Lihat ke Halaman Asli

Isu Feminisme dalam Gerakan Islam Indonesia

Diperbarui: 2 Juli 2023   13:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Feminisme kerap dikaitkan dengan pergerakan pembebasan dan pembelaan perempuan  dan persamaan derajat (Mahfud, Relevansi pemikiran feminis Muslim dengan barat, Oktober 2015). Feminisme dalam perkembangannya mengalami perluasan pembahasan seiring dengan perkembangan zaman dan kondisi  geo politik pada saat itu. 

Gelombang pertama feminisme dimulai dengan tuntutan yang serupa terkait pendidikan, dengan tujuan memperjuangkan hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan formal. Kemudian, gerakan ini berkembang menjadi tuntutan untuk memperoleh hak pilih. 

Pada gelombang kedua feminisme, kesetaraan dalam segala bidang menjadi fokus utama, dan gerakan ini kemudian meluas menjadi tuntutan atas hak-hak istimewa perempuan yang berbeda secara fisiologis dari laki-laki. 

Sementara itu, gelombang ketiga feminisme dan/atau postfeminisme telah memiliki beragam agenda sejak dimulainya gerakan tersebut. (Suwastini, Perkembangan feminsime barat dari abad kedepalapan belas hingga  postfeminisme: sebuah  tinjahab  teoritis ,2013)

Dalam  Islam, wacana feminisme berkembang sejak awal abad 19 sampai 20, banyak  aktivis - aktivis seperti Tahirih Qura'atul 'ayn di Iran, Nazira Al Din di Lebanon, Fatima Aliya Hanim Turki, yang mengkritik tafsir misoginis Al Qur'an dan Hadits, menentang pemaksaan berhijab, segregasi seks, dan berjuang menggunakan argumen gender atas aturan yang mengungkung perempuan seperti adanya pemisahan tegas antara laki - laki dan perempuan. (Moghadam, dalam Alimatul Qibtiyah, Feminisme Muslim di Indonesia,2019).  

Pergerakan feminisme di Indonesia juga berkembang dengan begitu masif, salah satunya berkat seorang KH Ahmad Dahlan, yang menggagas kelompok pengajian Sopo Tresna (1914) . Kelak pada tahun 1917 kelompok ini akan berkembang menjadi organisasi Aisyiyah sebagai organisasi otonom Muhammadiyah yang terfokus pada  pemberdayaan, pergerakan dan kesejahteraan  wanita hingga saat ini. 

Pada tahun 1940 lahir gerakan islam yang mengusung Feminisme yakni Muslimat NU, setelah upaya yang panjang oleh para Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) , kemudian disahkan sayap gerakan Nahdlatul Ulama yakni Muslimat NU yang kemudian dalam perkembangannya berkontribusi dalam penghapusan buta huruf kemudian dalam pergerakan kemerdekaan muslimat NU berpartisipasi dalam urusan palang merah, dapur umum dan lain lain. Adapun secara internal dengan memperluas pengajian rutin bagi para anggota nya (M Jumadi, SEJARAH PERGERAKAN PEREMPUAN NAHDLATUL ULAMA TAHUN 1946 -- 1984,2016).             

Isu feminisme yang berkembang melalui gerakan islam hari ini, menjadi satu  bentuk bantahan terhadap argumen yang menyatakan bahwa agama islam adalah agama yang mendiskriminasikan hak -  hak dan derajat perempuan. Dalam Al - Qur'an tertulis 

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q.S: An Nisa :1)

Dalam ayat ini  menegaskan bagaimana Al Qur'an memiliki sikap yang menjunjung semangat keadilan dan penghormatan terhadap kaum perempuan. (Darlis, FEMINISME QUR'ANI : TAFSIR AYAT WANITA KARIR, 2015). Al Qur'an merupakan ayat kitab suci umat islam sebagai sumber hukum dasar umat islam, tata aturan hingga pedoman hidup dalam menjalani kehidupan, dengan kata lain dapat diartikan sebagai ideologi. 

Islam merupakan agama yang menghormati dan menjunjung tinggi harkat martabat wanita. Isu feminisme hingga hari ini masih sangat relevan untuk terus menjadi kajian dan bahkan diarus utamakan  sebagaimana Instruksi Presiden no 9 tahun 2000 oleh presiden Abdurrahman Wahid  dalam rangka mengawal keterlibatan, keterwakilan dan kesempatan bagi kaum perempuan untuk tetap mendapatkan hak yang sama, bukan sebagai nomor dua atau bahkan terdiskriminasi. Dalam internal islam saja, mengalami pembaharuan, dalam menggugat cara beragama yang konservatif yang justru jauh dari nilai - nilai ajaran Rasulullah SAW yang menempatkan laki - laki dan perempuan setara. ( Qibtiyah, ARAH GERAKAN FEMINIS MUSLIM DI INDONESIA, 2020). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline