Lini masa saya beberapa hari terakhir diramaikan oleh kisah nyata "Cinta ditolak, Dukun Bertindak". Merujuk pada peristiwa penemuan bangkai ayam, tali pocong, dan foto wanita di sebuah makam di Kudus belum lama ini.
Respon netizen nyaris serupa, ngeri dengan praktik ilmu hitam yang rupanya masih eksis hingga sekarang. Selebihnya, komentar bernada mengingatkan untuk kaum hawa yang umumnya jadi sasaran praktik tersebut.
"Makanya, cewek tu hati-hati kalau nolak cowok. Harus yang sopan..."
"Di kampungku ada cewek yang ngeludahin cowok pas ditembak, tapi ujung-ujungnya nikah sama yang diludahin itu. Duh, hati-hati lho... "
"Ibuku bilang kalau nolak cowok tu minta maaf dulu kalau perlu, takutnya dia sakit hati terus dendam dan bertindak macam-macam... "
"Aduh, jangan kasar-kasar kalo nolak cowok, girls! Didukunin berabe kita... "
Komentar-komentar seperti itu memang tidak salah. Saya pun sebagai sesama perempuan mengamini untuk tetap sopan dan bertutur kata baik di setiap kondisi, termasuk saat menolak cinta seseorang.
Namun saya merasa gelisah, ketika semua peringatan itu kompak ditujukan hanya untuk kaum hawa, dan sedikit sekali --nyaris tidak ada-- yang ditujukan kepada kaum lelaki.
Seolah jika ada peristiwa "Cinta ditolak, dukun bertindak", maka itu karena salah si perempuan yang terlalu kasar dalam bertutur kata. Sedikit banyak jadi mengingatkan saya pada banyaknya peristiwa perkosaan, namun yang dikomentari adalah cara si gadis berpakaian.
Maka saya menuliskan kegelisahan ini sekadar untuk mengimbangi, bahwa sebetulnya bukan hanya kaum perempuan yang harus diingatkan, namun juga para lelaki
Para orang tua bukan hanya harus mengingatkan anak gadisnya untuk menjaga diri, tapi juga pada anak laki-lakinya untuk bertindak bijak dan hati-hati.