Lihat ke Halaman Asli

Refleksi Ikrar Sumpah Pemuda: Menjadi Pemuda yang Melek Literasi Demokrasi Menyongsong Pemilihan Umum 2024

Diperbarui: 5 November 2023   00:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemuda merupakan manifestasi bangsa yang mencerminkan nilai-nilai, esensi, dan juga harapan suatu negara di masa depan. Keberadaanya memiliki peran yang besar karena terbukti mampu mempengaruhi lingkungan masyarakat dengan lebih handal. Semangat dan idealisme yang kuat menjadikan masyarakat menaruh kepercayaan lebih kepada pemuda.

Kiprah pemuda telah banyak dicatat dalam sejarah. Salah satunya adalah dikumangdangkannya ikrar Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Semangatnya yang bergelora menghantarkan energi positif kepada masyarakat untuk bisa menyatukan bangsa dalam nama kebhinekaan (Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa) agar kemerdakaan Indonesia dapat tercapai. Seiring berjalannya waktu, ketiga ikrar tersebut rupanya masih tetap relevan dengan kehidupan. Ada banyak pesan di dalamnya yang dapat dimaknai oleh masyarakat Indonesia, terutama para pemudanya.  

Sumpah Pemuda memberikan banyak pelajaran mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan di berbagai situasi bermasyarakat serta bernegara. Persatuan dan kesatuan menjadi aspek penting sebagai warga negara dalam berdemokrasi. Proses demokrasi tercermin dalam kegiatan pemilihan umum yang bertujuan memilih pemimpin atau orang-orang yang dapat mewakili kepentingan masyarakat. Di tahun 2023 ini, tepat 95 tahun Sumpah Pemuda diikrarkan rupanya membutuhkan peran besar pemuda untuk bisa mempengaruhi masyarakat. Hal ini bertujuan agar pesta demokrasi atau Pemilu yang akan dilaksanakan di tahun 2024 dapat berjalan dengan sukses. Pemuda dapat pasang badan berperan di berbagai aspek, baik yang terjun langsung dalam proses Pemilu atau menjadi bagian dari masyarakat secara umum.

Pemuda juga akan terlibat peran menjadi sosok yang mempengaruhi dan juga terpengaruhi. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami literasi demokrasi. Cara mudah untuk dapat berliterasi demokrasi adalah dengan menjadi pemuda yang bisa mengantisipasi hoaks. Pemilu di era serba digital seperti saat ini akan sangat rawan dengan bertebarannya hoaks-hoaks di media sosial. Banyak konten baik berupa gambar ataupun tulisan yang menjadi sarana penyebar hoaks. Masalah ini diperkuat dengan algoritma digital yang kerap kali tidak sesuai membuat pemahaman masyarakat kurang terbuka dengan luas.

Cara untuk mencegah hoaks salah satunya adalah dengan meningkatkan pemahaman akan suatu bentuk tulisan atau bacaan. Sebuah tulisan atau bacaan yang ditersebar luas di berbagai platform media sosial sangat diperlukan untuk dicek kredibilitasnya. Saat menerima informasi bacaan ada baiknya mengecek beberapa hal, yaitu:

  • Penyebar informasi
  • Kondisi sang penyebar informasi, apakah dapat dipercaya atau terafiliasi dengan kelompok tertentu
  • Informasinya berupa fakta atau opini
  • Kebenaran isi dari informasi
  • Dampak informasi bagi pembaca (diri sendiri)
  • Dampak informasi bagi orang lain

Hal yang menjadi sorotan dalam upaya mengambil informasi dari sebuah wacana yang beredar adalah memahami dengan baik bentuk fakta dan opini. Fakta tentunya didukung oleh data, sedangkan opini hanya sebatas argumen dari sudut pandang pribadi. Pemuda dengan segudang pengetahuan dan pengalam yang lebih di era digital ini, ada baiknya memahami wacana dengan baik saat menerima maupun akan menyebarkan kepada masyarakat. Jika dikaitkan dengan Sumpah Pemuda, maka amanat dalam ikrar ketiga yaitu "Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia" sebenarnya dapat dimaknai bahwa ada pentingnya mempelajari bahasa Indonesia dengan lebih mendalam. Aspek-aspek kebahasaan yang termasuk di dalamnya bentuk kata lazim, pemahaman isi wacana, dan pemahaman bentuk (framing) wacana akan didapatkan. Selain itu wacana biasanya berkaitan dengan gaya bahasa yang digunakan. Gaya bahasa bisa bersifat netral atau tendensius yang mengandung upaya memanipulasi emosi para pembacanya. Hal tersebut akan menjadi bekal untuk bisa menangkal hoaks yang beredar di masyarakat. Pemahaman akan aspek kebahasaan tersebut juga bisa menjadi penunjang pengetahuan akan jenis media penyebar wacana informasi. Beberapa karakteristik media jurnalisme kredibel menurut Ika Ningtyas dalam Training Melawan Kabar Kibul bersama Cek Fakta Tempo (2021) yaitu:

  • Menjelaskan identitas kepemilikan media, susunan redaksi, alamat, alamat email, dan nomor telepon. Biasanya ditemukan pada bagian "About Us" atau "Tentang Kami"
  • Produksi berita dihasilkan oleh redaksi, bukan sekedar menyadur dari media lain
  • Memenuhi fungsinya sebagai pemberi informasi, edukasi, dan pemantau kekuasaan.

Dengan berbagai upaya untuk bisa memaknai peristiwa Sumpah Pemuda dalam konteks literasi demokrasi menjelang Pesta Demokrasi 2024, maka dapat menjadi usaha suksesnya kegiatan tersebut. Pada akhirnya peran pemuda akan sangat besar nilainya untuk bisa memastikan pemilu nanti tetap dalam suasana yang jujur, adil, dan bermakna. Dalam semangat memaknai ikrar Sumpah Pemuda, maka mari bersama-sama menumbuhkan literasi demokrasi agar tercipta suasana demokrasi di Indonesia yang lebih baik.

Penulis: Ngifat Khoerunnisa (Mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Sebelas Maret)

Dr. Muhammad Rohmadi, S.S., M. Hum. (Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Sebelas Maret)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline