JAKARTA---Debat adalah seni berbicara di muka umum atau forum tertentu, yang membutuhkan keterampilan komunikasi yang tinggi.
Debat merupakan suatu kegiatan bertukar pikiran, adu argumentasi, yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih, di suatu forum atau panggung, tentang suatu topik tertentu, dengan tujuan untuk mempertahankan pendirian masing-masing peserta debat, serta mendapat simpati publik atau audiens.
Maka debat yang baik tidak hanya sekadar terlibat adu argumen, tetapi juga harus memikat dan meyakinkan audiens atau khalayak.
Debat terbuka Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, yang akan disiarkan melalui siaran televisi dan radio misalnya, adalah ajang forum debat yang serius, yang perlu persiapan sunguh-sungguh oleh peserta debat atau debater, agar debater tampil memikat dan menarik simpati publik atau audiens televisi dan radio.
Sementara di bangku sekolah dan perguruan tinggi misalnya, saya atau mungkin Anda, sering menyaksikan ajang debat dilakukan oleh pihak sekolah atau kampus, dengan peserta debat melibatkan para kandidat yang berkompetisi untuk mencari pemimpin ketua osis dan senat mahasiswa.
Semua ajang debat itu, seperti kita tahu, bertujuan selain membentuk opini publik, juga terutama untuk memperoleh simpati publik atau audiens.
Dengan demikian, seorang peserta debat atau debater seyogyanya dituntut untuk menguasai berbagai teknik komunikasi debat publik, atau setidaknya mengerti kunci ciri ciri dari teknik debat yang memikat.
Dalam perspektif ilmu komunikasi, beberapa ciri debat yang memikat itu, antara lain, misalnya:
Argumen yang kuat dan didukung oleh bukti yang jelas. Debat yang memikat harus memiliki argumen yang kuat dan didukung oleh bukti yang jelas. Argumen yang lemah, dan tidak didukung oleh bukti, data dan fakta, jelas akan sulit untuk meyakinkan audiens.
Penyampaian yang jelas dan menarik. Penyampaian argumen yang jelas dan menarik akan memudahkan audiens atau publik untuk memahami dan mengikuti alur debat. Sebaliknya, penyampaian yang tidak jelas, terlalu teknis atau berteori rumit, misalnya, akan membuat pendengar atau penonton debat kesulitan untuk mengikuti alur argument topik debat yang disampaikan.