Rutinitas tahunan apa yang terjadi di hari ke-empat belas bulan kedua? Yup mayoritas sudah pernah tahu berkaitan hari khusus yang diidentikkan dengan perasaaan kasih sayang. Padahal asal muasalnya masih belum pasti, karena ada beberapa versi yang disampaikan, namun anehnya ritual serupa tetap bisa bertahan.
Pelestariannya luar biasa kompak. Ada yang dengan menawarkan produk khusus menyambut hari itu, ada yang menyediakan layanan penginapan berpotongan harga, ada yang menawarkan tayangan dengan tema terkait. Intinya semuanya turut menyemarakkan moment "cinta" yang hanya setahun sekali ini.
Memang diperlukan sudut pandang dari berbagai sisi ketika akan menyikapi fenomena ini. Bukan karena cinta itu dilarang, melainkan harus mendudukkan bagaimana cinta bisa disalurkan dengan cara yang benar. Dan untuk menemukan standar sudut padang, maka harus dibuat versi yang paling adil. Yang pas untuk semua tanpa merasa ada yang dilebihkan.
Lantas sudut pandang mana yang sebaiknya diambil? Sebagai manusia yang sebenarnya hanya ciptaan Allah, maka pandangan terbaik adalah yang berasal dari zat pembuat manusia bisa hidup dan beraktivitas. Yang mana apa yang diberikan Allah sejatinya berupa perangkat aturan yang diterangkan oleh Rasul-Nya. Dan dalam keyakinan Islam, semuanya terangkum dalam syariat Islam, aturan lengkap tanpa terkecuali, termasuk membahas problematika cinta.
Islam memandang cinta itu fitrah. Setiap orang punya, dapat satu paket sejak dilahirkan. Rasa cinta ini merupakan salah satu naluri yang memang tidak bisa dibuang, sehingga diberikanlah aturan bagaimana cinta itu diekspresikan. Agar naluri ini tetap dapat dipenuhi, namun pada saat yang sama tidak asal tersalurkan dengan kemaksiatan.
Ketika masih kecil, naluri mencintai ditumbuhkan dengan bagaimana memunculkan kenikmatan beribadah kepada Allah. Diajari mencintai Sangat Pencipta dan juga utusannya sebelum cinta pada selainnya. Pada saat yang sama, mencintai kedua orang tua juga ditanamkan dengan umpan perlakuan orang tua yang lembut selama mengasuh buah hatinya.
Beranjak besar, ketika mulai bisa berinteraksi dengan lingkungan secara mandiri, rasa cinta diperluas kepada sesama ciptaan Allah. Kepada penjagaan lingkungan, kepedulian sosial, dan juga toleransi. Namun disaat itu juga diberikan penjelasan mengenai cinta pada lawan jenis (yang masuk pada ruang melestarikan jenis).
Pada bahasan terakhir ini pandangan Islam khas, sangat berbeda dengan liberal yang serba bebas. Sejak awal keluar rumah, Islam sudah mengenalkan aturan menutup aurat, menjaga dari hal yang tidak seharusnya dipandang orang. Penjagaan dilengkapi dengan ajaran menundukkan pandangan (segera mengalihkan pandangan dari hal yang tak boleh dilihat), larangan khalwat, dan larangan ikhtilat.
Bila sudah saatnya, siapapun yang mampu boleh untuk menikah, dengan maksud melestarikan keturunan. Di sinilah tempat yang tepat untuk merayakan cinta, bukan dengan jalan pacaran dan bukan dengan jalan berduaan pasangan bukan halal tapi kebablasan. Dengan jalan pernikahan ini, maka aktivitas khalwat suami istri, pacaran sesudah pernikahan menjadi halal. Boleh dilakukan dan bahkan bisa kalau mau dirayakan setiap saat.
Hanya saja perjalanan menjemput cinta dengan benar itu sekarang kalah opini. Serangan arus liberal dan hedonis tidak melepaskan bidikannya pada generasi muda agar mengikuti jalan mereka. Menjadikan masa muda seolah masa bebas tanpa perlu terikat aturanNya. Dengan gencar keduanya menawarkan pacaran, lalu memopulerkannya dengan branding yang seolah-olah keren. Media cetak hingga media elektronik, dunia maya hingga dunia nyata pun diajak bekerjasama.