Lihat ke Halaman Asli

Arif Rahman

Freelancer

Aku, Kompasiana, dan Kenangan yang Tak Terlupakan

Diperbarui: 22 November 2017   09:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kopdar Setahun Lalu di Kampung Popsa (Foto : Mas Isjet)

Menulis adalah upaya menangkap makna, mengikatnya, kemudian mengabadikannya. "By Yusran Darmawan"

*   *   *

Kalau mau belajar menulis, di Kompasiana aja. Disana banyak penulis-penulis hebat, wartawan dan juga blogger terkenal.

Sore itu (November 2012), ditengah angin sepoi-sepoi yang menyejukkan suasana dan ditemani secangkir kopi, tepat di beranda lantai dua kost-kostan, seorang teman memberikan wejangan dan motivasi pada saya yang mulai tertarik dengan dunia menulis. Sambil menyeruput secangkir kopi, saya pun manggut-manggut saja dan dengan jiwa yang semangat mendengar saran yang di ucapkan olehnya. Tak lupa sesekali bertanya tentang dunia tulis menulis yang masih awam bagi saya. Meski ia menjawabnya, ujung-ujungnya saya diarahkan kembali untuk bergabung di Kompasiana.

Sudah, buka saja Kompasiana dulu, nanti juga kamu tahu bagaimana asyiknya menulis. Kalaupun kamu belum mendaftar, setidaknya baca-baca dulu tulisan di sana, nanti juga lama-lama jiwa menulismu akan bangkit dengan sendirinya. Kompasiana pas buat kamu yang baru mau mulai belajar menulis. Adanya banyak tulisan setiap harinya yang bisa kamu pelajari dari berbagai genre, gaya bahasa, dan ciri khas. Kompasiana itu komplit dan beda dari blog, peluang tulisan juga terbuka lebar, bahkan kalau tulisan kamu unik dan bagus, punya peluang jadi headline (berita utama), bisa dimuat di Kompas, dan banyak lombanya juga di sana dengan hadiah yang menggiurkan.

Sore itu, rasanya seperti menerima materi kuliah. Doktrin yang berikan kepada saya sedikit berhasil. Saya pun mulai penasaran dengan Kompasiana dan perlahan-lahan mulai mengintip sesekali dan membaca tulisan yang dihasilkan oleh para kompasianer. Dari sesekali mengintip, lama kelamaan saya malah hampir tiap hari membaca tulisan di kompasiana. Dari kebiasaan setiap hari membaca tulisan di kompasiana, saya pun mulai berpikir untuk membuat akun di website keroyokan ini.

Januari 2013, saya pun membuat akun di kompasiana, tapi saat itu saya tidak langsung menulis. Tau sendirilah, musuh bagi para penulis awam. Selain nggak punya ide, nggak tau harus memulai dari mana, juga takut menodai halaman kosong yang begitu suci bersih. Tapi kejadian itu nggak berlangsung lama, karena saya pun berpikir juga, kalau tidak menulis, terus ngapain buat akun. Perlahan-lahan saya pun mulai memberanikan diri untuk menulis. Dan benar apa kata teman yang mendoktrin saya, menulis di kompasiana itu asyik, apalagi tulisan yang di posting banyak yang baca dan banyak yang ngasih komentar. Lebih-lebih lagi tulisan yang dihasilkan terpilih sebagai pemenang lomba.

Ya, memenangkan lomba di Kompasiana adalah pencapaian yang fantastis menurut saya. Bisa mengalahkan mereka yang sudah terbiasa menulis adalah moment yang tak terlupakan. Dan semakin membuat saya terbuai adalah bisa mengenalkan daerah sendiri kepada orang lain, senangnya ampe kebawa mimpi. Waktu itu kalau tidak salah, saya memenangkan lomba yang diadakan oleh salah satu Kementerian dengan tema "Makanan Tradisional atau Khas Daerah".

Selain menang lomba, lumayan banyak goodie bag yang saya dapatkan dari kompasiana. Beberapa diantaranya saya berikan kepada dua adik saya (beberapa lembar baju) dan juga ponakan. Saya juga mulai di kenal oleh teman-teman sekampung yang merantau di Makassar sebagai penulis. Padahal cuma kompasianer doank yang belum pantas dipanggil penulis, karena tulisan yang saya hasilkan masih jauh dibawah standar menurut saya pribadi.

Bonus lainnya, kompasiana punya banyak acara untuk menyatukan para kompasianer di setiap wilayah bahkan nasional. Sebut saja seperti acara nangkring dan kompasianival, yang selalu menghadirkan narasumber yang kompeten. Berkat acara-acara seperti itu, saya jadi mulai belajar untuk lebih sering bersosialiasi dan memperbanyak jaringan. Baik antar satu wilayah maupun dengan kompasianer dari daerah lain. Dari acara nangkring itu pula, saya jadi kenal beberapa orang yang ada di bawah bendera kompasiana. Seperti mas Kevin, mas Nurul, mas Isjet, COO lama Kang Pepih, dan mas Deri.

Yang tak terlupakan lagi adalah bisa bertemu dengan beberapa pejabat, salah satunya Bupati Bantaeng, Prof. Nurdin Abdullah (salah satu tulisan saya tentang beliau di apresiasi dan dimuat dalam websitenya). Padahal bupati di kampung halaman sendiri belum pernah ketemu, meskipun ternyata masih keluarga dari bapak saya. Hehehe...

Dan yang paling membuat saya salut dari kompasiana adalah tiap berkunjung ke suatu daerah alias adain acara nangkring, siap-siap kompasianer daerah yang dituju pasti di ajak kopdaran. Alhamdulillah, beberapa kali saya menjadi bagian kopdaran itu. Salah satunya saat di ajak ke Kampung Popsa, Agustus 2016. Padahal selama 8 tahun berada di Makassar, baru malam itu saya tahu ada tempat itu. Sebelum-sebelumnya cuma lewat saja di depannya dan tidak pernah tahu kalau yang namanya Kampung Popsa yang terkenal itu adalah tempat tersebut. Hhhmm... benar-benar udik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline