Seiring waktu, sistem pemerintahan yang menganut demokrasi harus memiliki sistem suksesi yang merakyat dan partisipatoris. Partai politik dengan ciri khas nya masing masing memiliki kandidate/calon yang bisa ditawarkan ke masyarakat. Adakalanya calon yang ditawarkan terpilih dalam pemilu daerah dan mampu menunjukkan signifikansi dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan.
Namun tidak sedikit yang terjebak di usaha "pokoke aku njabat, embuh urusane uwong uwong kuwi, lak wis enek kepala dinas sing ngurusi" yang akhirnya berujung pada "autopilot government". Untung untung tidak terjerembab di sistem "renten" pembangunan, yang mengharuskan setor fee dan komisi setiap tender yang berujung penangkapan KPK. Namun tidak sedikit yang terjebak memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan cara melawan hukum dengan merekayasa anggaran.
Saat ini trend pencalonan kepala daerah banyak yang menyebutkan sebagai proses instant. Prakmatisme instanisasi ini mungkin karena banyak anak pejabat yang masih menjabat yang dicalonkan. Sekilas sih sah sah saja karena itu hak setiap anak bangsa. Namun bila di lihat dari "elok dan tidak elok", "mbok yo ho ngenteni lengser dahulu baru nyalon".
Yang dicalonin juga gitu " opo enak hidup dibawa bayang bayang orang tua /suami ?" "ya kalau kita bisa ngasih lebih baik, kalau tidak? wah ambyar deh!". Tapi itu semua tidak lepas dari perjudian politik yang harus "mengamankan" kepentingan tertentu dengan mengandalkan popularisme dari mekanisme yang disebut pemilu.
Diskursus pemilihan kepala daerah saat ini terlihat seperti ini Milineal ok, modal ok, populer lumayan dapat dari bokap, pengalaman? (Entarkan bisa belajar), mari kita Jemput perubahan
Lek ngono thok modale, perubahan apa yang diharapkan?
Berubah dari Kabupaten/Kota atau Propinsi Autopilot menuju Fully Automatic?
"Track record dan pengelaman penting rek, background pendidikan juga perlu"
Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Apabila suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya".
(hadits Abu Huroiroh di dalam Shohih Bukhori)
Pilih kepala daerah? Jangan coba-coba! Wis Ngunu Thok jareku