Pembantaian Muslim yang sedang salat Jumat di Masjid di salah satu Kota Christchurch, Selandia Baru, pada Jumat (15/3/2019), yang dilakukan oleh Brenton Tarrant warga Australia, penganut garis keras dari ideologi mendiang politikus Sir Oswald Mosley dari Inggris, yang anti "Islam" dan anti "Imigran" adalah tragedi kemanusiaan yang patut dikecam oleh siapapun.
Brenton Tarrant warga Australia, menggunakan senapan serbu, menembak Jemaah yang sedang melakukan ibadah, salat jumat di Masjid Al-Noor dan Mesjid Lin Wood Ave ota Christchurch, Selandia Baru, pada Jumat (15/3/2019). Penembakan itu telah merenggut setidaknya 49 nyawa saat para jemaah sedang melakukan ibadah salat Jumat.
Aksi ini, menunjukkan adanya "stigma negatif" tentang Muslim, di sebagian belahan bumi ini, yang memandang muslim sebagai orang yang berbahaya. Sisi ini pula menunjukkan begitu tidak berimbangnya pemberitaan media, tentang dunia Islam selama ini, sehingga membuat banyak orang, berasumsi bahwa Islam sebagai ajaran yang keliru, bahkan dianggap ajaran radikal. Tentu asumsi ini tidak berdiri sendiri, tapi dipicu oleh rangkaian peristiwa yang membuat oang memberikan "stigma negatif", pada Muslim dan Islam sebagai Agama.
Sebutlah kejadian pemboman Gedung WTC Amerika, tanggal 11 september 2001, yang disusul dengan serangkaian peledakan bom, di banyak negara yang dilakukan oleh kelompok "Islam radikal", termasuk Bom Bali, yang mengorbankan banyak warga Australia. Aksi-aksi brutal kelompok "Islam Radikal" ini membuat sebagian non muslim, mengasumsikan Islam identik dengan radikalisme. Asumsi ini dapat dimaklumi pada satu sisi, tapi pandangan ini tidaklah benar, karena Islam sama sekali tidak mentolelir, apalagi mengajarkan untuk "membunuh" orang lain.
Apa yang terjadi di Kota Christchurch, Selandia Baru pada hari jumat lalu, tentu menjadi luka yang amat dalam, bagi ummat muslim se-dunia, dan kejadian itu pantas dikutuk oleh siapapun, sebagai "kejahatan" kemanusiaan.
Tapi kejadian ini pula, selayaknya menjadi bahan refleksi, bagi ummat Islam, bahwa ada realitas, yang menunjukkan bahwa dalam Islam, ada aliran yang menafsirkan, secara dangkal ajaran Islam, menjadi sebuah doktrin untuk memusuhi orang lain, dan melakukan kekerasan, bahkan pelanggaran kemanusiaan, dengan alasan tertentu.
Penyebaran kelompok "Islam Radikal", di belahan bumi menunjukkan perkembangan, yang mengkhawatirkan semua negara, termasuk Indonesia, karena itu pemerintah Indonesia membubarkan HTI yang dianggap mengancam keutuhan berbangsa, dan memiliki pemahaman yang berpotensi melahirkan pribadi muslim yang radikal.
Brenton Tarrant adalah korban sebuah doktrin "anti Islam", dan "anti migram" Islam, karena "stigma negatif" tentang Islam, dan publikasi yang berlebihan atas aksi-aksi kelompok "Islam radikal" yang membuat orang ketakutan dan membenci Islam.
Apa yang dilakukan oleh Brenton Tarrant, adalah "kejahatan kemanusiaan", termasuk yang mengajarkan doktrin "anti Islam" yang berlebihan ini. Karena itu merubah "stigma negatif" tentang Islam sebagai ajaran yang dianggap "Radikal", pada sebagian non muslim, dan menyadarkan kelompok "Islam radikal", harus menjadi tanggung jawab bersama setiap Muslim, karena faktanya kelompok ini berkembang dimana mana termasuk di Indonesia, dan terus menyebar ketakutan dan bahkan telah melahirkan kebencian oleh sebagian non muslim.
Penulis : Arbit Manika