Lihat ke Halaman Asli

"The Last Survivors"

Diperbarui: 27 April 2018   17:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Perang ini adalah bagian dari keserakahan manusia. Mereka menghancurkan dan memulai kembali apa yang telah mereka usahakan demi menuntaskan ego. Menghilangkan sisi kemanusiaan dan membumikan tatanan rimba raya. Mereka yang terkuat, mereka yang memimpin dunia.

Seribu tahun pasca Perang Dunia ke-II, grafik modernitas menurun sejak lima ratus tahun lalu.  Kini manusia kembali ke zaman titik nol peradaban. Maka, keadaan menuntut mereka untuk bertahan hidup. Tak terpedulikan lagi kebaikan dan keburukan. Inilah yang menyebabkan tingkat kriminalitas menanjak tanpa penegakan keadilan.  

Semua bangsa kini setara. Hidup dalam satu kapal bernama bumi. Tanpa Negara tanpa Pemimpin. Tuhan menghadiahi keserakahan manusia dengan layak. Karena dialah, yang berhak mengatur umat manusia sesuai kehendak-Nya.

Persaingan antar individu membentuk mereka untuk menjadi yang terkuat. Kembali, untuk kesekian kalinya keserakahan menjadi raja yang di sembah. Dan terbukti, percakapan langit antara Tuhan dan Malaikat tentang manusia. Tentang sekumpulan mahluk yang mendiami bumi, yang selalu berbuat kerusakan dan saling menumpahkan darah.

"Mungkin, hanya kematian yang memberi kedamaian." Kata Majeed kepada salah satu temannya.

"Tidak. Manusia berhak menentukan kedamaiannya sendiri." Timpal Syakeer atas pernyataan kawannya itu.

Mereka berdua adalah bagian dari puing-puing peradaban. Anak-anak muda yang mewarisi apa yang pendahulu mereka lakukan. Setidaknya, merekalah yang masih menjunjung tinggi solidaritas antar sesama.

"Majeed, stok makanan untuk saudara-saudara kita menipis. Bahkan tak cukup masa sampai seminggu." Ujar Syakeer.

Majeed terlihat tak bergeming. Entah apa yang sedang ia pikirkan. Matanya jauh menerawang. Menembus dinding-dinding setinggi gedung lima puluh lantai. Tempat di mana para koloni yang berhasil menyusun kembali peradaban. Tempat di mana tumbuhnya ketamakan.

"Ada berapa saudara kita yang siap berburu?" tanya Majeed membuka suara.

Syakeer mafhum ke arah mana pertanyaan saudaranya itu, "Sekitar sepuluh orang siap dikerahkan."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline