Santri, kata yang disandangkan kepada orang yang menuntut ilmu agama dipondok pesantren, atau belajar dimadrasah. Penamaan ini disebutkan sejak dahulu bahkan telah disandangkan sejak pesantren pertama di Indonesia didirikan yaitu di Ampel Denta. Karena usianya yang sama tuanya dengan pendidikan pesantren maka nama “santri” telah mengukir sejarah yang sangat panjang baik dalam sejarah, baik sejarah Nusantara, Indonesia bahkan sejarah Dunia.
Sepak terjangnya yang begitu gigih tidak akan dapat dilupakan begitu saja, seperti yang telah dilakukan oleh para “santri senior” pada saat jatuhnya khilafah terakhir yaitu Dinasti Utsmaniyah yang menjadikannya sebagai negara Turki modern dan terjadi perdebatan tentang khalifah, maka dari kalangan pesantren mengirim delegasi Mesir yang diwakili oleh KH Abdul Wahab Hasbullah, walau kongres ditunda karena beberapa alasan dari pihak Mesir.
Perjuangan selanjutnya diteruskan disaat paham Wahabisme yang melakukan pembersihan terhadap praktek-praktek yang dianggap mereka bid’ah, pembersihan yang dilakukan oleh kalangan Wahabi banyak merugikan banyak pihak sehingga banyak protes yang dilancarkan oleh tokoh-tokoh dari kalangan dunia Islam, baru pada tahun 1926 diadakanlah pertemuan yang diadakan di Saudi Arabia untuk menjebatani pendapat dari kalangan dunia Islam.
Di indonesia juga mengadakan musyawarah tentang siapa saja dan apa yang akan dibicarakan pada pertemuan tersebut, akan tetapi karena pendapatnya tak begitu ditanggapi maka kalangan pesantren membuat musyawarah sendiri yang dinamakan Komite Hijaz, yang juga mempelopori lahirnya organisasi Nahdlatul Oelama (NO). Dari musyawarah tersebut diputuskan bahwa kalangan pesantren akan mengirimkan delegasi sendiri ke pertemuan raja Ibnu Su'ud, akan tetapi terjadi keterlambatan pembelian tiket sehingga dari pihak pesantren hanya mengirimkan surat kepada Raja Arab Saudi, baru pada 2 tahun berikutnya perwakilan dari pesantren dapat berjumpa dengan raja, pertemuan tersebut memiliki maksud untuk menyampaikan keberatan tentang keputusan kaum Wahabi tentang beberapa hal. Dari pertemuan tersebut diputuskan maka hanya 2 tuntutan yang dapat diterima menghapus paham imam madzhab dan pembongkaran makam Nabi Muhammad.
Dari sini kita dapat mengambil 2 hikmah, pertama, santri telah mengambil peranan penting dalam sejarah dunia, khususnya dunia Islam. Kedua, kalangan santri telah terbukti bahwa mereka "tahan banting" menghadapi hal yang tak sesuai dengan pemahamannya dan mencegah terjadinya peristiwa besar. Bayangkan saja bagaimana kalau disaat itu makam Nabi Muhammad yang begitu mulia dibongkar atau saat paham imam madzhab dihapuskan, kemanakah kita akan bersandar terhadap hukum Islam. Masih banyak lagi yang membuktikan bahwa santri begitu gemilang dalam tatanan sejarah perjalanannya.
Tak hanya dengan sejarahnya yang gemilang, tetapi santri dididik dalam sistem pendidikan yang menakjubkan, bagaimana tidak, pendidikan yang kita kenal dengan sebutan pesantren telah ada sejak dahulu kala dengan kurikulum dan cara mendidik yang begitu tradisional, hal ini menjadi jaminan bahwa pendidikan pesantren masih orisinil dan terjaga, tidak ada ceritanya kurikulum pesantren terus diubah-ubah seperti kurikulum pendidikan formal di Indonesia sehingga membuat bingung pengajar dan muridnya, hal ini membuktikan bahwa kurikulum dan pembelajaran di pesantren sangatlah efektif dalam membangun generasi penerus dan tidaklah lekang oleh zaman.
Dengan pembelajaran yang tradisional tidak membuat pendidikan pesantren tertinggal, tentu banyak juga inovasi-inovasi yang memberikan perbaikan pada pendidikan pesantren, namun inovasi tersebut tidaklah merusak dan menghilangkan Citra dan ciri khas pesantren yang begitu tawadu' dan rendah hati.
Salah satu hal yang sangat menakjubkan dalam dunia santri adalah ketawadu'annya kepada kyai/gurunya, sikap yang telah diterapkan dalam pesantren jauh sebelum pendidikan karakter yang sekarang sedang gencar dipromosikan oleh pemerintah kita, disaat santri disuruh sesuatu oleh seorang kyai maka akan dilakukannya tanpa bertanya alasannya, tidak banyak orang yang dapat melakukan hal tersebut, hanya orang yang memiliki kesetiaan tinggi yang dapat melakukannya, dan orang itu adalah para santri.
Dari kesetiaan itu maka apapun yang diperintahkan oleh kyai sebagian besar akan dipatuhi oleh santrinya, hal ini telah terbukti dalam sejarah yang dilakukan oleh guru besar kita yaitu KH Hasyim Asy'ari, saat perang melawan penjajah, KH Hasyim Asy'ari menfatwakan perang melawan Belanda termasuk dari hubbul Wathon yang juga termasuk dalam perang jihad. Setelah fatwa tersebut dikeluarkan tak lama setelahnya muncul pasukan yang berani mati, meskipun dengan senjata seadanya, dengan strategi yang tak cukup, namun, keberanian mereka adalah hal yang paling mengerikan bagi penjajah.
Tragedi tersebut hampir terulang kembali pada tahun 2000an, saat kyai Abdurrahman Wahid yang menjabat sebagai presiden terdzolimi dan diturunkan dari jabatannya, hanya karena Gus Dur mencegah datangnya pasukan jihad dari Jawa timur tersebut sehingga terhindar dari tragedi pertumpahan darah, dan sekali lagi peristiwa ini terjadi lagi, saat umat Islam merasa dihina oleh Ahok dengan kampanyenya yang dianggap telah melecehkan salah satu ayat dalam Alquran, dengan semangat yang membara para "santri" (definisi santri pada peristiwa ini bersifat global, yaitu orang yang taat dan mengikuti ulama) meminta penista agama di adili, penyampaian pendapat dilakukan dengan aksi damai, dengan jumlah yang fantastis andai saja ulama mengumandangkan api jihad pada kala itu, bisa saja reformasi kedua di Indonesia dapat terulang kembali, tetapi para ulama lebih memilih menghormati demokrasi yang berlandaskan Pancasila.