM ada metodenya tersendiri dan terbaik yang sampai sekarang belum ada metode lain yang dianggap dan teruji lebih baik.

Penghitungan ini mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi tahun 1978. Paket komoditas kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditas (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). "Dll" ini termasuk di dalamnya rokok kretek filter yang ternyata penyumbang kedua kemiskinan di Indonesia setelah padi-padian. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline