Lihat ke Halaman Asli

Achmad Room Fitrianto

Seorang ayah, suami, dan pendidik

Tapera: Menghitung Realita di Balik Janji manisnya

Diperbarui: 25 Juni 2024   09:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Beberapa waktu lalu, pemerintah meluncurkan program Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Program ini bertujuan untuk menyediakan fasilitas kepemilikan rumah murah bagi masyarakat. Namun, jika dilihat dari perspektif matematika dasar dan logika, program ini tampaknya sulit untuk diterapkan dan berpotensi menyesatkan publik.

Ada beberapa prinsip dasar dalam pembiayaan rumah yang harus dipahami oleh masyarakat dan pemerintah:

Biaya Tempat Tinggal: Umumnya, biaya tempat tinggal yang layak adalah sekitar sepertiga dari penghasilan bulanan. Baik itu untuk menyewa atau mencicil rumah melalui KPR, minimal 30% dari gaji harus disisihkan untuk tempat tinggal.
Pembayaran Rumah: Idealnya, rumah didapatkan di awal dan dibayar secara mencicil kemudian. Konsep menabung di awal dan baru mendapatkan rumah setelah pensiun tidak masuk akal dan dapat dianggap sebagai bentuk penipuan.

Program BP Tapera mengutip 3% dari gaji pekerja dengan janji dapat memiliki rumah di masa depan. Namun, dengan menggunakan matematika sederhana, konsep ini tidak realistis. Mari kita lihat skenario berikut:

Gaji 8 Juta per Bulan: Dengan gaji sebesar ini, idealnya Anda harus menyisihkan 30% untuk biaya tempat tinggal, yaitu sekitar 2,4 juta per bulan. Jika Anda menginginkan rumah seharga 282 juta dengan bunga KPR 7,75% per tahun, Anda harus mencicil selama 20 tahun.

Realita 3% Gaji: Jika Anda hanya menyisihkan 3% dari gaji (240 ribu per bulan), Anda tidak akan pernah bisa membeli rumah. Bahkan jika BP Tapera menawarkan bunga flat 5% atau DP 0%, jumlah yang disisihkan tidak cukup untuk membayar cicilan rumah layak.

DP 0% dan Bunga Flat 5%: Anggapan bahwa DP 0% dan bunga flat 5% akan membuat rumah terjangkau juga tidak realistis. Cicilan tetap akan tinggi dan mungkin menghabiskan setengah dari gaji, atau tenor cicilan harus diperpanjang hingga 30 tahun atau lebih, yang tidak praktis.

Program BP Tapera seolah-olah menawarkan solusi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), namun kenyataannya program ini tidak praktis:

Rakyat Berpenghasilan <8 Juta: Mereka dijanjikan bisa membeli rumah dengan hanya 3% dari gaji, namun realitanya mereka tetap harus menyewa rumah sampai usia lanjut. BP Tapera tidak mungkin membeli rumah untuk mereka dengan kontribusi hanya 3% dari gaji.

Program Rumah Murah: Program rumah murah bersubsidi sering kali berlokasi di daerah yang sangat jauh dari pusat-pusat perekonomian. Ongkos transportasi yang tinggi membuat rumah tersebut tidak layak huni bagi pekerja yang harus berkomuter.

Harga Rumah Murah: Meski bersubsidi, harga rumah masih terlalu tinggi bagi MBR. Program ini menjadi tidak efektif karena tidak ada pasar yang sesuai: lokasi terlalu jauh untuk kelas menengah dan harga terlalu mahal untuk kelas bawah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline