Lihat ke Halaman Asli

Arako

TERVERIFIKASI

Freelancer

Perempuan yang Hampir Mati untuk Kehidupanku

Diperbarui: 4 Januari 2018   13:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi : tribunnews.com


Hari ini aku berkisah tentang seorang perempuan yang hampir mati untuk kehidupanku. Perempuan yang setiap senyumnya adalah bait-bait doa. Perempuan yang kupercaya bahwa ia adalah setitik terang surga yang diturunkan Tuhan, untuk kemudian boleh kupanggil mama.

Jangan berpikir mamaku adalah perempuan lemah lembut, dengan jemari lentik berkuteks yang terampil memainkan alat make up. Tidak! Alih-alih cantik, ia tampak garang dengan kulit wajah gelap dan berminyak saking seringnya bercanda dengan matahari. Rambut keritingnya yang kaku dan tebal itu tak pernah dipotong lebih panjang dari kerah baju. 

Outfit favoritnya jelas bukan daster bunga-bunga berbahan katun yang nyaman dipakai, melainkan celana pendek selutut, kaos berwarna gelap, ditambah topi dan "aksesoris" senjata tajam seperti parang, arit, atau cangkul yang memungkinkannya bergerak leluasa di kebun. Jika kau pikir akan kagum dengan kekar tangannya saat mencangkul, tunggu sampai kau lihat sendiri lincahnya ia saat memanjat pohon kelapa.

Mamaku, bukan tipe perempuan yang kerap menghujani kami, anak-anaknya dengan peluk atau ciuman. Cintanya lebih banyak terwujud dalam kelezatan setiap masakannya setiap hari. Kasih sayangnya nyata oleh kesigapannya melepas lintah dan pacat dari sekujur kaki setiap kali aku habis memancing dan mandi di sungai hampir 20 tahun lalu. 

Dia pula yang selalu memeriksa ransel sekolah, memastikan semua PR dan tugas sempurna dikerjakan, juga yang paling rajin menyobek lembar bagian paling belakang setiap buku yang penuh coret hitungan matematika. Dan tak lupa, ia pula yang membekaliku dengan ilmu pertahanan diri standar dari serangan jahil anak laki-laki tanpa repot-repot latihan ilmu bela diri: ancam colok matanya dengan ujung pensil yang diraut tajam, atau tendang selangkangannya!

Nah. Jika ada yang bertanya-tanya mengapa aku bisa tumbuh besar menjadi gadis yang demikian tomboy seperti ini, kalian sudah tahu dari mana kuwarisi gen setengah lelaki dalam diriku ini, kan?

***

Kadang, aku abai pada perempuan yang hampir mati untuk kehidupanku...

Waktu berlalu. Seiring putaran revolusi bumi, perempuan itu perlahan menjelma jadi musuh dalam hari-hariku. Aku menjauhkan diri darinya, lantaran setiap omelan itu tiap hari terasa kian menjemukan. Aku mulai muak dengan aturan-aturannya yang terasa begitu mengekang. Ikatan yang ada di antara kami pun pada akhirnya tak pernah semesra hubungan emosionalku dengan papa.

Berbicara hadiah, rasanya aku tak ingat kapan mama pernah memberiku hadiah atau kado-kado berharga. Sebaliknya, aku juga tak satu kali pun pernah memberinya hadiah (kecuali dalam bentuk uang tunai dari sebagian kecil gajiku tiap bulan). Entahlah, sepertinya saling memberi hadiah tidak ada dalam sejarah tradisi keluarga kami. Jadi kuanggap itu bukan sesuatu yang penting.

Namun, tepat sebulan lalu, Tuhan memberiku sebuah pelajaran luar biasa. Lewat satu peristiwa yang demikian menghancurkan hati, Tuhan akhirnya mengizinkanku melihat mama dari sudut pandang yang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline