Hijrah seakan menjadi bahasan yang tak habis didiskusikan. Terlebih ketika terjadi perubahan pada diri seseorang, ketika nampak hal baru yang dinilai lebih baik dari sebelumnya, terutama dalam hal tampilan fisik.
Namun, benarkah perubahan tampilan fisik itu adalah tanda hijrah? Untuk menjawabnya memang patut disimak kembali apa makna hijrah. Ketika membicarakan konsep hijrah Rasulullah, yang lazimnya menghangat setiap tahun baru muharram, maka hijrah yang dimaksud adalah perpindahan tempat.
Ibnu Arabi menyatakan hijrah: "keluar atau berpindah dari negara yang diperangi ke negara Islam." (Subulussalam 6/128; Nayl al-awthar, 12/270).
Sedangkan Imam Taqiyuddin Ibnu Daqiq al-I'd menyampaikan salah satu makna hijrah adalah hijrah dari apa saja yang Rasulullah SAW larang.[] "Muslim itu adalah orang yang muslim lain selamat dari lisan dan tangannya. Al-Muhajir adalah orang yang meninggalkan apa saja yang telah Allah larang." (HR Bukhari).
Maka, untuk mengukur apakah tampilan fisik yang berubah adalah benar-benar bagian dari proses hijrah, setiap langkah hijrah perlu dibekali dengan:
1. Ilmu. Ilmu penting untuk memahami hakikat hijrah. Jika seorang mukmin berusaha meninggalkan apa saja yang Allah larang, maka salah satu hal yang dilakukan adalah mengetahui apa saja yang dilarang itu. Pada saat yang sama, individu tersebut perlu mengetahui apa saja yang diperintahkan oleh Allah, bagaimana cara melakukannya, dan sebagainya. Maka untuk kedua aktivitas ini mutlak diperlukan ilmu. Langkahnya adalah dengan memperbanyak kajian Islam, sehingga kesibukan pertama setelah hijrah lazimnya adalah kesibukan mencari ilmu untuk menuntun amal.
2. Kesungguhan niat yang senantiasa terjaga. Niat merupakan hal penting yang akan menentukan arah amal seseorang. Apakah ditujukan kepada Allah atau selainnya, sehingga setting amal ini pada dasarnya adalah salah satu penentu ridha tidaknya Allah dengan perubahan yang sedang dilakukan. Sebuah niatan yang benar, semata dilakukan untuk Allah akan membawa seseorang untuk terus bertahan dalam kebaikan.
3. Kesiapan menghadapi tantangan hijrah. Sejatinya seorang mukmin yang berhijrah berada di lingkungan yang cenderung sama dengan sebelumnya. Maka ketika dia menunjukkan perubahan, lingkungan akan memandang hal baru pada dirinya. Dan disinilah ujian keistiqomahan dimulai. Orang yang berhijrah akan berhadapan dengan cara pandang dari luar, yakni ide-ide yang kebanyakan berasal dari luar Islam atau ide dari pandangan sekuler. Ilmu mengenai Islam kaffah dan tentang sekularisme adalah salah satu bekalnya.
4. Dukungan komunitas yang saling menjaga dan menguatkan. Circle pertemanan membawa pengaruh pada diri seseorang, maka ketika memulai memantapkan diri mendekat kepada Allah, hal yang tak kalah penting adalah menyeleksi ulang circle pertemanan. Yakni memfilter ulang mana yang mampu melajukan semangat taat dan meninggalkan yang sebaliknya.