Lihat ke Halaman Asli

Tiara Faradillah

MAHASISWA UIN JEMBER

Budaya Konsumtif Mahasiswa sebagai Bentuk Penyimpangan Mashlahah dalam Konsumsi

Diperbarui: 17 Maret 2020   00:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Indonesia merupakan negara yang kaya akan budayanya. Indonesia merupakan negara yang memiliki  ciri khas tersendiri. Meski begitu, Indonesia sebagai negara yang relatif mudah terkena dampak globalisasi. Salah satu budaya yang tanpa disadari telah bertahan di Indonesia ialah budaya konsumtif.

Konsumtif merupakan suatu pola hidup seseorang atau masyarakat yang berlebihan identik dengan kemewahan dan selalu dirasa tidak pernah puas yang sifatnya bukan sebuah kebutuhan pokoknya. Pola konsumsi seperti ini terjadi hampir disemua lapisan masyarakat, meskipun dengan kadar yang berbeda-beda.

Terutama di kalangan mahasiswa yang mudah terpengaruh dengan pola konsumsi yang berlebihan. Mungkin ini akibat dari globalisasi, perkembangan informasi dan teknologi yang telah berperan aktif dan sukses membujuk masyarakat. Lantas seperti apa budaya konsumtif ini dalam ekonomi Islam?

Dalam ekonomi konvensional, konsumsi sendiri diasumsikan untuk memperoleh kepuasan. Sedangkan dalam Islam sendiri lebih mempertimbangkan aspek mashlahah. Perihal konsumsi, dapat diasumsikan bahwa konsumen akan memberikan mashlahah maksimum.

Kandungan dalam mashlahah sendiri adalah manfaat dan berkah. Konsumen akan merasakan adanya manfaat  ketika ia mendapatkan pemenuhan fisik atau psikis atau material. Selain itu, konsumen akan memperoleh berkah ketika barang/jasa yang dikonsumsi sesuai dengan syariat Islam.

Kehendak seseorang untuk membeli suatu barang/jasa muncul karena faktor kebutuhan dan keinginan. Dimana kebutuhan ialah segala sesuatu yang harus dipenuhi agar barang berfungsi secara sempurna. Sedangkan keinginan ialah hasrat atau nafsu manusia.

Jika dilihat dari kandungan mashlahah, maka seolah disini tampak bahwa manfaat dan kepuasan adalah identik. Kepuasan ialah suatu akibat dari terpenuhinya suatu keinginan, sedangkan mashlahah merupakan akibat terpenuhinya suatu kebutuhan.

Islam tidak melarang manusia untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan selama pemenuhan tersebut dapat meningkatkan martabat manusia. Namun, Islam menegaskan bahwa dalam mengonsumsi barang/jasa harus yang halal, wajar dan tidak berlebihan. Selagi bisa menambah mashlahah dan tidak mendatangkan mudharat itu dibolehkan.

Budaya konsumtif yang telah menjalar di kalangan mahasiswa saat ini merupakan suatu bentuk penyimpangan terhadap mashlahah dalam mengonsumsi barang/jasa. Hal ini dikarenakan pada budaya ini, mahasiswa cenderung melakukan konsumsi tiada batas, membeli sesuatu secara berlebihan atau tidak terencana.

Mahasiswa saat ini menjadi salah satu incaran empuk para produsen karena sifat mahasiswa yang cenderung mengikuti tren terbaru. Tentu saja, perilaku ini telah jelas-jelas dilarang oleh agama Islam. Manfaat dan berkah hanya akan diperoleh ketika prinsip dan nilai-nilai Islam bersamaan diterapkan dalam perilaku ekonomi.

Budaya konsumtif bukanlah hal yang harus diikuti, bahkan harus jauhi. Budaya konsumtif tak seharusnya menjadi hal yang paling utama dalam bergaya berlebihan untuk mendapatkan kepuasan. Al-Quran dan Hadis telah menjelaskan agar kita berperilaku sederhana (tidak berlebihan).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline