Lihat ke Halaman Asli

Perjalanan Dinas: Favorit Para Aparatur

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, aparatur negara seringkali melakukan perjalanan dinas, baik itu dalam kota, luar kota, luar provinsi, bahkan juga luar negeri. Pada dasarnya, perjalanan dinas dilakukan aparatur negara untuk tugas-tugas atau fungsi-fungsi yang harus dikerjakan dengan keluar kantor, sebagaimana yang tersebut dalam surat perintah yang diterbitkan atasan. Setiap perjalanan dinas umumnya disertai dengan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD). SPPD adalah naskah dinas sebagai alat pemberitahuan yang ditujukan kepada pejabat tertentu untuk melakukan perjalanan dinas serta pemberian fasilitas perjalanan dan pembiayaan. Jadi, SPPD ini selain berfungsi sebagai dasar dilakukannya perjalanan dinas juga merupakan alat aparatur untuk mendapatkan fasilitas perjalanan dan pembiayaan. Setiap perjalanan dinas yang dilakukan oleh aparatur negara tentunya memerlukan biaya. Biaya tersebut dapat berupa tiket, uang makan selama perjalanan, serta uang untuk penginapan. Biaya-biaya ini sumbernya tidak lain dan tidak bukan adalah berasal dari APBN/APBD. Selain mendapatkan uang sebagai biaya selama perjalanan tersebut, aparatur negara juga mendapatkan "uang upah perjalanan" yang besarnya memang sudah diatur oleh pemerintah. Uang upah perjalanan ini di luar dari gaji dan tunjangan yang diperoleh setiap bulannya. Oleh karenanya, perjalanan dinas menjadi favorit dan bahan rebutan bagi sebagian aparatur negara. Selain itu, bagi sebagian kalangan, perjalanan dinas adalah ajang bagi aparatur negara untuk ber-refreshing ria, mengobati kejenuhan bekerja di dalam kantor, dan menikmati dunia luar kantor. Istilah lainnya "bekerja sambil rekreasi." Beberapa Pegawai Negeri Sipil sering menyebutnya dinas luar (DL), yang sering dipelesetkan menjadi dinas liar.

Perjalanan dinas, sepanjang itu relevan dan dalam koridor yang tidak melanggar peraturan adalah legal dan memang perlu. Akan tetapi, pada praktiknya banyak perjalanan dinas yang sebenarnya tidak efisien dan cenderung mengada-ada sehingga cukup banyak menguras dana APBN/APBD. Alokasi anggaran perjalanan dinas kementerian dan lembaga cenderung naik. Pada APBN 2009, pemerintah mengalokasikan belanja perjalanan dinas sekitar Rp 2,9 triliun yang pada APBN Perubahan 2009 naik hampir enam kali lipat menjadi Rp 12,7 triliun. Bahkan realisasi anggaran yang digunakan membengkak menjadi Rp 15,2 triliun. Pada tahun 2010, pemerintah menganggarkan belanja perjalanan dinas sekitar Rp 16,2 triliun yang kemudian ditingkatkan menjadi Rp 19,5 triliun pada APBN-P 2010. Sementara itu, dalam APBN 2011 pemerintah menganggarkan Rp 24,5 triliun. Yang menjadi ironis adalah kenyataan bahwa meningkatnya anggaran perjalanan dinas tersebut juga diikuti oleh dugaan terjadinya penyimpangan. Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2010, dugaan penyimpangan belanja perjalanan dinas sebesar Rp 89,5 miliar dan 63.449 dolar AS yang tersebar setidaknya pada 44 Kementerian/Lembaga. Sementara untuk tahun LKPP tahun 2009, BPK menemukan dugaan penyimpangan sebesar Rp 73,5 miliar pada 35 Kementerian/Lembaga. Modus penyimpangan yang dilakukan aparatur negara terkait perjalanan dinas ini kemungkinan besar adalah perjalanan fiktif, perjalanan yang mengada-ada, mark-up harga tiket/tarif hotel, serta pemalsuan tiket. Penyimpangan ini umumnya lebih banyak dilakukan pada akhir tahun anggaran. Tujuannya jelas dan tak lain dan tak bukan adalah untuk menghabiskan anggaran.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline