Lihat ke Halaman Asli

Dimensi Psikologis Dalam Interaksi Medis Apoteker Dengan Pasien

Diperbarui: 8 Januari 2025   16:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dalam dunia kesehatan, sudah tentu kita mengenal apa itu interaksi medis. Interaksi medis merupakan hubungan timbal balik antara petugas kesehatan dengan pasien. Interaksi medis adalah proses yang menggambarkan komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik sendiri memiliki arti komunikasi yang dilakukan secara sadar, memiliki tujuan, dan berfokus pada kesembuhan pasien. Ini artinya interaksi medis yang dilakukan oleh petugas kesehatan adalah aspek utama dalam membangun pelayanan kesehatan. Terlebih lagi seorang apoteker, perannya sangat vital di dunia kesehatan. Pada beberapa sumber, profesi apoteker disebut sebagai "Sang Penakluk Obat". Hal ini benar adanya, untuk menjadi seorang apoteker diperlukan waktu yang tidak sebentar. Bahkan, sebelum melanjutkan pendidikan di program studi farmasi pun juga memerlukan pertimbangan yang matang, karena digadang-gadang farmasi adalah salah satu jurusan tersulit di Indonesia maupun di dunia.

Pertimbangan yang harus dipikirkan secara matang adalah kecocokan bidang studi farmasi dengan minat, bakat, dan kondisi mental masing-masing individu. Disamping ketiga hal tersebut, tipe kepribadian yang terkadang justru  disepelekan, memiliki dampak besar ketika kita menghadapi dunia kerja. Beberapa sumber bahkan memberikan anjuran kepada pihak yang akan merekrut petugas kesehatan baru untuk memperhatikan tipe kepribadian mereka. Apoteker harus mampu membangun komunikasi dan hubungan interpersonal yang baik dengan pasien. Namun, hal ini bukanlah suatu hal yang mudah bagi seseorang yang memiliki kepribadian introvert. Kepribadian introvert dicirikan dengan pribadi yang cenderung pemalu, membutuhkan waktu untuk me-recharge energi, dan kurang suka bersosialisasi atau lebih suka fokus pada diri sendiri. Sedangkan, seorang apoteker tidak selamanya akan bekerja dibelakang layar. Ada kalanya, apoteker harus siap melayani pasien secara langsung, contohnya dalam pemberian swamedikasi. Swamedikasi adalah upaya pengobatan yang dilakukan secara mandiri tanpa adanya konsultasi dengan dokter. Pada tahun 2023, terdapat 79,74% orang di Indonesia lebih memilih untuk melakukan swamedikasi daripada berkonsultasi ke dokter. Peran apoteker dalam pemberian swamedikasi adalah pemberi konseling dan edukasi kepada masyarakat baik itu dalam aturan penggunaan dan dosis obat, risiko dan efek samping obat, ataupun jenis obat apa saja yang boleh digunakan secara mandiri. Bahkan, berdasarkan informasi dari Kementrian Kesehatan, ada 436 orang yang mengalami gejala sakit gigi pergi ke IGD, tetapi 98% diantaranya mengalami overdosis paracetamol untuk meringankan rasa sakit yang dirasakan. Hal ini semakin menunjukkan pentingnya peran apoteker dalam dunia kesehatan. Tidak hanya memberikan konseling, seorang apoteker juga harus mampu mengidentifikasi serta menganalisis dengan kritis gejala penyakit yang dikeluhkan pasien serta memberikan saran pengobatan yang tepat. Jika dilihat dari ciri-ciri seseorang dengan kepribadian introvert, maka peran apoteker berpotensi tidak dapat berjalan secara efektif. Contohnya saja dalam hal identifikasi keluhan pasien, seorang introvert yang kurang suka bersosialisasi akan kesulitan untuk membangun komunikasi dan menggali solusi. Mereka cenderung kesulitan dalam menyusun kata-kata saat menghadapi orang baru.

Fenomena yang berbeda dapat diamati pada seorang apoteker yang memiliki kepribadian ekstrovert. Seorang ekstrovert dicirikan dengan pribadi yang optimis dan percaya diri, senang bersosialisai, serta ceria. Keempat sifat ini menjadi faktor pendukung dalam menjalankan swamedikasi. Dengan kemampuan seorang apoteker yang ekstrovert,  ia mampu bersosialisasi dengan mudah, bahkan beberapa sumber menyebutkan bahwa seorang ekstrovert sangat menikmati waktu berbincang dan bergaul dengan orang lain. Jika seseorang itu adalah seorang apoteker, maka ia akan sangat menikmati waktu selama pasien berkonsultasi dengannya. Kelebihan ini mendorong terjalinnya komunikasi, maka komunikasi yang telah terjalin diantara apoteker dengan pasien akan semakin efektif. Semakin efektif komunikasi yang terjalin, maka semakin dalam seorang apoteker dapat menggali solusi dari gejala penyakit yang pasien keluhkan. Berdasarkan teori, seorang ekstrovert memiliki keuntungan dalam melakukan swamedikasi ataupun pelayanan kesehatan akibat kemampuannya dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kemampuan seorang ekstrovert dalam menikmati waktu dalam bersosialisasi dapat memunculkan perasaan nyaman yang mendukung atmosfer diantara apoteker dan pasien.

Perbedaan kedua tipe kepribadian ini memang memberikan dampak pada saat kita menghadapi dunia kerja. Kedua hal ini tidak ada yang lebih baik maupun lebih buruk, keduanya memiliki nilai positif dan negatifnya masing-masing. Tidak semua introvert mengalami kesulitan dalam melakukan komunikasi, ada juga seorang apoteker yang meskipun introvert mampu melakukan komunikasi dengan baik. Hal ini bergantung pada bagaimana setiap apoteker melatih kemampuannya dalam berkomunikasi dan membangun rasa percaya diri dalam menghadapi pasien.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline