Lihat ke Halaman Asli

Achmad Room Fitrianto

Seorang ayah, suami, dan pendidik

Desa sebagai Laboratorium Pembelajaran

Diperbarui: 12 Juli 2024   15:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setigi, 2022

Lebih dari delapan tahun yang lalu, saya terlibat dalam proses pendampingan desa wisata. Di satu sisi, kegiatan ini seolah-olah menjadi bentuk penyaluran hobi berkelana yang sangat terfasilitasi ketika saya studi di negeri Kangguru. Namun, di sisi lain, terdapat tantangan besar untuk bisa berkontribusi bagi kemajuan ibu pertiwi. Pengalaman ini membawa saya ke beberapa desa, seperti Desa Sekapuk dengan Wisata Setigi yang memanfaatkan bekas tambang, Desa Gosari Kecamatan Ujungpangkah-Gresik dengan Wisata Alam Gosari dan Taman Cakra Dewi, Kelurahan Leduk di Kecamatan Prigen Pasuruan dengan kampung Kembang dan air terjunnya, serta Desa Ambal Ambil Kecamatan Kejayan Pasuruan yang mengembangkan Bank Sampah bersama pemuda karang taruna.

Konsep Desa Wisata
Pernyataan dari salah satu kepala desa waktu itu, "membangun desa wisata itu gampang-gampang susah, mas. Kalau punya keuntungan geografis dan keindahan alam, gampang membangunnya," sekilas ada benarnya, namun tidak sepenuhnya benar. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk bisa membangun desa wisata agar layak dikunjungi. Pertama-tama yang harus dibangun adalah kenyamanan, karena berwisata adalah mencari kenyamanan. Di beberapa negara maju, istilah ini disebut sebagai "hospitality industry," yang dapat diterjemahkan secara bebas sebagai "industri keramahan." Ramah dalam hal apa? Ramah dalam akses, aset, sikap, dan aksesori (4A).

Ramah dalam Akses
Ramah dalam akses berarti memiliki fasilitas yang memadai untuk dinikmati oleh khalayak, seperti jalan masuk, parkiran yang luas, toilet, dan rumah ibadah. Tanpa akses jalan masuk dan fasilitas parkir yang memadai, pengunjung akan berpikir dua kali untuk berkunjung. Jalan masuk tidak boleh mengganggu akses keseharian warga namun juga harus nyaman bagi pengunjung. Hal mendasar lainnya adalah ketersediaan toilet dan rumah ibadah (mushollah) yang memadai dan bersih.

Ramah dalam Aset
Ramah dalam aset berarti memiliki objek yang bisa ditawarkan dan memberikan kenyamanan kepada pengunjung untuk berlama-lama menikmatinya. Aset di sini tentu saja objek wisata itu sendiri. Beberapa desa mampu menjual sumber air yang berlimpah di desanya, seperti Desa Ponggok di Klaten atau Duren Sewu di Pandaan, atau bekas galian bukit kapur seperti Bukit Jeddih di Bangkalan atau Setigi di Sekapuk, atau mengandalkan tanah oloran di muara yang ditanami mangrove seperti Desa Banyuurip dan Pangkahwetan di Ujungpangkah Gresik dan banyak tempat lainnya.

Ramah dalam Sikap
Sikap di sini berarti pola pikir dari semua stakeholder desa. Peran pemuda dalam membangun wisata desa sangat penting. Visi pengembangan wisata desa oleh kepala desa juga mempengaruhi. Partisipasi warga, khususnya pemuda, memiliki andil yang luar biasa dalam menggerakkan unit usaha desa ini, selain faktor kepemimpinan yang bisa mengayomi dan mengarahkan. Contoh partisipasi yang dapat dijadikan teladan adalah ketika terjadi musibah banjir di Desa Gosari Ujungpangkah. Hanya dalam hitungan hari, kondisi objek wisata tersebut pulih dan malah terlihat lebih cantik berkat gotong royong warga.

Ramah dalam Aksesori
Aksesori berarti fasilitas pendukung lainnya seperti kantin, suvenir, dan permodalan. Meskipun terlihat hanya sebagai "pemanis," aksesori adalah kunci pengingat apakah pengunjung akan berkunjung lagi atau mempromosikan lokasi ini kepada teman-temannya. Dari 4A tadi (Akses, Aset, Sikap, dan Aksesori), dapat diterjemahkan sebagai "frugal innovation," yaitu usaha untuk mengelola hal yang biasa saja menjadi luar biasa.

Tantangan Awal Membangun Desa Wisata
Pada awal membangun desa wisata, apatisme warga dan ketidakpekaan terhadap potensi yang dimiliki adalah kendala tersendiri. Kepemimpinan dan keteladanan menjadi alat untuk penyadaran. Kita cenderung menganggap biasa keindahan alam atau keunikan yang sehari-hari kita temui. Namun, dengan membuka wawasan melalui model peer education, mengajak warga berekreasi ke tempat yang mirip dengan potensi desa yang dimiliki namun sudah dimanajemeni dengan baik, serta bermitra dengan perguruan tinggi dan media (baik media massa maupun media sosial), mampu mengubah pola pikir dan wawasan warga untuk menerima pembaruan usaha desa melalui usaha kreatif.

Studi Kasus Desa-Desa Wisata

Desa Sekapuk dan Wisata Setigi
Desa Sekapuk dengan Wisata Setigi adalah contoh sukses pemanfaatan bekas tambang menjadi destinasi wisata. Bekas tambang yang biasanya hanya menjadi lahan kosong dan tidak produktif, diubah menjadi tempat wisata yang menarik. Ini menunjukkan bahwa dengan kreativitas dan manajemen yang baik, aset yang ada dapat diubah menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis tinggi.

Desa Gosari dan Wisata Alam Gosari
Desa Gosari di Kecamatan Ujungpangkah-Gresik juga telah berhasil memanfaatkan potensi alamnya dengan baik. Wisata Alam Gosari dan Taman Cakra Dewi menawarkan keindahan alam yang mempesona. Partisipasi aktif warga dalam mengelola dan menjaga objek wisata ini menjadi kunci keberhasilan. Contoh gotong royong warga saat terjadi banjir menunjukkan bahwa solidaritas dan kebersamaan warga adalah aset berharga dalam membangun desa wisata.

Kelurahan Leduk dan Kampung Kembang
Kelurahan Leduk di Kecamatan Prigen Pasuruan dengan kampung Kembang dan air terjunnya menunjukkan bahwa keindahan alam yang dimiliki dapat menjadi daya tarik wisata yang luar biasa. Pengelolaan yang baik serta promosi yang tepat menjadikan desa ini dikenal luas dan menarik banyak pengunjung. Hal ini juga didukung oleh keramahan warga dan fasilitas yang memadai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline