Lihat ke Halaman Asli

Semangat Belajar dalam Keadaan Apa Adanya

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Senin sore,hampir maghrib. Saya menyusuri jalan kalimalang dari arah UNISMA. Berbaur bersama ratusan pengendara motor lainnya. Terjebak kemacetan. Sementara teman saya, Arief mengemudikan motor, saya duduk manis di boncengan sambil sesekali melihat jam di tangan. Melewati lampu merah tol timur, handphone saya bunyi "saya tunggu di depan Sumi Asih ya Mba Ady" Sampai di depan PT Sumi Asih,saya sudah di tunggu oleh Pa Toni. Dari situ,saya dibawa Pa Toni menyusuri gang sempit di samping PT Sumi Asih. Di tempat seperti inilah,kehidupan masyarakat yang sebenarnya. Menjelang maghrib,anak-anak berlarian menuju musholla yang yah,kalau ngga mau dibilang kecil,kita sebut saja apa adanya. Aroma-aroma khas pemukiman padat tercium.  Saya juga melewati tempat pemancingan. Dan, sungguh kontras. Anak-anak menuju musholla, sementara ngga sedikit juga laki-laki dewasa yang masih asik mancing sambil merokok ataupun sekedar kongkow-kongkow. Setelah cukup jauh melewati rumah-rumah padat penduduk,melihat dengan nyata kehidupan yang sebelumnya mungkin saya ngga tau,saya sampai di depan rumah petak. Dengan pagar bambu yang sudah hampir rubuh. Ada pohon-pohon yang tumbuh tak terurus. Lalu saya diajak masuk. Hmmm.....rumah petak,4 pintu. Di cat warna hijau muda yang sudah hampir pudar. Atapnya sudah pada bolong. Saya melewati 2 pintu pertama,dan di persilahkan masuk di pintu ketiga. Apa yang saya lihat? Ini seperti ruang kelas. Dengan bangku,tempelan di tembok, tempelan khas yang sering kita liat di TK-TK. Ada papan tulis kecil tergantung di dekat jendela. Di pojok ruangan ada dispenser kecil & beberapa gelas. Ada pintu lagi ke belakang. Dan yang saya tau,itu kamar mandi. Ketika saya masuk,ada anak laki-laki kecil,mungkin usia 5 tahun sedang belajar menulis di dampingi seorang ibu yang kemudian di perkenalkan Pa Toni sebagai istrinya. Ibu Omah namanya. Ketika bersalaman,terlihat wajah lelah Ibu Omah. "istri saya ini dari tadi pagi belum berhenti ngajar mba ady....." Pa Toni membuka obrolan. "dari pagi?" aku, Arief, dan kedua adik kembar ku terperangah "iya mba...saya dari jam 7 sampai nanti jam 8 malem ngajar anak-anak...." "ibu ngajar sendiri?" aku bertanya "iya mba....jadi belajarnya 1 jam-1 jam. 1 jam nya itu bisa 10-14 anak" kata Bu Omah sambil mengawasi si anak laki-laki tadi yang sedang menulis,sambil sesekali memberi tahu kalau dia salah. Aku,arief & kedua adik kembar ku terdiam. Speechless. "istri saya ini selama 4 taun,setiap harinya begitu mba...ngga berhenti. kalau saya ngajarnya nanti malem jam 8an...ngajar rebana,marawis,atau ngaji sama anak-anak remaja.....di ruangan sebelah,Mas Adit ngajar anak-anak SD dari jam 2 siang mba sampe nanti jam 8 malem..." Aku masih terdiam. Ahh....saya ngga sanggup lagi meneruskan penggalan obrolan saya dengan Pa Toni & istrinya. Miris banget. Sampai gemetar tangan saya waktu mengetik penggalan cerita di atas. Di tempat Pa Toni, Rumah Baca Mutiara Mandiri, mereka mengajari anak-anak usia TK,tentu saja yang ngga mampu membayar uang sekolah TK untuk membaca,menulis & berhitung. Gurunya?Ya Ibu Omah sendiri. Karena Kalau siang hari,Pa Toni bertugas mencari uang. Dengan mengamen,bantu-bantu di kelurahan,dan sekarang dapet job tambahan sebagai petugas sensus. Anak-anak binaan Ibu Omah,bisa diadu kecerdasannya dengan anak-anak dari TK. Bahkan,mereka lebih pintar ketika tes masuk SD. Karena itu,sekolah-sekolah di sekitar sana,malah kadang berbalik menitipkan murid-murid yang belum lancar membaca & menulis untuk les di tempat Ibu Omah. Total anak yang diajar Ibu Omah ada 217. Sebagaian sudah pindah ke kelas belajar SD,yang diajar oleh Mas Adit. Tiap semesternya,murid Ibu Omah bertambah karena promosi dari mulut ke mulut. Makanya, Ibu Omah agak kewalahan sekarang. Anak-anak yang belajar disini,umumnya memang binaan Pa Toni & Bu Omah dari kecil. Mereka semua bersekolah di sekolah umum,jadi yaa kalau disini,seperti bimbingan belajar lah untuk usia SD. Tapi untuk yang usia TK ngga sekolah di sekolah formal,karena ngga ada biaya, jadi ya TK-nya disini. Orang tua mereka,biasanya berprofesi sebagai tukang ojek,buruh cuci,sopir angkot,atau burh serabutan. Rumah petak 4 pintu ini juga sebagai tempat tinggal Pa Toni beserta Bu Omah & anak-anaknya. Di pintu paling ujung. Nah,di ruangan pertama,itu sebagai tempat latihan rebana,atau tempat tidur anak-anak jalanan yang dirangkul Pa Toni. Semua peralatan untuk anak-anak disini,sebagian adalah sumbangan dari beberapa sekolah dan dari individu. Tapi,lebih sering sih Pa Toni secara swadaya. Beliau cerita bagaimana memperbaiki atap & lantai yang hanya dilapisi semen. Bagaimana anak-anak binaannya berhasil mendapat beasiswa. Bagaimana Bu Omah mengajar anak-anak nonstop dari pagi sampai malam. Ada juga yang membuat saya agak geram. Katanya,sudah turun bantuan dari Kelurahan untuk melengkapi peralatan belajar & perbaikan ruangan,tapi sampai hari ini Pa Toni ngga pernah terima sepeser pun. Duuhh,untuk urusan yang begini aja,masih bisa ya mengambil yang bukan hak nya? Rencananya,ruangan yang biasa dipakai belajar rebana juga akan di fungsikan sebagai perpustakaan. Makanya Pa Toni meminta bantuan SeBUAI. Karena anak-anak disini ngga punya buku bacaan sama sekali. Ok,this is our project & must be done as soon as possible. Siap! Saya langsung menyerahkan beberapa buku,terutama buku-buku agama islam untuk langkah awal. Ke depannya,kami harus menyediakan rak untuk buku. Mungkin nanti kami akan mencoba 'colek-colek' temen-temen yang lain untuk sarana belajar seperti papan tulis,alat tulis,dan yaahh yang dibutuhkan. Oh iya,disini juga masih kurang tenaga pengajar. Anak-anak disini semangat sekali belajarnya. Ini terbukti,walaupun sudah lepas maghrib,mereka jarang ada yang bolos. Bahkan, ada anak usia 5,5 tahun bisa keterima di SD,karena waktu tes,dia bisa melewati tes itu. Ngga terasa,saya & team harus pamit. Berkali-kali Pa Toni & Bu Omah berterima kasih karena kami sudah mau datang.  Anak-anak disana juga gembira sekali sewaktu di beri tahu kalau sebentar lagi meteka akan punya perpustakaan. Kunjungan ke tempat Pa Toni membuat nurani saya semakin pilu (agak puitis ngga apa-apa ya?). Di tempat ini,anak-anak tetap semangat belajar walaupun dengan keadaan apa adanya. Ketulusan & kegigihan Bu Omah mengajar,membuat saya salut & heiii.....beliau adalah Srikandi Pendidikan. Bener kan? Berkali-kali Pak Toni & Bu Omah mengucapkan "terima kasih mba ady & SeBUAI....karena baru dari SeBUAI ini kita diperhatiin & dapet bantuan...". Ah, Ibu, Pak, berterima kasih sama Allah yang menjodohkan kita. Pulang dari sana,adalah pekerjaan rumah untuk SeBUAI & saya pribadi. Karena,disana lah,akan terbentuk generasi penerus bangsa yang berhak mendapat pendidikan yang layak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline