Lihat ke Halaman Asli

Me vs Blackberry

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari dulu, gue sadar bahwa gue bukan termasuk tipe ABG-gadget-freak yang gaul. Gue ABG kece, dan ga perlu tanya soal eksistensi gue di Jakarta. Dari tukang somay sampe tukang es podeng di jajaran Blok S tau kok siapa gue. Rata-rata karna gue ngutang dan sampe sekarang belom bayar.


Ketika wabah Blackberry merajalela, gue sedikit skeptis. Karena walaupun gue anak gaul seperempat Jakarta, gue bukan gadget freak. Jangankan gadget, disuruh masang timer di microwave aja beresiko menyebabkan kebakaran satu komplek. Jadi, gue merasa nggak butuh ikut-ikutan punya BB seperti kawan-kawan gue yang gaul itu, cukup main bekel aja di rumah.

Tetapi ketika gue mulai merintis karir, komunikasi via Blackberry Messenger (BBM) menjadi aspek yang sangat penting. Gue bekerja sebagai Sales Promotion Girl yang bersifat freelance. Info job, Screening, Interview, dsb semua dikoordinasi melalui Blackberry. Mau tidak mau gue harus memiliki benda tersebut.

Blackberry pertama yang gue miliki adalah Blackbery Curve 8310. Awalnya gue sangat bahagia. Komunikasi gue berjalan lancar mengingat hampir semua manusia yang gue kenal maupun tidak kenal sudah menggunakan Blackberry. Info job gue dapat melalui Broadcast Message, pengiriman CV dan foto instan melalui Email, pemberitaan jadwal screening dilakukan melalui BBM. Hidup terasa indah dan praktis. Lalu muncul permasalahan pertama gue; NGE-LAG.

Karena Blackberry yang gue gunakan adalah Blackberry bekas, nggak heran kalo BB tersebut berpenyakitan. Yang gue ga tau adalah ternyata BB itu udah sekarat, jadi sering koma. Baru beberapa hari di tangan dan BB itu sudah melewati proses mati-nyala beratus-ratus kali. Kadang gue berfikir, "ini BB apa lampu disko portable?". Lalu ada masanya gue putus asa. Gue berharap BB gue dicabut nyawanya dan mendoakan arwahnya masuk surga, tapi setiap selesai gue berdoa, mesinnya kembali bekerja. Gue semakin putus asa. Kemudian gue memutuskan untuk mengganti Handphone dan memutuskan tali silahturahmi dengan si Curve. Ibarat pacar pertama, Blacberry Curve 8310 yang memperkenalkan gue dengan 'cinta' dan 'adiksi'. Gue harus punya BB lagi.

Blacberry kedua gue juga barang bekas. Gue bukannya pacaran sama tukang loak, tapi walaupun gaul, saat itu gue sedikit bermasalah dengan keuangan. Gue hanya mampu membeli sebuah Blackberry Javelin 8900. Kali ini gue yakin kondisi Blackberry Javelin tidak akan sama dengan Blackberry Curve, karena Blackberry Javelin tersebut gue beli dari nyokap gue sendiri. Nyokap gue bukan ibu yang keji, cuma punya otak bisnis.

Si Javelin bertahan beberapa bulan dalam genggaman gue. Hal yang paling gue banggakan dari si Javelin adalah fitur auto fokus kameranya. Setiap gue berfoto menggunakan si Javelin, gue merasa diri gue model majalah FHM. Demi kenyamanan bersama, ada baiknya tak satupun dari kalian melihat hasil-hasil fotonya. Kemudian gue bertemu masalah kedua; BATERE BOROS.

Entah sejak kapan gue mulai menyadari bahwa Blackberry Javelin kesayangan gue menjadi sangat boros. Sehari gue harus mencharge 3 kali, seperti minum obat. Gue mulai merasa nggak nyaman karena nggak selamanya tempat yang gue tuju memiliki sumber listrik. Masa gue harus bawa-bawa genset (gue bukan gadget-freak jadi belom tau powerbank) kemanapun gue pergi? Saatnya mengucap salam perpisahan, gue harus cari BB baru.

Kali ini gue mencari Blackberry baru dan gue menemukan Blackberry Curve 8530 AHA atau yang akrab dipanggil BB Gemini. Keputusan dan tekad gue sudah lingkaran bulat nan bundar. Sebelumnya gue membaca di ramalan bintang, bahwa Cancer cocok berhubungan dengan Gemini. Semoga kali ini beneran jodoh. Gue merasa ketipisan body Gemini menjadikannya lebih ringkas, dan trackpadnya mempermudah penggunaan mengingat Blackberry gue sebelumnya semua bertipe trackball. Gue cukup puas. Namun, munculah masalah ketiga; BATERE BOCOR.

Berbeda dengan kasus batere boros, batere bocor adalah kasus yang jauh lebih krusial. Setiap gue selesai mengisi batere hingga full, hanya dibutuhkan waktu SETENGAH jam untuk BB gue mencapai garis kuning. Gue mencoba mengakali hal ini dengan membeli batere double-power. Ada kemajuan. Batere gue mencapai garis kuning dari full dalam waktu SATU jam. Gue kembali putus asa.

Kembalilah gue ke kebiasaan lama gue, mencari BB bekas. Dalam waktu singkat takdir mempertemukan gue dengan Blackberry Curve 3G 9300, kita sebut saja Apollo. Dengan body yang menyerupai Gemini namun lebih tipis dan fitur yang jauh lebih unggul, gue langsung jatuh cinta. Lalu gue menemukan link di sini dengan konten yang semakin mempermudah kelancaran berkomunikasi. Dengan paket Blackberry XL 3 in 1 Unlimited, hubungan gue, Apollo 3G dan internet semakin harmonis adanya. Hari-hari yang gue lewatkan dengan Apollo terasa sangat menyenangkan hingga gue bertemu dengan masalah keempat; MESIN PANAS.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline